Prof Kun Adnyana Janji Mengabdi untuk Pemajuan Seni dan Budaya
Dikukuhkan Jadi Guru Besar, Kadis Kebudayaan Bali Bawakan Orasi Ilmiah ‘Seni Virtual Bali di Masa Pandemi’
Proses pengusulan guru besar sudah dimulai pada Oktober 2018, sebelum Prof Dr I Wayan ‘Kun’ Adnyana SSn MSn dipercaya menjabat sebagai Kadis Kebudayaan Provinsi Bali oleh Gubernur Wayan Koster
DENPASAR, NusaBali
Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, Prof Dr I Wayan ‘Kun’ Adnyana SSn MSn, 44, telah dikukuhkan menjadi Guru Besar Bidang Sejarah Seni Rupa ISI Denpasar saat perayaan Dies Natalis XVII ISI Denpasar, Selasa (28/7) lalu. Setelah sandang gelar guru besar, Prof Kun Adnyana janji akan mengabdikan keilmuannya unyuk pemajuan seni dan budaya.
Pengukuhan Prof Kun Adnyana ini dilakukan bersamaan dengan Prof Dr Drs I Gede Mugi Raharja MSn, 57, Guru Besar Bidang Ilmu Kajian Desain Interior ISI Denpasar. Pengukuhan hari itu dihadiri langsung Gubernur Bali Dr Ir Wayan Koster MM, selaku Ketua Dewan Penyantun ISI Denpasar. Dengan pengukuhan Prof Kun Adnyana dan Prof Mugi Raharja, maka ISI Denpasar kini memiliki 9 guru besar.
Ada pun 7 guru besar lainnya, masing-masing Prof Dr Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati MSi alias Cok Ace (mantan Bupati Gianyar yang kini Wakil Gubernur Bali), Prof Dr I Gede Arya Sugiartha SSKar MHum (Rektor ISI Denpasar), Prof Dr Drs I Nyoman Artayasa MKes (Wakil Rektor Bidang Akademik, Kemahasiswaan dan Alumni), Prof Dr Drs I Made Gede Arimbawa MSn, dan Prof Dr I Nyoman Sedana MA, Prof Dr I Wayan Rai S MA (Rektor ISBI Tanah Papua), Prof Dr I Wa-yan Dibia yang diperpanjang pengabdiannya.
Dalam orasi ilmiahnya saat acara pengukuhan guru besar, Prof Kun Adnyana mengangkat tentang ‘Seni Virtual Bali di Masa Pandemi (Kajian Estetika dan Refleksi Kesejarahan)’. Prof Kun Adnyana menyebutkan, seni virtual Bali di masa pandemi Covid-19 secara artistik menunjuk pada penayangan rekaan citra waktu dalam format video virtual. Rekaan citra waktu (realitas virtual) dikreasi melalui teknik ko-lase, montase, dan virtualisasi. Teknik kolase menghadirkan jejeran berbagai realitas rekaman dalam satu bingkai tayangan.
“Realitas yang terjadi pada ruang dan tempat yang berbeda, hadir serentak dalam sebingkai format tayang. Biasanya, perbedaan dan keberagaman shot dari rekaman tersebut, pada bingkai tayangan disambungkan oleh elemen bunyi, cahaya/optik, dan teks. Realitas yang terekam hadir bersamaan, kadang melalui teknologi informasi dalam jaringan (daring),” jelas Prof Kun Adnyana.
Kemudian secara estetika, karya seni virtual seniman Bali di masa pandemi Covid-19 merupakan refleksi situasi sosial sehari-hari dan renungan tentang kondisi atau kekuatan niskala. Ulang-alik antara realitas sehari-hari dengan kehendak menyentuh konsep-konsep gaib yang bersifat niskala, mewujud menjadi karya video virtual berbasis estetika simulakrum.
“Realitas virtual yang dimunculkan sama sekali bukan tiruan dari realitas sehari-hari, melainkan dikonstruksi secara sadar oleh seniman dengan menggunakan perangkat teknik artistik,” papar akademisi kelahiran 4 April 1976 asal Banjar Tanggahan Peken, Desa Sulahan, Kecamatan Susut, Bangli ini.
