Pemanis Sehat Warisan Tetua Desa
Juruh di Desa Les, Kecamatan Tejakula Buleleng
SINGARAJA, NusaBali
Dataran tinggi dengan kontur tanah gersang, tak selalu menjadi hambatan bagi warga untuk meningkatkan taraf hidup.
Sejumlah tanaman dapat hidup subur di lahan tersebut, bahkan bisa menjadi berkah bagi sejumlah warga. Asalkan, warga sekitar mau bekerja keras dan sabar melakoni aktivitas. Salah satunya tanaman lontar memiliki berbagai manfaat, salah satunya dapat menghasilkan juruh (gula aren cair, Red). Sejumlah warga Desa Les, Kecamatan Tejakula, Buleleng, berhasil mengolah buah lontar jadi juruh yang lezat. Seperti dilakoni keluarga Gede Kertiasa,36. Keluarga ini masih bertahan setiap hari membuat juruh. Mereka mengandalkan enam pohon lontar yang ada di halaman rumahnya, Banjar Dinas Butiyang, Desa Les, Kecamatan Tejakula, Buleleng.
Kertiasa sebelumnya bekerja sebagai buruh bangunan di Kota Denpasar. Namun sejak empat bulan terakhir, dia kembali ke kampung halaman karena pandemi Covid-19. Beruntung di kampung, dia masih punya keterampilan membuat juruh. Kegiatan ini diwariskan secara turun temurun dari para tetua di desanya. “Kalau saya baru empat bulan bulan buat juruh ini. Sebelumnya, ayah saya yang buta dan kakek saya dulu juga buat. Buat juruh ini sudah turun temurun,” kata ayah dua anak itu.
Dalam satu kali produksi, jelas Kertiasa, dimulai sejak pagi hari dengan memanen sadapan air lontar. Air lontar ini dikumpulkan dari tetesan air bakal buah lontar yang disayat. Kertiasa melakukan aktivitas itu dibantu ayahnya, Nyoman Rencana,66. Setelah air sadapan bakal buah terkumpul jadi tuak manis, maka dilanjutkan dengan proses memasak.
Satu kali produksi Kertiasa dan ayahnya Rencana menghasilkan 24 liter tuak manis. Untuk bisa menjadi juruh, tuak manis itu dimasak selama tiga jam penuh dengan api relatif besar. Pemasakan dilakukan masih tradisional yakni menggunakan kayu bakar dan tungku sederhana. Sesekali tuak manis yang dididihkan di wajan itu diaduk dan dibuang ampasnya agar juruh bersih dan berwarna jernih.
Setelah warnanya berubah menjadi kecoklatan dan kekentalan cukup, 24 liter tuak manis hanya menjadi 2,4 liter juruh. Produksi olahan tradisional yang juga dibuat sejumlah warga di wilayah Kecamatan Tejakula itu sejauh ini dijual di pasar lokal desa setempat. Juruh memang kurang familiar di daerah lain karena bersaing dengan gula aren cetakan. “Jualnya di sekitar sini saja. Ada yang beli dan pesan baru laku, seminggu paling laku 25 botol isian 600 ml, sebotol biasanya laku Rp 25.000,” katanya.
Kertiasa mengakui, kerajinan membuat juruh memiliki peluang ekonomi cukup tinggi. Karena biaya operasional kerajinan ini relatif kecil, apalagi semua bahan baku milik sendiri. Selain berfungsi untuk menambah rasa manis pada makanan, juruh juga dipakai campuran olahan berbagai macam kue. ‘’Rasanya yang tidak terlalu manis disebut juga bagus untuk kesehatan. Karena kandungan gulanya sangat rendah, sehingga direkomendasi untuk konsumsi bagi penderita diabetes,’’ jelasnya. *k23
Komentar