LPD Tak Tunduk dengan UU LKM!
Sesuai Pasal 39 ayat 3 UU LKM, keberadaan LPD di Bali dan Pitih Nagari (di Sumatra Barat) berdasarkan hukum adat
Komisi IV Undang Bendesa Adat Se-Bali, Polemik LPD Game Over
DENPASAR, NusaBali
Polemik tentang keberadaan Lembaga Perkreditan Desa (LPD) di Bali akibat adanya UU Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro (LKM), praktis game over. LPD dipastikan ‘merdeka’ alias tidak tunduk terhadap UU LKM yang terbit belakangan.
Kepastian ini diperoleh setelah Komisi IV DPRD Bali (yang membidangi adat dan budaya) mengundang semua pengurus LPD dan bendesa adat se-Bali dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di Wantilan Gedung Dewan, Niti Mandala Denpasar, Selasa (4/10) siang. Dalam RDPU yang digelar mulai pukul 13.00 Wita---molor 4 jam dari rencana semula pukul 09.00 Wita---di Gedung Dewan kemarin, Komisi IV DPRD Bali juga mengundang para ahli sebagai narasumber.
Termasuk di antaranya yang diundang sebagai narasumber adalah Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Bali Zulmi, dedengkot Koperasi yang kini Wakil Ketua DPRD Bali Dr I Nyoman Sugawa Korry SE Ak (dari Fraksi Golkar), akademisi UNHI Denpasar Dr AA Gede Sandiarta, hingga tokoh LP LPD Nyoman Armaya. RDPU yang dipimpin langsung Ketua Komisi IV DPRD Bali, I Nyoman Parta (dari Fraksi PDIP), kemarin dihadiri pula akademisi IHDN Denpasar yang kini Ketua PHDI Bali Prof Dr I Gusti Ngurah Sudiana.
Dalam RDPU tersebut, Ketua OJK Bali, Zulmi, secara gamblang menerangkan ke-beradaan dan status LPD di Bali. Menurut Zulmi, sesuai Pasal 39 ayat 3 UU Nomor 1 Tahun 2013 tentang LKM, LPD dan lembaga Pitih Nagari (di Sumatra Barat) yang telah ada jauh sebelum terbitnya UU LKM, keberadaannya berdasarkan hukum adat. LPD (juga Pitih Nagari) tidak tunduk terhadap UU LKM. ”LPD adalah lembaga keuangan desa yang ruang lingkup kegiatannya di desa pakraman dan tidak tunduk dengan UU LKM,” tegas Zulmi.
Namun, lanjut Zulmi, kalau ada LPD yang melewati batas desa pakraman dalam kegiat-annya, maka bisa dikatakan sebagai ‘bank gelap’ dan dikenakan hukum positif. Menurut Zulmi, saat ini banyak juga LPD yang melakukan kegiatan di luar wilayah desa pakraman.
“Kalau LPD yang sudah besar dan memiliki aset lebih, sebaiknya konversi, mengem-bangkan diri membuat BPR/LKM saja. OJK tidak mengatur LPD. Namun, kalau di luar desa pakraman, tugas OJK mengawasinya,” ujar Zulmi yang mantan Direktur Pengawasan Bank Indonesia (BI) Wilayah III.
Dalam catatan OJK, kata Zulmi, LPD di seluruh Bali memiliki aset luar biasa dan hampir menyamai aset BPD Bali yakni tembus Rp 15,16 triliun. LPD di Bali menyalurkan kredit Rp 11, 8 triliun dan modal Rp 2,5 triliun. LPD di Bali memiliki NPL (Non Performing Loan) atau tingkat kredit macet sebesar 8,10 persen. ”Tapi, soal NPL 8,10 persen ini perlu dicek kembali, karena biasanya pemilik produk menyebutkan produknya kecap nomor satu,” tandas Zulmi.
SELANJUTNYA . . .
Komentar