Prof Kun Adnyana mengaku bersyukur, karena proses yang dijalaninya selama hampir setahun telah berjalan dengan baik, kendati selama berproses tentu ada kendala-kendala yang harus dipecahkan. Proses pengusulan guru besarnya dimulai pada Oktober 2018, sebelum Prof Kun Adnyana dipercaya menjabat sebagai Kadis Kebudayaan Provinsi Bali oleh Gubernur Wayan Koster.
Selain harus memenuhi syarat khusus yakni jurnal ilmiah internasional bereputasi, namun juga ada penilaian reputasi keilmuan selama ini baik akademik maupun non akademik. Termasuk mendapatkan rekomendasi guru besar eksternal. Dalam hal ini, guru besar yang memberikannya rekomendasi antara lain dari Universitas Udayana, ISI Jogjakarta, dan ITB Bandung.
Setelah selama hampir satu tahun berproses, Surat Keputusan (SK) pun keluar pada 1 Agustus 2019. “Dari waktu pengusulan, dinilai angka kreditnya, dinilai karya ilmiahnya. Ada perbaikan juga, termasuk menambah reviewer dari eksternal. Semua prosesnya sebelum tiang menjadi Kadis, jadi tidak ada hambatan dalam membagi waktu,” jelas Prof Kuhn Adnyana saat dikonfirmasi NusaBali, akhir pekan kemarin.
Sebelum dipercaya menjabat Kadis Kebudayaan Provinsi Bali, awal tahun 2019 lalu, Prof Kun Adnyana sempat mengawali kariernya menjadi wartawan di salah satu media lokal di Bali. Itu terjadi tahun 2002 silam. Namun, profesi itu hanya dijalani kurang dari setahun. Begitu ada kesempatan, Prof Kun Adnyana langsung mengambil peluang menjadi dosen di ISI Denpasar tahun 2003.
Beberapa tahun kemudian, Prof Kun Adnyana menjalani tugas belajar S2 Pengkajian Seni Rupa di ISI Jogjakarta periode 2006-2008. Selanjutnya, ayah dua anak dari pernikahannya dengan Ayu Ketut Putri Rahayuning ini melanjutkan program S3 Pengkajian Seni Rupa di ISI Jogjakarta periode 2011-2015.
Selama menjadi dosen di ISI Denpasar, Prof Kun Adnyana juga sempat mengemban jabatan struktural. Di antaranya, menjadi Koordinator Pusat Penerbitan Lembaga Penelitian, Pengabdian Masyarakat, dan Pengembangan Pendidikan (LP2MPP) ISI Denpasar tahun 2016. Setahun kemudian, dia dipercaya memikul tugas sebagai Ketua LP2MPP ISI Denpasar, sebelum akhirnya ditarik Gubernur Koster menjadi Kadis Kebudayaan Provinsi Bali.
Sepanjang menjadi dosen ISI Denpasar, Prof Kun Adnyana pernah memenangkan kompetisi nasional Skema Penelitian, Penciptaan, dan Penyajian Seni (P3S) dari Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) tahun 2017). Selain itu, juga memenangkan hibah penelitian Disertasi Doktor dari Kementerian Pendidikan Nasional (2014), serta hibah penelitian P3SWOT Biro Kerjasama Luar Negeri Kementerian Pendidikan Nasional (2007).
Prof Kun Adnyana juga sempat meraih penghargaan Dosen Berprestasi 1 ISI Denpasar (2016), Widya Pataka Awards (bidang kritik seni rupa) dari Gubernur Bali (2007), penghargaan kompetisi seni lukis (Nominee Jakarta Art Award (2011), Nominee UOB Painting of The Year (2014, 2016).
Menurut Prof Kun Adnyana, selain secara formal dituntut untuk memiliki karya tulis ilmiah, seorang guru besar juga diharapkan bisa menginspirasi untuk melakukan hal yang terbaik dalam bidang keilmuan dan kemasyarakatan. Dalam posisi sebagai Kadis Kebudayaan Provinsi Bali, Prof Kun Adnyana mengaku akan terus mengabdikan keilmuannya terhadap pemajuan seni dan budaya.
