Sempat Ditunda, Pengangkatan Bendesa Dilanjutkan
NEGARA, NusaBali
Sempat ditunda karena pertimbangan situasi Covid-19, proses ngadegang (pengangkatan) bendesa adat di masing-masing desa pakraman yang habis masa jabatan tahun 2020 ini, kembali dilanjutkan.
Meski berdekatan dengan tahapan pilkada, proses ngadegang bendesa adat ini dipastikan tidak akan mengganggu kondusifitas jelang pilkada.
Bendesa Madya Majelis Desa Adat (MDA) Kabupaten Jembrana I Nengah Subagia, Kamis (13/8), mengatakan ada 15 desa adat di Jembrana yang sempat menunda proses ngadegang bendesa adat. Namun setelah adanya instruksi susulan dari MDA Bali, kini tahapan ngadegang bendesa serta prajuru desa adat sudah bisa dilanjutkan. “Setelah diberlakukan tatanan kehidupan Bali era baru, penundaan sudah dicabut,” ujarnya.
Menurutnya, berdasarkan petunjuk dari MDA Bali ada sejumlah penekanan yang diberikan untuk dilaksanakan di masing-masing desa adat yang masa ayahan bendesa dan prajurunya telah berakhir maupun akan berakhir tahun ini. Pertama, bagi desa adat yang sebelumnya telah berproses ngadegang bendesa, namun bendesa dan prajurunya belum dikukuhkan, melanjutkan permohonan penetapan ke MDA untuk dilakukan pengukuhan. Permohonan penetapan itu, diberi waktu 2 bulan setelah penundaan dicabut per 20 Juli 2020 lalu.
“Yang kedua, bagi desa adat yang bendesa dan prajurunya sudah habis atau akan habis masa ayahannya, dan proses sempat berjalan dan belum ada bendesa terpilih, setelah dicabutnya penundaan, sekarang dilanjutkan prosesnya sampai terpilih dan dikukuhkan. Yang opsi kedua ini, diberi waktu tiga bulan sejak dicabutnya edaran penundaan,” ucap Subagia yang juga Bendesa Adat Baler Bale Agung, di Kelurahan Baler Bale Agung, Kecamatan Negara.
Yang ketiga, sambung Subagia, bagi bendesa dan prajuru adat yang masa ayahannya berakhir setelah dicabutnya penundaan, namun sama sekali belum berproses, diinstruksi untuk segera mempersiapkan syarat proses ngadegang bendesa. Syarat proses yang dimaksud itu, tertuang dalam perarem. “Harus dibuatkan pararem, karena proses ngadegang bendesa adat saat ini, sudah tidak ada lagi pemilihan langsung. Tetapi musyawarah mufakat,” ungkap Subagia.
Disinggung apakah tidak masalah ngadegang bendesa dilanjutkan mendekati pilkada, Subagia mengatakan, proses ngadegang bendesa dan pilkada tetap dapat berjalan beriringan. Konteks ngadegang bendesa dengan pilkada sangat berbeda, dan dipastikan tidak mempengaruhi kondusifitas jelang pilkada.
“Kalau desa adat itu ada kearifan lokalnya, dan sekarang tidak ada lagi pemilihan secara langsung seperti dulu lagi yang dapat berpotensi mengganggu kondusifitas masyarakat. Proses ngadegang bendesa yang sekarang wajib dilaksanakan secara musyawarah mufakat, jauh lebih baik, dan tujuannya meminimalisir gesekan masyarakat,” tandas Subagia. *ode
Bendesa Madya Majelis Desa Adat (MDA) Kabupaten Jembrana I Nengah Subagia, Kamis (13/8), mengatakan ada 15 desa adat di Jembrana yang sempat menunda proses ngadegang bendesa adat. Namun setelah adanya instruksi susulan dari MDA Bali, kini tahapan ngadegang bendesa serta prajuru desa adat sudah bisa dilanjutkan. “Setelah diberlakukan tatanan kehidupan Bali era baru, penundaan sudah dicabut,” ujarnya.
Menurutnya, berdasarkan petunjuk dari MDA Bali ada sejumlah penekanan yang diberikan untuk dilaksanakan di masing-masing desa adat yang masa ayahan bendesa dan prajurunya telah berakhir maupun akan berakhir tahun ini. Pertama, bagi desa adat yang sebelumnya telah berproses ngadegang bendesa, namun bendesa dan prajurunya belum dikukuhkan, melanjutkan permohonan penetapan ke MDA untuk dilakukan pengukuhan. Permohonan penetapan itu, diberi waktu 2 bulan setelah penundaan dicabut per 20 Juli 2020 lalu.
“Yang kedua, bagi desa adat yang bendesa dan prajurunya sudah habis atau akan habis masa ayahannya, dan proses sempat berjalan dan belum ada bendesa terpilih, setelah dicabutnya penundaan, sekarang dilanjutkan prosesnya sampai terpilih dan dikukuhkan. Yang opsi kedua ini, diberi waktu tiga bulan sejak dicabutnya edaran penundaan,” ucap Subagia yang juga Bendesa Adat Baler Bale Agung, di Kelurahan Baler Bale Agung, Kecamatan Negara.
Yang ketiga, sambung Subagia, bagi bendesa dan prajuru adat yang masa ayahannya berakhir setelah dicabutnya penundaan, namun sama sekali belum berproses, diinstruksi untuk segera mempersiapkan syarat proses ngadegang bendesa. Syarat proses yang dimaksud itu, tertuang dalam perarem. “Harus dibuatkan pararem, karena proses ngadegang bendesa adat saat ini, sudah tidak ada lagi pemilihan langsung. Tetapi musyawarah mufakat,” ungkap Subagia.
Disinggung apakah tidak masalah ngadegang bendesa dilanjutkan mendekati pilkada, Subagia mengatakan, proses ngadegang bendesa dan pilkada tetap dapat berjalan beriringan. Konteks ngadegang bendesa dengan pilkada sangat berbeda, dan dipastikan tidak mempengaruhi kondusifitas jelang pilkada.
“Kalau desa adat itu ada kearifan lokalnya, dan sekarang tidak ada lagi pemilihan secara langsung seperti dulu lagi yang dapat berpotensi mengganggu kondusifitas masyarakat. Proses ngadegang bendesa yang sekarang wajib dilaksanakan secara musyawarah mufakat, jauh lebih baik, dan tujuannya meminimalisir gesekan masyarakat,” tandas Subagia. *ode
Komentar