Warga Pejeng Datangi BPN Gianyar
Tolak Tanah Teba/Tegalan Dijadikan PKD
Kami sudah lapor polisi. Yang jelas menurut kami, ada pemalsuan.
GIANYAR, NusaBali
Keberatan atas tanah teba (pekarangan bagian belakang) dan tegalan dijadikan tanah PKD (Pekarangan Desa), sekitar 50 krama Desa Adat Jro Kuta Pejeng dan Desa Adat Panglan, Desa Pejeng, Kecamatan Tampaksiring, Gianyar, mendatangi Kantor Badan Pertanahan Negara (BPN) Gianyar, Rabu (22/7) pagi.
50 krama ini perwakilan dari 70 pekarangan adat yang datang mempertanyakan sertifikasi tanah PKD yang diterbitkan BPN, tanpa sosialisasi. Sekitar Pukul 10.00 Wita, satu persatu krama berdatangan ke Kantor BPN Gianyar. Mereka berasal dari Banjar Intaran, Banjar Pande, Banjar Puseh, Banjar Guliang, serta Krama Desa Adat Panglan. Hingga di depan Kantor BPN, mereka berpencar untuk menjaga jarak untuk mencegah penularan Covid-19. Perwakilan masing-masing banjar diterima oleh BPN dalam ruangan tertutup.
Usai pertemuan, perwakilan krama yang pengacara, Putu Puspawati SH mengungkapkan kedatangannya ke BPN untuk menindaklanjuti surat keberatan dari warga Desa Pejeng. Bahwa tanpa sepengetahuan warga, tanah-tanah mereka dijadikan PKD. "Warga dan kami tidak mau tanah kami semuanya disertifikatkan jadi hak milik desa adat atau PKD," jelasnya.
Kata dia, warga keberatan tanah teba/tegalannya dijadikan PKD karena selama ini pemilik tanah itu rutin menerima SPPT (surat pemberitahuan pajak terhutang). "Karena ada SPPT masing-masing warga. Baik berupa teba maupun tegal. Di samping itu, PKD itu pun tidak jelas mana batas-batasnya. Kami juga tidak tahu menahu juga proses permohonan sertifikat tersebut," jelasnya.
Puspawati menjelaskan, warga menduga ada indikasi pemalsuan surat-surat hingga terbit sertifikat tanah warga jadi PKD. "Kami sudah lapor polisi. Yang jelas menurut kami, ada pemalsuan. Untuk perkembangannya, siapa jadi tersangka atau saksi itu pengembangan di ranah kepolisian," terangnya.
Bagaimana tanggapan BPN Gianyar atas kedatangan tersebut, menurut Putu Puspawati, BPN Gianyar memberikan waktu. "Jawaban BPN, kami diberikan waktu sampai Agustus ini, para pihak yang keberatan diberikan waktu ajukan keberatan sampai Agustus. Bagi yang tidak keberatan, sertifikat akan diserahkan. Dengan risiko tanah teba mereka jadi tanah PKD, yang keberatan tidak akan dikeluarkan sertifikat," jelas Putu Puspawati.
50 krama ini perwakilan dari 70 pekarangan adat yang datang mempertanyakan sertifikasi tanah PKD yang diterbitkan BPN, tanpa sosialisasi. Sekitar Pukul 10.00 Wita, satu persatu krama berdatangan ke Kantor BPN Gianyar. Mereka berasal dari Banjar Intaran, Banjar Pande, Banjar Puseh, Banjar Guliang, serta Krama Desa Adat Panglan. Hingga di depan Kantor BPN, mereka berpencar untuk menjaga jarak untuk mencegah penularan Covid-19. Perwakilan masing-masing banjar diterima oleh BPN dalam ruangan tertutup.
Usai pertemuan, perwakilan krama yang pengacara, Putu Puspawati SH mengungkapkan kedatangannya ke BPN untuk menindaklanjuti surat keberatan dari warga Desa Pejeng. Bahwa tanpa sepengetahuan warga, tanah-tanah mereka dijadikan PKD. "Warga dan kami tidak mau tanah kami semuanya disertifikatkan jadi hak milik desa adat atau PKD," jelasnya.
Kata dia, warga keberatan tanah teba/tegalannya dijadikan PKD karena selama ini pemilik tanah itu rutin menerima SPPT (surat pemberitahuan pajak terhutang). "Karena ada SPPT masing-masing warga. Baik berupa teba maupun tegal. Di samping itu, PKD itu pun tidak jelas mana batas-batasnya. Kami juga tidak tahu menahu juga proses permohonan sertifikat tersebut," jelasnya.
Puspawati menjelaskan, warga menduga ada indikasi pemalsuan surat-surat hingga terbit sertifikat tanah warga jadi PKD. "Kami sudah lapor polisi. Yang jelas menurut kami, ada pemalsuan. Untuk perkembangannya, siapa jadi tersangka atau saksi itu pengembangan di ranah kepolisian," terangnya.
Bagaimana tanggapan BPN Gianyar atas kedatangan tersebut, menurut Putu Puspawati, BPN Gianyar memberikan waktu. "Jawaban BPN, kami diberikan waktu sampai Agustus ini, para pihak yang keberatan diberikan waktu ajukan keberatan sampai Agustus. Bagi yang tidak keberatan, sertifikat akan diserahkan. Dengan risiko tanah teba mereka jadi tanah PKD, yang keberatan tidak akan dikeluarkan sertifikat," jelas Putu Puspawati.
Dari puluhan krama tersebut, total luas lahan yang keberatan dijadikan PKD sekitar 9 hektare. Tanah tersebut sudah ada SPPT atas nama leluhur dan ada pula yang sudah diturunkan pada ahli waris. Mereka juga telah melaporkan prajuru adat serta unsur terkait ke kepolisian.
Ditambahkan warga lain, I Ketut Sugiarta, dalam pertemuan dengan petugas BPN diketahui permohonan sertifikasi itu sejak tahun 2018 dan penerbitan sertifikat tahun 2019. "Pihak BPN memberikan waktu kepada kami untuk menyampaikan keberatan hingga Agustus 2020," terangnya. Dikonfirmasi terpisah, Bendesa Desa Adat Jro Kuta Pejeng Tjokorda Gde Putra Pemayun, saat dihubungi via handphonenya, terdengar ada nada dering. Namun tak ada yang mengangkat. Dihubungi via pesan singkat juga belum ada jawaban.*nvi
Komentar