“Saat ini, guru besar tidak boleh lagi hanya berbasis teoritik semata, tapi juga harus ikut ambil bagian dalam memecahkan masalah sosial di bidang seni budaya. Guru besar hendaknya tidak berhenti pada kecakapan dalam menata kata, tapi juga terlibat dalam beragam aktivitas atau gerakan sosial kemasyarakatan,” tandas anak sulung dari 3 bersaudara pasangan I Ketut Jenar dan Ni Nyoman Nasib ini. *ind
Pengukuhan Prof Kun Adnyana ini dilakukan bersamaan dengan Prof Dr Drs I Gede Mugi Raharja MSn, 57, Guru Besar Bidang Ilmu Kajian Desain Interior ISI Denpasar. Pengukuhan hari itu dihadiri langsung Gubernur Bali Dr Ir Wayan Koster MM, selaku Ketua Dewan Penyantun ISI Denpasar. Dengan pengukuhan Prof Kun Adnyana dan Prof Mugi Raharja, maka ISI Denpasar kini memiliki 9 guru besar.
Ada pun 7 guru besar lainnya, masing-masing Prof Dr Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati MSi alias Cok Ace (mantan Bupati Gianyar yang kini Wakil Gubernur Bali), Prof Dr I Gede Arya Sugiartha SSKar MHum (Rektor ISI Denpasar), Prof Dr Drs I Nyoman Artayasa MKes (Wakil Rektor Bidang Akademik, Kemahasiswaan dan Alumni), Prof Dr Drs I Made Gede Arimbawa MSn, dan Prof Dr I Nyoman Sedana MA, Prof Dr I Wayan Rai S MA (Rektor ISBI Tanah Papua), Prof Dr I Wa-yan Dibia yang diperpanjang pengabdiannya.
Dalam orasi ilmiahnya saat acara pengukuhan guru besar, Prof Kun Adnyana mengangkat tentang ‘Seni Virtual Bali di Masa Pandemi (Kajian Estetika dan Refleksi Kesejarahan)’. Prof Kun Adnyana menyebutkan, seni virtual Bali di masa pandemi Covid-19 secara artistik menunjuk pada penayangan rekaan citra waktu dalam format video virtual. Rekaan citra waktu (realitas virtual) dikreasi melalui teknik ko-lase, montase, dan virtualisasi. Teknik kolase menghadirkan jejeran berbagai realitas rekaman dalam satu bingkai tayangan.
“Realitas yang terjadi pada ruang dan tempat yang berbeda, hadir serentak dalam sebingkai format tayang. Biasanya, perbedaan dan keberagaman shot dari rekaman tersebut, pada bingkai tayangan disambungkan oleh elemen bunyi, cahaya/optik, dan teks. Realitas yang terekam hadir bersamaan, kadang melalui teknologi informasi dalam jaringan (daring),” jelas Prof Kun Adnyana.
Kemudian secara estetika, karya seni virtual seniman Bali di masa pandemi Covid-19 merupakan refleksi situasi sosial sehari-hari dan renungan tentang kondisi atau kekuatan niskala. Ulang-alik antara realitas sehari-hari dengan kehendak menyentuh konsep-konsep gaib yang bersifat niskala, mewujud menjadi karya video virtual berbasis estetika simulakrum.
“Realitas virtual yang dimunculkan sama sekali bukan tiruan dari realitas sehari-hari, melainkan dikonstruksi secara sadar oleh seniman dengan menggunakan perangkat teknik artistik,” papar akademisi kelahiran 4 April 1976 asal Banjar Tanggahan Peken, Desa Sulahan, Kecamatan Susut, Bangli ini.
Prof Kun Adnyana mengaku bersyukur, karena proses yang dijalaninya selama hampir setahun telah berjalan dengan baik, kendati selama berproses tentu ada kendala-kendala yang harus dipecahkan. Proses pengusulan guru besarnya dimulai pada Oktober 2018, sebelum Prof Kun Adnyana dipercaya menjabat sebagai Kadis Kebudayaan Provinsi Bali oleh Gubernur Wayan Koster.
