Dibentuk Portal Satu Pintu Pariwisata Bali
Pemprov Berlakukan Peraturan Daerah tentang Standar Penyelenggaraan Kepariwisataan Budaya Bali
Gubernur Koster berharap wisatawan yang berkunjung ke Bali memberdayakan sumber daya lokal, berperilaku tertib, dan gunakan jasa perjalanan wisata
GIANYAR, NusaBali
Satu lagi Peraturan Daerah (Perda) yang diberlakukan Pemprov Bali, yakni Perda Nomor 5 Tahun 2020 tentang Standar Penyelenggaraan Kepariwisataan Budaya Bali. Melalui Perda ini, dibentuk ‘Portal Satu Pintu Pariwisata Bali’ untuk mengintegrasikan seluruh pemangku kepentingan pariwisata yang terdiri dari usaha jasa pariwisata, pemerintah, dan masyarakat.
Perda Nomor 5 Tahun 2020 tentang Standar Penyelenggaraan Kepariwisataan Budaya Bali ini baru dilaunching Gubernur Bali, Wayan Koster, di Puri Agung Ubud, Desa/Kecamatan Ubud, Gianyar pada Saniscara Umanis Tolu, Sabtu (8/8) malam. Dalam acara tersebut, Gubernur Koster didampingi Wagub Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati (Cok Ace) dan Sekda Provinsi Bali, Dewa Made Indra.
Gubernur Koster menjelaskan, Perda Nomor 5 Tahun 2020 ini mempertegas dan memperkuat komitmen penyelenggaraan kepariwisataan berbasis budaya Bali yang berorientasi pada kualitas. Karenanya, pariwisata perlu ditata secara komprehensif sesuai dengan visi pembangunan daerah ‘Nangun Sat Kerthi Loka Bali’ melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana menuju Bali Era Baru.
Ada pun standar penyelenggaraan kepariwisataan budaya Bali meliputi: ramah lingkungan, keberlanjutan, keseimbangan, keberpihakan pada sumber daya lokal, kemandirian, kerakyatan, kebersamaan, partisipatif, transparansi, akuntabel, dan manfaat, yang diselenggarakan dalam satu kesatuan wilayah, satu pulau, satu pola, dan satu tata kelola. Hal baru dan sangat penting yang diatur dalam Perda 5/2020 ini adalah penyelenggaraan pariwisata digital budaya Bali, meliputi inspirasi pari-wisata, kedatangan wisatawan, destinasi dan kegiatan pariwisata, perlakuan wisatawan pasca kunjungan, Portal Satu Pintu Pariwisata Bali, dan dokumentasi digital kepariwisataan budaya Bali.
Gubernur Koster membentuk ‘Portal Satu Pintu Pariwisata Bali’ untuk mengintegrasikan seluruh pemangku kepentingan pariwisata, yang terdiri dari usaha jasa pariwisata, pemerintah, dan masyarakat. Portal Satu Pintu Pariwisata Bali meliputi reservasi hotel/penginapan, tiket elektronik (e-ticketing) destinasi wisata, transportasi online, pasar digital (marketplace) pariwisata Bali, integrasi pembayaran non-tunai (cashless), dan bidang lain sesuai dengan perkembangan industri pariwisata Bali.
“Setiap usaha jasa pariwisata di Bali wajib mendaftarkan diri pada Portal Satu Pintu Pariwisata Bali, yang menjual produk/layanannya kepada pihak lain secara online dan offline,” jelas Gubernur Koster.
Setiap usaha jasa pariwisata yang melakukan transaksi penjualan pro-duk dan/atau pertukaran informasi, baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha jasa lainnya, juga wajib melalui Portal Satu Pintu Pariwisata Bali. Demikian pula setiap usaha jasa lainnya, dapat menjual produk jasa pariwisata Bali melalui kerjasama kemitraan dengan Portal Satu Pintu Pariwisata Bali.
Menurut Koster, Portal Satu Pintu Pariwisata Bali tidak boleh melakukan penjualan secara langsung kepada wisatawan. Kemitraan dibangun seluas-seluasnya dengan seluruh pemangku kepentingan pariwisata Bali, baik perorangan maupun badan usaha, secara terbuka dan transparan. “Sistem pembayaran hanya satu pintu. Kalau sekarang ini, pengelolanya entah dari mana? Produk dan investor juga entah dari mana? Maka, di tengah pandemi Covid-19 kita mulatsarira (instrospeksi), bahwa ada yang salah selama ini,” tegas Gubernur yang juga Ketua DPD PDIP Bali ini.
