Siapkan Anak-anak Bekompetisi Makendang
Sanggar Seni Semara Jaya di Banjar Bedil, Desa Sukawati
GIANYAR, NusaBali
Pandemi Covid-19 tidak meredupkan aktivitas Sanggar Seni Semara Jaya di Banjar Bedil, Desa/Kecamatan Sukawati, Gianyar.
Sanggar yang spesialis melatih anak-anak makendang ini rutin menggelar latihan. Namun demikian, pelaksanaan latihan tetap menerapkan protokol kesehatan. Jika sebelum pandemi, anak-anak bisa latihan sekaligus sekitar 30 orang. Saat pandemi, jumlahnya dibatasi. Hanya sekitar 6 sampai 8 orang per sesi. Sanggar Seni Semara Jaya sebagai wadah untuk generasi muda belajar berkesenian, dalam hal ini belajar bermain kendang. Besarnya antusias dari anak-anak untuk belajar bermain kendang, mengetuk hati I Made Kerta Suwirya selaku pendiri sanggar untuk membuka pelatihan dan pembinaan mekendang tunggal. "Dengan dibukanya pelatihan dan pembinaan mekendang tunggal, selain bertujuan untuk membentuk generasi seniman yang berkompetensi, juga memberikan ruang bagi anak-anak untuk berinteraksi dalam lingkungan sanggar, yang besar kemungkinannya bertemu dengan orang baru/teman baru. Selain itu juga pentingnya pembelajaran berkesenian sejak usia belia, untuk membentuk mental dan moral anak-anak sebagai generasi emas penerus peradaban kesenian Bali," pungkas I Made Kerta Suwirya, Jumat (31/7).
Latihan tetap dilakukan semasa pandemi karena melihat antusias anak-anak. Terlebih dampak belajar dirumahkan dan dibatasi bepergian, anak-anak mengalihkan aktifitas dengan berlatih mekendang. "Sanggar ini baru jalan 1,5 tahun. Awalnya memang spesialis melatih kendang. Tapi kini, kami sudah punya seperangkat gong jadi ada juga yang latihan megambel," jelas pria yang akrab disapa Dedung ini.
Pelatihan makendang, dibagi menjadi tiga sesi, yakni teknik dasar, madia, dan ahli. Sebagai pembina, Dedung menerjunkan anak bungsunya I Komang Kerta Kumaradika, 11, yang langganan jawara mekendang. Terakhir, Komang menorehkan prestasi sebagai juara I Lomba Mekendang Tunggal - Jauk Manis serangkaian HUT ke-248 Kota Gianyar. Selain anaknya, juga ada 3 pembina lain yakni I Ketut Cater SSn, Pande Gede Eka Mardiana SSn MSn, dan I Wayan Sudiarsa Ssn MSn. Anak-anak yang diterima di sanggar mulai usia 6 sampai 12 tahun.
Menurut salah seorang pembina, Pande Gede Eka Mardiana, teknik dasar mekendang dipahami anak-anak sekitar hampir sebulan. Teknik dasar perlu dipahami agar anak-anak memiliki pondasi yang kuat, sebelum mekendang. "Karena tidak bisa sekedar kendang itu dipukul. Anak-anak wajib tahu timre atau warna bunyi, kemudian mencari pola dan pupuh," jelasnya. Selain itu, ada faktor lain yang turut memengaruhi seorang anak tampil gagah saat mekendang. "Memang ada anak yang punya talenta. Ada yang punya semangat, ada pula yang giat belajar dari nol. Melihat antusias mereka, saya yakin semua pasti bisa," ujarnya.
Di era kekinian, Pande mengaku anak-anak lebih cepat belajar. "Karena ada media pendukung, banyak yang mengasah kemampuan dengan mendengar video mekendang di youtube. Kini masing-masing juga sudah punya kendang. Lain dengan dulu, satu alat belajarnya digilir," kenang dosen Seni Karawitan Keagaaman Hindu UNHI Denpasar dan dosen Seni Budaya Stikom Bali asal Banjar Payuk, Desa Tembuku, Bangli ini. Pande berharap, anak-anak yang berlatih mekendang terus semangat. "Karena bagaimana pun, ragam budaya gamelan Bali erat kaitan dengan proses kebudayaan dan agama.*nvi
Latihan tetap dilakukan semasa pandemi karena melihat antusias anak-anak. Terlebih dampak belajar dirumahkan dan dibatasi bepergian, anak-anak mengalihkan aktifitas dengan berlatih mekendang. "Sanggar ini baru jalan 1,5 tahun. Awalnya memang spesialis melatih kendang. Tapi kini, kami sudah punya seperangkat gong jadi ada juga yang latihan megambel," jelas pria yang akrab disapa Dedung ini.
Pelatihan makendang, dibagi menjadi tiga sesi, yakni teknik dasar, madia, dan ahli. Sebagai pembina, Dedung menerjunkan anak bungsunya I Komang Kerta Kumaradika, 11, yang langganan jawara mekendang. Terakhir, Komang menorehkan prestasi sebagai juara I Lomba Mekendang Tunggal - Jauk Manis serangkaian HUT ke-248 Kota Gianyar. Selain anaknya, juga ada 3 pembina lain yakni I Ketut Cater SSn, Pande Gede Eka Mardiana SSn MSn, dan I Wayan Sudiarsa Ssn MSn. Anak-anak yang diterima di sanggar mulai usia 6 sampai 12 tahun.
Menurut salah seorang pembina, Pande Gede Eka Mardiana, teknik dasar mekendang dipahami anak-anak sekitar hampir sebulan. Teknik dasar perlu dipahami agar anak-anak memiliki pondasi yang kuat, sebelum mekendang. "Karena tidak bisa sekedar kendang itu dipukul. Anak-anak wajib tahu timre atau warna bunyi, kemudian mencari pola dan pupuh," jelasnya. Selain itu, ada faktor lain yang turut memengaruhi seorang anak tampil gagah saat mekendang. "Memang ada anak yang punya talenta. Ada yang punya semangat, ada pula yang giat belajar dari nol. Melihat antusias mereka, saya yakin semua pasti bisa," ujarnya.
Di era kekinian, Pande mengaku anak-anak lebih cepat belajar. "Karena ada media pendukung, banyak yang mengasah kemampuan dengan mendengar video mekendang di youtube. Kini masing-masing juga sudah punya kendang. Lain dengan dulu, satu alat belajarnya digilir," kenang dosen Seni Karawitan Keagaaman Hindu UNHI Denpasar dan dosen Seni Budaya Stikom Bali asal Banjar Payuk, Desa Tembuku, Bangli ini. Pande berharap, anak-anak yang berlatih mekendang terus semangat. "Karena bagaimana pun, ragam budaya gamelan Bali erat kaitan dengan proses kebudayaan dan agama.*nvi
1
Komentar