Selain harus memenuhi syarat khusus yakni jurnal ilmiah internasional bereputasi, namun juga ada penilaian reputasi keilmuan selama ini baik akademik maupun non akademik. Termasuk mendapatkan rekomendasi guru besar eksternal. Dalam hal ini, guru besar yang memberikannya rekomendasi antara lain dari Universitas Udayana, ISI Jogjakarta, dan ITB Bandung.
Setelah selama hampir satu tahun berproses, Surat Keputusan (SK) pun keluar pada 1 Agustus 2019. “Dari waktu pengusulan, dinilai angka kreditnya, dinilai karya ilmiahnya. Ada perbaikan juga, termasuk menambah reviewer dari eksternal. Semua prosesnya sebelum tiang menjadi Kadis, jadi tidak ada hambatan dalam membagi waktu,” jelas Prof Kuhn Adnyana saat dikonfirmasi NusaBali, akhir pekan kemarin.
Sebelum dipercaya menjabat Kadis Kebudayaan Provinsi Bali, awal tahun 2019 lalu, Prof Kun Adnyana sempat mengawali kariernya menjadi wartawan di salah satu media lokal di Bali. Itu terjadi tahun 2002 silam. Namun, profesi itu hanya dijalani kurang dari setahun. Begitu ada kesempatan, Prof Kun Adnyana langsung mengambil peluang menjadi dosen di ISI Denpasar tahun 2003.
Beberapa tahun kemudian, Prof Kun Adnyana menjalani tugas belajar S2 Pengkajian Seni Rupa di ISI Jogjakarta periode 2006-2008. Selanjutnya, ayah dua anak dari pernikahannya dengan Ayu Ketut Putri Rahayuning ini melanjutkan program S3 Pengkajian Seni Rupa di ISI Jogjakarta periode 2011-2015.
Selama menjadi dosen di ISI Denpasar, Prof Kun Adnyana juga sempat mengemban jabatan struktural. Di antaranya, menjadi Koordinator Pusat Penerbitan Lembaga Penelitian, Pengabdian Masyarakat, dan Pengembangan Pendidikan (LP2MPP) ISI Denpasar tahun 2016. Setahun kemudian, dia dipercaya memikul tugas sebagai Ketua LP2MPP ISI Denpasar, sebelum akhirnya ditarik Gubernur Koster menjadi Kadis Kebudayaan Provinsi Bali.
Sepanjang menjadi dosen ISI Denpasar, Prof Kun Adnyana pernah memenangkan kompetisi nasional Skema Penelitian, Penciptaan, dan Penyajian Seni (P3S) dari Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) tahun 2017). Selain itu, juga memenangkan hibah penelitian Disertasi Doktor dari Kementerian Pendidikan Nasional (2014), serta hibah penelitian P3SWOT Biro Kerjasama Luar Negeri Kementerian Pendidikan Nasional (2007).
Prof Kun Adnyana juga sempat meraih penghargaan Dosen Berprestasi 1 ISI Denpasar (2016), Widya Pataka Awards (bidang kritik seni rupa) dari Gubernur Bali (2007), penghargaan kompetisi seni lukis (Nominee Jakarta Art Award (2011), Nominee UOB Painting of The Year (2014, 2016).
Menurut Prof Kun Adnyana, selain secara formal dituntut untuk memiliki karya tulis ilmiah, seorang guru besar juga diharapkan bisa menginspirasi untuk melakukan hal yang terbaik dalam bidang keilmuan dan kemasyarakatan. Dalam posisi sebagai Kadis Kebudayaan Provinsi Bali, Prof Kun Adnyana mengaku akan terus mengabdikan keilmuannya terhadap pemajuan seni dan budaya.
“Saat ini, guru besar tidak boleh lagi hanya berbasis teoritik semata, tapi juga harus ikut ambil bagian dalam memecahkan masalah sosial di bidang seni budaya. Guru besar hendaknya tidak berhenti pada kecakapan dalam menata kata, tapi juga terlibat dalam beragam aktivitas atau gerakan sosial kemasyarakatan,” tandas anak sulung dari 3 bersaudara pasangan I Ketut Jenar dan Ni Nyoman Nasib ini. *ind
1
Komentar