Disebutkan, Perda 5/2020 ini juga mengatur tentang kedatangan wisatawan berbasis digital. Mulai dari masuk dalam keanggotaan elektronik (e-membership) Pariwisata Digital Bali, teknologi digital untuk pemandu kedatangan wisatawan, teknologi digital untuk Sistem Keamanan Terpadu Wisatawan, layanan digital reservasi hotel; layanan digital transportasi online dan desa adat, pasar digital (marketplace) pariwisata Bali, hingga layanan digital lainnya untuk kedatangan wisatawan.
Koster berharap wisatawan yang berkunjung ke Bali memberdayakan sumber daya lokal, berperilaku tertib, dan menggunakan jasa perjalanan wisata. “Bukan wisatawan yang tidak mengindahkan nilai budaya, seperti kejadian wisatawan duduk di tempat suci. Hal itu tidak boleh terjadi lagi di Bali,” tandas Koster.
Gubernur asal Desa Sembiran, Kecamatan Tejakula, Buleleng ini juga menyentil soal kedatangan wisatawan ‘murahan’ ke Bali yang kepepet uang, lalu kabur dari penginapan, mengendarai sepeda motor tanpa helm, bahkan melakukan perlawanan ketika ditegur polisi. “Yang semacam ini harus berakhir. Wisatawan yang melakukan kunjungan ke Bali harus betul-betul bermartabat dan berpihak pada lokal Bali,” katanya.
Dalam Perda 5/2020 ini juga ditetapkan kebijakan pencegahan, penanganan bencana atau keadaan darurat, dan pemulihan kepariwisataan budaya Bali dari akibat bencana atau keadaan darurat. Kebijakan tersebut mencakup program, aksi, dan protokol pencegahan, penanganan, dan pemulihan dari akibat kebencanaan.
Koster berharap Perda 5/2020 ini dapat mendatangkan wisatawan yang berkualitas serta memiliki komitmen tanggung jawab terhadap alam, manusia, dan Bali secara berkelanjutan. Bukan sekadar wisatawan berkunjung ke Bali, bayar hotel, bayar restoran, cukup bayar PHR (pajak hotel dan restoran). “Kita membangun satu spirit agar siapa pun yang datang ke Bali, memiliki komitmen dan tanggung jawab memeli-hara alam, manusia, dan budaya Bali,” beber Koster.
Karena alasan itu pula, maka Koster sengaja memilih Puri Agung Ubud sebagai tempat peluncuran Perda Nomor 5 Tahun 2020 tentang Standar Penyelenggaraan Kepariwisataan Budaya Bali. “Ini baru pertama kali terjadi saya umumkan Peraturan Daerah secara spesifik di luar Jaya Sabha Denpasar (Rumah Jabatan Gubernur Bali),” terang Koster.
Menurut Koster, dirinya sempat berdikusi dengan tim mengenai di mana sebaiknya dilakukan launching Perda 5/2020. Ada yang mengusulkan agar dilakukan di Pura Luhur Uluwatu (Badung), ada pula usulkan Hotel The Grand Inna Bali Beach Sanur (Denpasar). “Tapi, saya putuskan di dilakukan di Puri Ubud ini. Alasannya, karena Ubud merupakan episentrum kepariwisataan Bali sejak tahun 1927,” katanya.
Koster menyebutkan, sebenarnya kepariwisataan Bali dimulai dari aktivitas budaya yang didatangi oleh orang asing di Ubud, kaitannya dengan produk seni, tari, lukis, patung, dan karya seni lainnya. “Pada saat itu, saya kira orang belum bicara tentang pariwisata. Yang dibicarakan adalah bagaimana melihat karya seni orang Bali. Itulah kenapa saya pilih Ubud. Pertama, karena sejarahnya. Kedua, karena Perda 5/2020 ini betul-betul menyangkut perubahan fundamental.
