Hari Kerja Dipotong, Petugas Sampah Masadu ke Dewan
Sopir truk yang diupah Rp 70 ribu per hari, kehilangan Rp 140 ribu setiap bulannya, tenaga angkut sampah yang mendapat Rp 45 ribu per harinya kehilangan Rp 90 ribu per bulan.
SINGARAJA, NusaBali
Puluhan sopir dan tenaga angkut sampah Tenaga Harian Lepas (THL) Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Buleleng, Jumat (24/7) pagi, menggerudug Kantor DRPR Buleleng. Mereka masadu lantaran sejak tiga bulan terakhir jumlah hari kerja dipotong dua hari setiap bulannya sehingga berimbas pada penghasilan yang diperoleh.
Puluhan THL diterima langsung oleh Ketua DPRD Buleleng, Gede Supriatna, didampingi Sekwan DPRD, Putu Dana. Koordinator aksi, Gede Suardika menyampaikan pemotongan waktu kerja selama dua hari setiap bulan itu sangat berarti. Sopir truk pengangkut sampah yang diupah Rp 70 ribu per hari, kehilangan Rp 140 ribu setiap bulannya, sedangkan tenaga angkut sampah yang mendapat upah Rp 45 ribu per harinya kehilangan penghasilan Rp 90 ribu per bulan.
“Kami mengadu ke sini karena sudah tidak tahu mau kemana, dua bulan lalu sempat sampaikan ke Bapak Kadis dan rapat, tetapi sampai sekarang tidak ada kabar jalan keluarnya. Apalagi kami dengar kondisi ini akan berlangsung sampai akhir tahun lalu,” kata Suardika.
Sopir dan tenaga angkut sampah juga mengadukan pemeliharaan truk pengangkut sampah, kadang kala mogok. Dan saat ban bocor, sopir harus menalangi ongkos tambal ban. “Memang sudah ada bengkel kerjasamanya, tetapi yang sekarang tidak bagus, beda dengan yang dulu servis rutin tiap bulan,” imbuh dia.
Kondisi lain yang dikeluhkan soal jaminan kesehatan yang terjadi saat bekerja. Tenaga angkut sampah saat terluka dalam pekerjaannya seperti kaki kena paku disebut kelalaian, biaya pengobatannya tak ditanggung tempat mereka bekerja. “Kami harapannya ada perhatianlah soal ini, bagaimanapun kami bekerja di pekerjaan berisiko tinggi, rentan kena penyakit juga,” jelas dia.
Sementara itu dikonfirmasi terpisah Jumat petang, Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana, memutuskan untuk mengembalikan hari kerja sopir truk dan tenaga pengangkut sampah menjadi 30 hari. “Saya sudah terima laporannya dan saya menyeujui dikembalikan seperti semula, nanti akan dibahas kembali di anggaran perubahan,” kata Bupati asal Desa Banyuatis, Kecamatan Banjar Buleleng ini.
Sedangkan untuk servis kendaraan operasional, kata Bupati PAS, memang harus melalui pihak ketiga yang dapat dipertanggungjawabkan dan sesuai dengan aturan yang berlaku sesuai prinsip penggunaan anggaran. “Termasuk nanti BPJS Ketenagakerjaani akan dilakukan penjajagan kalau memang diperlukan, tetapi memprioritaskan yang paling berisiko,” tegas dia.
Sebelumnya Sekretaris DLH Buleleng, Ariston Adhi Pamungkas mengatakan persoalan pemotongan hari kerja, dua hari setiap bulannya bagi THL, sudah dikomunikasikan lantaran DLH terkena refocusing anggaran sejak Maret lalu untuk penanganan Covid-19. “Kami pikir ini adalah sumbatan komunikasi jajaran DLH di administrasi dengan rekan kami di lapangan,” kata dia.
