Laser Usir Hujan, BMKG Sebut Asumsi Keliru
Lampu sorot yang diasumsikan sebagai laser yang digunakan dalam kegiatan-kegiatan tertentu tidak memiliki kemampuan untuk memecah awan-awan hujan.
MANGUPURA, NusaBali
Musim kemarau panjang dan hawa gerah yang luar biasa belakangan dikait-kaitkan dengan maraknya penggunaan lampu sorot, terutama pada malam hari. ‘Laser’, demikianlah orang-orang di Bali biasa menyebut lompu sorot dimaksud. Berkembang anggapan, pancaran cahaya laser dapat memecah gumpalan awan sehingga hujan batal turun. Benarkah efek lampu sorot bisa menangkal turunnya hujan, seperti persepsi yang berkembang di masyarakat?
Penggunaan lampu sorot itu sampai-sampai menjadi ‘pergunjingan’ lewat pesan berantai blackberry messenger (BBM). Tak hanya itu, melalui media jejaring sosial facebook, masyarakat juga mengkritik penggunaan lampu laser alias lampur sorot. Sebab dianggap dapat memecah awan.
Pihak Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Wilayah III Denpasar yang dikonfirmasi NusaBali, Rabu (18/11), mengemukakan, persepsi masyarakat soal penggunaan laser alias lampu sorot sama sekali tidak ada hubungannya dengan musim kemarau panjang. BMKG menepis anggapan masyarakat soal penggunaan lampu sorot dapat memecah awan. Menurut BMKG hal itu salah kaprah.
“Sudah sering kami sampaikan lampu sorot (laser) tidak mempengaruhi hujan. Penggunaan lampu sorot cuma menginformasikan kepada masyarakat, bahwa di lokasi tersebut sedang ada suatu kegiatan,” ujar Kepala BMKG Wilayah III Denpasar I Wayan Suardana didampingi Kepala Bidang Data dan Informasi BMKG Wilayah III Denpasar Nyoman Gede Wirajaya, Rabu kemarin.
Dikatakan, lampu sorot yang diasumsikan oleh sebagian masyarakat sebagai laser yang digunakan dalam kegiatan-kegiatan tertentu tidak memiliki kemampuan untuk memecah awan-awan hujan. “Jika lampu sorot dianggap mampu memecah awan, dapat disimpulkan bahwa hal ini sangat tidak mungkin terjadi,” tegasnya lagi.
Suardana menjelaskan, jika diasumsikan lampu sorot memiliki panas 100 derajat Celcius, suhu radiasi yang dipancarkan akan mendekati 0 derajat Celcius pada jarak 2,8 meter. Jika lampu sorot yang digunakan memiliki derajad panas 200 derajat Celcius, suhu radiasi yang dipancarkan akan mencapai 0 derajat Celcius pada jarak 4,5 meter.
Sedangkan jika lampu sorot yang digunakan memiliki panas 300 derajat Celcius, suhu radiasi yang dipancarkan akan mencapai 0 derajat Celcius pada jarak 6,6 meter. “Dengan demikian, diperlukan lampu sorot dengan derajat panas yang sangat tinggi untuk memecahkan dasar awan. Karena, ketinggian rata-rata dasar awan di wilayah Indonesia, khusus Pulau Bali, berada pada ketinggian 400 – 600 meter,” bebernya.
Selanjutnya...
1
2
Komentar