Sementara, Saniscara Umanis Tolu, Santu, 8 Agustus 2020, sengaja dipilih sebagai hari peluncuran Perda 5/2020, karena menurut Koster, merupakan dewasa ayu (hari baik). “Saniscara Umanis Tolu merupakan dewasa ayu untuk menyampaikan dimulainya suatu kebijakan berkenaan dengan ekonomi dan kepariwisataan,” kilah mantan anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PDIP Dapil Bali tiga kali periode (2004-2009, 2009-2014, 2014-2018) ini. *nvi
Perda Nomor 5 Tahun 2020 tentang Standar Penyelenggaraan Kepariwisataan Budaya Bali ini baru dilaunching Gubernur Bali, Wayan Koster, di Puri Agung Ubud, Desa/Kecamatan Ubud, Gianyar pada Saniscara Umanis Tolu, Sabtu (8/8) malam. Dalam acara tersebut, Gubernur Koster didampingi Wagub Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati (Cok Ace) dan Sekda Provinsi Bali, Dewa Made Indra.
Gubernur Koster menjelaskan, Perda Nomor 5 Tahun 2020 ini mempertegas dan memperkuat komitmen penyelenggaraan kepariwisataan berbasis budaya Bali yang berorientasi pada kualitas. Karenanya, pariwisata perlu ditata secara komprehensif sesuai dengan visi pembangunan daerah ‘Nangun Sat Kerthi Loka Bali’ melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana menuju Bali Era Baru.
Ada pun standar penyelenggaraan kepariwisataan budaya Bali meliputi: ramah lingkungan, keberlanjutan, keseimbangan, keberpihakan pada sumber daya lokal, kemandirian, kerakyatan, kebersamaan, partisipatif, transparansi, akuntabel, dan manfaat, yang diselenggarakan dalam satu kesatuan wilayah, satu pulau, satu pola, dan satu tata kelola. Hal baru dan sangat penting yang diatur dalam Perda 5/2020 ini adalah penyelenggaraan pariwisata digital budaya Bali, meliputi inspirasi pari-wisata, kedatangan wisatawan, destinasi dan kegiatan pariwisata, perlakuan wisatawan pasca kunjungan, Portal Satu Pintu Pariwisata Bali, dan dokumentasi digital kepariwisataan budaya Bali.
Gubernur Koster membentuk ‘Portal Satu Pintu Pariwisata Bali’ untuk mengintegrasikan seluruh pemangku kepentingan pariwisata, yang terdiri dari usaha jasa pariwisata, pemerintah, dan masyarakat. Portal Satu Pintu Pariwisata Bali meliputi reservasi hotel/penginapan, tiket elektronik (e-ticketing) destinasi wisata, transportasi online, pasar digital (marketplace) pariwisata Bali, integrasi pembayaran non-tunai (cashless), dan bidang lain sesuai dengan perkembangan industri pariwisata Bali.
“Setiap usaha jasa pariwisata di Bali wajib mendaftarkan diri pada Portal Satu Pintu Pariwisata Bali, yang menjual produk/layanannya kepada pihak lain secara online dan offline,” jelas Gubernur Koster.
Setiap usaha jasa pariwisata yang melakukan transaksi penjualan pro-duk dan/atau pertukaran informasi, baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha jasa lainnya, juga wajib melalui Portal Satu Pintu Pariwisata Bali. Demikian pula setiap usaha jasa lainnya, dapat menjual produk jasa pariwisata Bali melalui kerjasama kemitraan dengan Portal Satu Pintu Pariwisata Bali.
Menurut Koster, Portal Satu Pintu Pariwisata Bali tidak boleh melakukan penjualan secara langsung kepada wisatawan. Kemitraan dibangun seluas-seluasnya dengan seluruh pemangku kepentingan pariwisata Bali, baik perorangan maupun badan usaha, secara terbuka dan transparan. “Sistem pembayaran hanya satu pintu. Kalau sekarang ini, pengelolanya entah dari mana? Produk dan investor juga entah dari mana? Maka, di tengah pandemi Covid-19 kita mulatsarira (instrospeksi), bahwa ada yang salah selama ini,” tegas Gubernur yang juga Ketua DPD PDIP Bali ini.
