DLH Buleleng Kampanye Pengolahan Sampah Organik Menjadi Eco Enzim
Desa Kerobokan menjadi salah satu dari lima desa yang memproduksi eco enzim dalam jumlah besar dari sampah organik yang dikelola TPST desa.
SINGARAJA, NusaBali
Sampah organik pada umumnya diolah dijadikan pupuk kompos. Namun sejak tiga bulan terakhir, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Buleleng gencar menggelar sosialisasi dan pelatihan pengolahan sampah organik menjadi cairan eco enzim. Hal itu disampaikan Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Buleleng Putu Ariadi Pribadi, Selasa (21/7).
Kata dia, sampah organik khususnya limbah sayur dan buah-buahan, bisa dimanfaatkan dengan cara diolah menjadi eco enzim. Cairan ini segudang manfaat pertama kali ditemukan dan dikembangkan di Thailand, namun belum cukup populer di Buleleng. Selama ini, pengolahan sampah organik hanya difokuskan untuk pupuk kompos. Sejumlah Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) di Buleleng hanya mengolah sampah organiknya menjadi pupuk kompos.
Hingga saat ini ada 10 desa yang dilibatkan DLH dalam penyuluhan pembuatan eco enzim. Salah satu desa yang sudah mendapatkan pelatihan adalah Desa Kerobokan, Kecamatan Sawan, Buleleng. Hasil pelatihan itu kemudian dipraktikkan dengan membuat eco enzim dalam skala besar yang dilaksanakan di TPST desa setempat, Selasa (21/7). Kini Desa Kerobokan menjadi salah satu dari lima desa yang memproduksi eco enzim dalam jumlah besar dari sampah organik yang dikelola TPST desa.
Putu Ariadi Pribadi meyakini pengolahan sampah organik khususnya sampah sayur dan buah menjadi eco enzim bisa menjadi alternatif untuk mengurangi volume timbulan sampah di Buleleng. Berkat pengolahan sampah organik menjadi eco enzim, 300 ton timbulan sampah di Buleleng menjadi berkurang hingga dua persen setiap hari. "Eco enzim ini mesti dimaksimalkan dan bisa menjadi salah satu solusi mengatasi persoalan sampah di Buleleng," ucapnya.
Dia menambahkan hal ini sesuai dengan Kebijakan Strategis Daerah (Jakstrada) dalam pengelolaan sampah. Buleleng memiliki target mengurangi timbulan sampah hingga 30 persen tahun 2025. Untuk mewujudkan hal tersebut pihak DLH menggencarkan penyuluhan eco enzim hingga ke desa-desa. "Karena program yang lain, seperti pengolahan sampah menjadi kompos dan bank sampah kan sudah jalan. Sekarang kami sedang maksimalkan eco enzim. Selain caranya mudah, manfaatnya juga banyak," tambah Pribadi.
Mantan Camat Gerokgak ini menuturkan, hingga saat ini sudah ada lima desa yang memproduksi eco enzim dalam skala besar. Yakni Desa Kerobokan, Desa Dencarik, Desa Kayu Putih, Desa Tampekan, dan Desa Bengkel. Ke depan, dia menargetkan program ini bisa dijalankan di seluruh desa di Bumi Panji Sakti ini. "Kami akan koordinasikan dengan Dinas PMD, karena diperlukan pembiayaan untuk pengadaan molase. Mudah-mudahan tahun depan pengadaannya bisa dianggarkan dari dana APBDes," sambungnya.
Perbekel Kerobokan Putu Wisnu Wardana menyebut pengolahan sampah organik menjadi eco enzim ini sejalan dengan program ketahanan pangan yang digagas Pemerintah Desa. Saat ini, desa ini memiliki demplot tanaman hortikultura seluas dua are. Rencananya eco enzim ini akan digunakan sebagai pupuk cair di lahan percontohan tersebut. "Kami sudah melakukan pembibitan, dan rencananya hasil panen eco enzim ini akan kami jadikan pupuk cair untuk tanaman pada demplot yang kami buat,” tuturnya.
Jelas Putu Wisnu, pihaknya masih fokus memantapkan pembuatan eco enzim dengan memberdayakan tenaga di TPST setempat. Dia menargetkan, pengolahan sampah organik menjadi eco enzim ini akan diterapkan di 872 KK di desa serta tiga subak di wilayah desa ini, yakni Subak Lanyahan, Subak Babakan, dan Subak Kloncing. "Ke depan kami akan edukasi warga, agar bisa mengolah sampah rumah tangganya menjadi eco enzim. Dengan demikian volume sampah yang masuk ke TPST semakin berkurang," ujarnya.
Untuk mengolah sampah menjadi eco enzim pihak desa menyediakan dua buah tong berukuran besar. Di masing-masing tong tersebut dilarutkan 170 liter air, 51 kilogram sampah dan 17 liter cairan molase. Dari proses tersebut sudah mampu mengolah 102 kg sampah organik khusus limbah sayur dan buah-buahan menjadi 400-an liter cairan eco enzim. Eco enzim tersebut baru bisa dipanen tiga bulan mendatang. Eco enzim selain bisa dijadikan pupuk organik, juga bermanfaat untuk pembersih kotoran pakaian, lantai, piring, perabotan lain, dan mengusir hama.
