Matarantai, Suarakan Keresahan di Jalur Anarcho Punk
GIANYAR, NusaBali
Pergerakan karya-karya yang dilakukan para musisi atau grup musik di Bali kian menunjukkan taringnya, seperti yang diperlihatkan grup music Matarantai, salah satu band pengusung aliran Anarcho Punk.
Sejak dibentuk pertengahan 2015 lalu, band asal Desa Singapadu, Kecamatan Sukawati, Gianyar ini tetap eksis sampai sekarang bahkan di tengah pandemi covid 19 tetap berkarya.
Awalnya band ini mengisi acara bazar di banjar, pentas seni di sekolah sampai akhirnya karir bermusik band yang digawangi Mars Pradana (vocal), Yoga Pratama (Lead Guitar), Odont (Ryhtem Guitar) Yande (Bass) dan Tembbo (drum) makin berkembang seiring anarcho punk mendapat tempat di hati kalangan penggemar punk di Bali.
Matarantai kerap diundang pentas dari satu panggung ke panggung lain di seluruh daerah di Bali, diantaranya Pica Fest, Gianyar Youth Fest, acara kampus, bar yang ada di objek wisata seperti twice bar Kuta milik Jerinx drummer SID dan acara charity kemanusiaan dengan misi sosial.
Berbeda dari mayoritas grup musik lainnya, Matarantai tidak mementingkan popularitas tetapi memikirkan bagaimana cara musik dapat menjadi media untuk melawan ketidakadilan, korupsi, intimidasi dan hal-hal negatif lain yang terjadi. Itu sebabnya, karya karya mereka sarat mengangkat keresahan terhadap isu sosial politik di negeri ini, juga isu lingkungan tentang pentingnya menjaga bumi.
“Kami menyuarakan perubahan atau kritikan melalui karya musik,” ujar Mars Pradana, sang vokalis sekaligus pencipta lagu-lagu Matarantai, Minggu (2/8).
Lirik-lirik lagu Matarantai berupa teriakan protes, rasa marah dan kejenuhan berkompromi dengan mafia-mafia yang merongrong negeri ini, seperti dalam single pertama Matarantai yang berjudul “Sengsara Negeri” yang mengisahkan negeri yang kaya akan sumber daya alam tetapi justru rakyatnya sengsara.
Begitu pula pada single kedua berjudul “Egoria Kekuasaan” yang menyuarakan agar penguasa tidak merampas yang bukan miliknya. Selanjutnya berturut-turut tercipta lagu berjudul Korupsi Gila, Ini Tentang Keadilan Negeri, Manipulasi Demokrasi, dan Semangat Muda Semangat Baru.
“Astungkara tahun 2021 kami akan meluncurkan album perdana bertajuk Sengsara Negeri yang berisikan 10 lagu, peluncuran ini bentuk keseriusan kami untuk tetap berkarya dalam bermusik,” ungkap Mars Pradana yang mengaku banyak terinspirasi dari band Marjinal sehingga tiap kali tampil kerap membawakan lagu “Boikot” dari cover Marjinal.
Ditambahkan Mars Pradana, kendati menganut anarcho punk namun tidak serta merta lagu-lagu ciptaan Matarantai temponya selalu cepat dan beatnya menghentak, namun terkadang temponya sedang sehingga artikulasi lagu lebih terdengar.
Kenapa anarcho punk? Menurut Mars Pradana yang kesehariannya sebagai staf Bagian Protokol dan Pimpinan Administrasi Pemkab Gianyar, karena dia menemukan jati diri anarcho punk dalam grup bandnya.
“Anarcho punk cocok dalam tubuh Matarantai karena bukan sekadar genre musik, melainkan sebagai landasan kebebasan dalam berekspresi,” jelas Mars Pradana, yang sudah nge band sejak kuliah mengusung hardcore. *nvi
Awalnya band ini mengisi acara bazar di banjar, pentas seni di sekolah sampai akhirnya karir bermusik band yang digawangi Mars Pradana (vocal), Yoga Pratama (Lead Guitar), Odont (Ryhtem Guitar) Yande (Bass) dan Tembbo (drum) makin berkembang seiring anarcho punk mendapat tempat di hati kalangan penggemar punk di Bali.
Matarantai kerap diundang pentas dari satu panggung ke panggung lain di seluruh daerah di Bali, diantaranya Pica Fest, Gianyar Youth Fest, acara kampus, bar yang ada di objek wisata seperti twice bar Kuta milik Jerinx drummer SID dan acara charity kemanusiaan dengan misi sosial.
Berbeda dari mayoritas grup musik lainnya, Matarantai tidak mementingkan popularitas tetapi memikirkan bagaimana cara musik dapat menjadi media untuk melawan ketidakadilan, korupsi, intimidasi dan hal-hal negatif lain yang terjadi. Itu sebabnya, karya karya mereka sarat mengangkat keresahan terhadap isu sosial politik di negeri ini, juga isu lingkungan tentang pentingnya menjaga bumi.
“Kami menyuarakan perubahan atau kritikan melalui karya musik,” ujar Mars Pradana, sang vokalis sekaligus pencipta lagu-lagu Matarantai, Minggu (2/8).
Lirik-lirik lagu Matarantai berupa teriakan protes, rasa marah dan kejenuhan berkompromi dengan mafia-mafia yang merongrong negeri ini, seperti dalam single pertama Matarantai yang berjudul “Sengsara Negeri” yang mengisahkan negeri yang kaya akan sumber daya alam tetapi justru rakyatnya sengsara.
Begitu pula pada single kedua berjudul “Egoria Kekuasaan” yang menyuarakan agar penguasa tidak merampas yang bukan miliknya. Selanjutnya berturut-turut tercipta lagu berjudul Korupsi Gila, Ini Tentang Keadilan Negeri, Manipulasi Demokrasi, dan Semangat Muda Semangat Baru.
“Astungkara tahun 2021 kami akan meluncurkan album perdana bertajuk Sengsara Negeri yang berisikan 10 lagu, peluncuran ini bentuk keseriusan kami untuk tetap berkarya dalam bermusik,” ungkap Mars Pradana yang mengaku banyak terinspirasi dari band Marjinal sehingga tiap kali tampil kerap membawakan lagu “Boikot” dari cover Marjinal.
Ditambahkan Mars Pradana, kendati menganut anarcho punk namun tidak serta merta lagu-lagu ciptaan Matarantai temponya selalu cepat dan beatnya menghentak, namun terkadang temponya sedang sehingga artikulasi lagu lebih terdengar.
Kenapa anarcho punk? Menurut Mars Pradana yang kesehariannya sebagai staf Bagian Protokol dan Pimpinan Administrasi Pemkab Gianyar, karena dia menemukan jati diri anarcho punk dalam grup bandnya.
“Anarcho punk cocok dalam tubuh Matarantai karena bukan sekadar genre musik, melainkan sebagai landasan kebebasan dalam berekspresi,” jelas Mars Pradana, yang sudah nge band sejak kuliah mengusung hardcore. *nvi
Komentar