Disebutkan, Perda 5/2020 ini juga mengatur tentang kedatangan wisatawan berbasis digital. Mulai dari masuk dalam keanggotaan elektronik (e-membership) Pariwisata Digital Bali, teknologi digital untuk pemandu kedatangan wisatawan, teknologi digital untuk Sistem Keamanan Terpadu Wisatawan, layanan digital reservasi hotel; layanan digital transportasi online dan desa adat, pasar digital (marketplace) pariwisata Bali, hingga layanan digital lainnya untuk kedatangan wisatawan.
Koster berharap wisatawan yang berkunjung ke Bali memberdayakan sumber daya lokal, berperilaku tertib, dan menggunakan jasa perjalanan wisata. “Bukan wisatawan yang tidak mengindahkan nilai budaya, seperti kejadian wisatawan duduk di tempat suci. Hal itu tidak boleh terjadi lagi di Bali,” tandas Koster.
Gubernur asal Desa Sembiran, Kecamatan Tejakula, Buleleng ini juga menyentil soal kedatangan wisatawan ‘murahan’ ke Bali yang kepepet uang, lalu kabur dari penginapan, mengendarai sepeda motor tanpa helm, bahkan melakukan perlawanan ketika ditegur polisi. “Yang semacam ini harus berakhir. Wisatawan yang melakukan kunjungan ke Bali harus betul-betul bermartabat dan berpihak pada lokal Bali,” katanya.
Dalam Perda 5/2020 ini juga ditetapkan kebijakan pencegahan, penanganan bencana atau keadaan darurat, dan pemulihan kepariwisataan budaya Bali dari akibat bencana atau keadaan darurat. Kebijakan tersebut mencakup program, aksi, dan protokol pencegahan, penanganan, dan pemulihan dari akibat kebencanaan.
Koster berharap Perda 5/2020 ini dapat mendatangkan wisatawan yang berkualitas serta memiliki komitmen tanggung jawab terhadap alam, manusia, dan Bali secara berkelanjutan. Bukan sekadar wisatawan berkunjung ke Bali, bayar hotel, bayar restoran, cukup bayar PHR (pajak hotel dan restoran). “Kita membangun satu spirit agar siapa pun yang datang ke Bali, memiliki komitmen dan tanggung jawab memeli-hara alam, manusia, dan budaya Bali,” beber Koster.
Karena alasan itu pula, maka Koster sengaja memilih Puri Agung Ubud sebagai tempat peluncuran Perda Nomor 5 Tahun 2020 tentang Standar Penyelenggaraan Kepariwisataan Budaya Bali. “Ini baru pertama kali terjadi saya umumkan Peraturan Daerah secara spesifik di luar Jaya Sabha Denpasar (Rumah Jabatan Gubernur Bali),” terang Koster.
Menurut Koster, dirinya sempat berdikusi dengan tim mengenai di mana sebaiknya dilakukan launching Perda 5/2020. Ada yang mengusulkan agar dilakukan di Pura Luhur Uluwatu (Badung), ada pula usulkan Hotel The Grand Inna Bali Beach Sanur (Denpasar). “Tapi, saya putuskan di dilakukan di Puri Ubud ini. Alasannya, karena Ubud merupakan episentrum kepariwisataan Bali sejak tahun 1927,” katanya.
Koster menyebutkan, sebenarnya kepariwisataan Bali dimulai dari aktivitas budaya yang didatangi oleh orang asing di Ubud, kaitannya dengan produk seni, tari, lukis, patung, dan karya seni lainnya. “Pada saat itu, saya kira orang belum bicara tentang pariwisata. Yang dibicarakan adalah bagaimana melihat karya seni orang Bali. Itulah kenapa saya pilih Ubud. Pertama, karena sejarahnya. Kedua, karena Perda 5/2020 ini betul-betul menyangkut perubahan fundamental.
Sementara, Saniscara Umanis Tolu, Santu, 8 Agustus 2020, sengaja dipilih sebagai hari peluncuran Perda 5/2020, karena menurut Koster, merupakan dewasa ayu (hari baik). “Saniscara Umanis Tolu merupakan dewasa ayu untuk menyampaikan dimulainya suatu kebijakan berkenaan dengan ekonomi dan kepariwisataan,” kilah mantan anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PDIP Dapil Bali tiga kali periode (2004-2009, 2009-2014, 2014-2018) ini. *nvi
1
Komentar