"Astungkara nanti kami bisa lebih banyak lagi mengolah eco enzim sehingga sampah semakin berkurang," tutup Wardana.*cr75
Kata dia, sampah organik khususnya limbah sayur dan buah-buahan, bisa dimanfaatkan dengan cara diolah menjadi eco enzim. Cairan ini segudang manfaat pertama kali ditemukan dan dikembangkan di Thailand, namun belum cukup populer di Buleleng. Selama ini, pengolahan sampah organik hanya difokuskan untuk pupuk kompos. Sejumlah Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) di Buleleng hanya mengolah sampah organiknya menjadi pupuk kompos.
Hingga saat ini ada 10 desa yang dilibatkan DLH dalam penyuluhan pembuatan eco enzim. Salah satu desa yang sudah mendapatkan pelatihan adalah Desa Kerobokan, Kecamatan Sawan, Buleleng. Hasil pelatihan itu kemudian dipraktikkan dengan membuat eco enzim dalam skala besar yang dilaksanakan di TPST desa setempat, Selasa (21/7). Kini Desa Kerobokan menjadi salah satu dari lima desa yang memproduksi eco enzim dalam jumlah besar dari sampah organik yang dikelola TPST desa.
Putu Ariadi Pribadi meyakini pengolahan sampah organik khususnya sampah sayur dan buah menjadi eco enzim bisa menjadi alternatif untuk mengurangi volume timbulan sampah di Buleleng. Berkat pengolahan sampah organik menjadi eco enzim, 300 ton timbulan sampah di Buleleng menjadi berkurang hingga dua persen setiap hari. "Eco enzim ini mesti dimaksimalkan dan bisa menjadi salah satu solusi mengatasi persoalan sampah di Buleleng," ucapnya.
Dia menambahkan hal ini sesuai dengan Kebijakan Strategis Daerah (Jakstrada) dalam pengelolaan sampah. Buleleng memiliki target mengurangi timbulan sampah hingga 30 persen tahun 2025. Untuk mewujudkan hal tersebut pihak DLH menggencarkan penyuluhan eco enzim hingga ke desa-desa. "Karena program yang lain, seperti pengolahan sampah menjadi kompos dan bank sampah kan sudah jalan. Sekarang kami sedang maksimalkan eco enzim. Selain caranya mudah, manfaatnya juga banyak," tambah Pribadi.
Mantan Camat Gerokgak ini menuturkan, hingga saat ini sudah ada lima desa yang memproduksi eco enzim dalam skala besar. Yakni Desa Kerobokan, Desa Dencarik, Desa Kayu Putih, Desa Tampekan, dan Desa Bengkel. Ke depan, dia menargetkan program ini bisa dijalankan di seluruh desa di Bumi Panji Sakti ini. "Kami akan koordinasikan dengan Dinas PMD, karena diperlukan pembiayaan untuk pengadaan molase. Mudah-mudahan tahun depan pengadaannya bisa dianggarkan dari dana APBDes," sambungnya.
Perbekel Kerobokan Putu Wisnu Wardana menyebut pengolahan sampah organik menjadi eco enzim ini sejalan dengan program ketahanan pangan yang digagas Pemerintah Desa. Saat ini, desa ini memiliki demplot tanaman hortikultura seluas dua are. Rencananya eco enzim ini akan digunakan sebagai pupuk cair di lahan percontohan tersebut. "Kami sudah melakukan pembibitan, dan rencananya hasil panen eco enzim ini akan kami jadikan pupuk cair untuk tanaman pada demplot yang kami buat,” tuturnya.
Jelas Putu Wisnu, pihaknya masih fokus memantapkan pembuatan eco enzim dengan memberdayakan tenaga di TPST setempat. Dia menargetkan, pengolahan sampah organik menjadi eco enzim ini akan diterapkan di 872 KK di desa serta tiga subak di wilayah desa ini, yakni Subak Lanyahan, Subak Babakan, dan Subak Kloncing. "Ke depan kami akan edukasi warga, agar bisa mengolah sampah rumah tangganya menjadi eco enzim. Dengan demikian volume sampah yang masuk ke TPST semakin berkurang," ujarnya.
Untuk mengolah sampah menjadi eco enzim pihak desa menyediakan dua buah tong berukuran besar. Di masing-masing tong tersebut dilarutkan 170 liter air, 51 kilogram sampah dan 17 liter cairan molase. Dari proses tersebut sudah mampu mengolah 102 kg sampah organik khusus limbah sayur dan buah-buahan menjadi 400-an liter cairan eco enzim. Eco enzim tersebut baru bisa dipanen tiga bulan mendatang. Eco enzim selain bisa dijadikan pupuk organik, juga bermanfaat untuk pembersih kotoran pakaian, lantai, piring, perabotan lain, dan mengusir hama.
"Astungkara nanti kami bisa lebih banyak lagi mengolah eco enzim sehingga sampah semakin berkurang," tutup Wardana.*cr75
Komentar