Kendaraan angkut sampah di Buleleng saat ini ada 26 unit truk, beberapa di antaranya kondisinya sudah tua dengan 12 jam oeprasional setiap harinya. Tahun ini DLH Buleleng menganggarkan Rp 900 juta khusus untuk biaya pemeliharaan 26 truk, 2 mobil pick up dan 8 roda tiga pengangkut sampah. “Pada intinya tidak ada masud kami pemerintah membiarkan kendaraan tidak aman untuk pekerja,” tegas Ariston. *k23
Puluhan THL diterima langsung oleh Ketua DPRD Buleleng, Gede Supriatna, didampingi Sekwan DPRD, Putu Dana. Koordinator aksi, Gede Suardika menyampaikan pemotongan waktu kerja selama dua hari setiap bulan itu sangat berarti. Sopir truk pengangkut sampah yang diupah Rp 70 ribu per hari, kehilangan Rp 140 ribu setiap bulannya, sedangkan tenaga angkut sampah yang mendapat upah Rp 45 ribu per harinya kehilangan penghasilan Rp 90 ribu per bulan.
“Kami mengadu ke sini karena sudah tidak tahu mau kemana, dua bulan lalu sempat sampaikan ke Bapak Kadis dan rapat, tetapi sampai sekarang tidak ada kabar jalan keluarnya. Apalagi kami dengar kondisi ini akan berlangsung sampai akhir tahun lalu,” kata Suardika.
Sopir dan tenaga angkut sampah juga mengadukan pemeliharaan truk pengangkut sampah, kadang kala mogok. Dan saat ban bocor, sopir harus menalangi ongkos tambal ban. “Memang sudah ada bengkel kerjasamanya, tetapi yang sekarang tidak bagus, beda dengan yang dulu servis rutin tiap bulan,” imbuh dia.
Kondisi lain yang dikeluhkan soal jaminan kesehatan yang terjadi saat bekerja. Tenaga angkut sampah saat terluka dalam pekerjaannya seperti kaki kena paku disebut kelalaian, biaya pengobatannya tak ditanggung tempat mereka bekerja. “Kami harapannya ada perhatianlah soal ini, bagaimanapun kami bekerja di pekerjaan berisiko tinggi, rentan kena penyakit juga,” jelas dia.
Sementara itu dikonfirmasi terpisah Jumat petang, Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana, memutuskan untuk mengembalikan hari kerja sopir truk dan tenaga pengangkut sampah menjadi 30 hari. “Saya sudah terima laporannya dan saya menyeujui dikembalikan seperti semula, nanti akan dibahas kembali di anggaran perubahan,” kata Bupati asal Desa Banyuatis, Kecamatan Banjar Buleleng ini.
Sedangkan untuk servis kendaraan operasional, kata Bupati PAS, memang harus melalui pihak ketiga yang dapat dipertanggungjawabkan dan sesuai dengan aturan yang berlaku sesuai prinsip penggunaan anggaran. “Termasuk nanti BPJS Ketenagakerjaani akan dilakukan penjajagan kalau memang diperlukan, tetapi memprioritaskan yang paling berisiko,” tegas dia.
Sebelumnya Sekretaris DLH Buleleng, Ariston Adhi Pamungkas mengatakan persoalan pemotongan hari kerja, dua hari setiap bulannya bagi THL, sudah dikomunikasikan lantaran DLH terkena refocusing anggaran sejak Maret lalu untuk penanganan Covid-19. “Kami pikir ini adalah sumbatan komunikasi jajaran DLH di administrasi dengan rekan kami di lapangan,” kata dia.
Kendaraan angkut sampah di Buleleng saat ini ada 26 unit truk, beberapa di antaranya kondisinya sudah tua dengan 12 jam oeprasional setiap harinya. Tahun ini DLH Buleleng menganggarkan Rp 900 juta khusus untuk biaya pemeliharaan 26 truk, 2 mobil pick up dan 8 roda tiga pengangkut sampah. “Pada intinya tidak ada masud kami pemerintah membiarkan kendaraan tidak aman untuk pekerja,” tegas Ariston. *k23
Komentar