12 Bendesa Tanyakan Masalah Pemungutan 5% Keuntungan LPD
Sebanyak 12 Kelian Desa Pakraman dari Kecamatan Mengwi, Badung meminta keter-bukaan informasi mengenai peran Lembaga Pemberdayaan-Lembaga Perkreditan Desa (LP-LPD) dan Badan Kerjasama LPD (BKS-LPD).
DENPASAR, NusaBali
Melalui kuasa hukumnya, Nyoman Sumantha, mereka mendatangi Kantor Komisi Informasi (KI) Bali di Jalan Tjokorda Agung Tresna Niti Mandala Denpasar, Rabu (5/10). Informasi yang diinginkannya terutama soal pengelolaan 5 persen dari keuntungan LPD yang dipungut LP-LPD setiap tahun.
Rombongan Nyoman Sumantha yang menyetorkan laporan permintaan para Kelian Desa (Bendesa) Pakraman, Rabu kemarin, diterima Ketua Komisi Informasi Provinsi Bali, Gede Agus Astapa, didampingi komisioner lainnya. Ada 11 item informasi yang diingin-kan 12 Kelian Desa Pakraman ini melalui kuasa hukumnya, Nyoman Sumanth. Pertama, SK penunjukkan/pengangkatan personalia LP-LPD Bali. Keua, SK penunjukan/peng-angkatan personalia BKS-LPD Bali. Ketiga, dasar hukum pemungutan uang pemberdayaan oleh pejabat LP-LPD. Keempat, nomor rekening penampung setoran pemberdayaan LPD.
Kelima, jumlah dan nama-nama LPD se-Bali. Keenam, daftar LPD di Bali yang menyetor dan tidak uang pemberdayaan periode 2013-2015. Ketujuh, jumlah setoran masing-masing LPD. Kedelapan, jumlah setoran LPD se-Bali periode 2013-2015. Kesembilan, rincian penggunaan uang pemberdayaan LPD. Kesepuluh, dasar hukum penggunaan uang pemberdayaan, Kesebelas, bukti laporan pertanggungjawaban kepada Bendesa (Kelian Desa Pakraman) selaku pemilik LPD.
“Tujuan meminta informasi ini, untuk memastikan apakah pemberdayaan LPD sudah dikelola atau dimanfaatkan sesuai peruntukannya? Sehingga timbul keyakinan bahwa uang tersebut dikelola dengan baik. Karena ini kan 5 persen keuntungan LPD disetor tiap tahunnya. Bendesa yang memiliki peran sebagai pembina LPD, merasa patut mengetahui untuk apa dana tersebut,” ujar Sumantha.
Sumantha mengakui, awalnya mempertanyakan informasi tersebut kepada lembaga yang memegang informasinya, dalam hal ini LP-LPD dan BKS-LPD. “Namun, setelah saya baca UU, tidak cukup hanya itu, masih ada keterkaitan dengan lembaga informasi publik (Komisi Informasi). Kami pun datang ke sini untuk mengajukan permohonan kepada pemegang informasi (LPLPD da BKS LPD), lalu sampaikan tembusan itu ke sini, dengan menunjukkan bukti tanda terima,” jelas Sumantha.
Sementara itu, Ketua Komisi Informasi Provinsi Bali, Gede Agus Astapa, mengatakan LP-LPD dan BKS-LPD merupakan badan publik. Pasalnya, badan tersebut menghimpun dana masyarakat, sehingga wajib memberikan informasi publik.
Terkait permohonan informasi dari 12 Bendesa Pakraman dari Mengwi, menurut agus Astapa, pihaknya sudah menerima berkas melalui Sumantha. Nantinya, pihak LP-LPD dan BKS-LPD harus menanggapi. Apabila selama 30 hari tidak diberikan informasi baru, maka LP-LPD dan BKS-LPD akan dipanggil dan dimediasi.
“Tadi kan ada 11 informasi yang diminta. Namun, apakah semua bisa diberikan, kita belum bisa jawab sekarang, sebelum terjadi sengketa kasus. Maksudnya, ini kan diproses di sana (LP-LPD dan BKS-LPD) selama 10 hari kerja,” jelas Agus Astapa.
“Jika dalam 10 hari tersebut tidak diberikan informasi, langsung ajukan keberatan atau tanggapan, sehingga mereka punya waktu 7 hari untuk menanggapi ini. Jika ternyata tidak ditanggapi lagi, masih ada waktu 30 hari. Setelah tidak ditanggapi lagi, barulah dipanggil, itu namanya sengketa informasi. LP-LPD dan BKS-LPD dipanggil dan mediasi. Jika sudah tidak bisa, baru sidang,” lanjut mantan wartawan asal Desa Banyuatis, Kecamatan Banjar, Buleleng ini. * in
Rombongan Nyoman Sumantha yang menyetorkan laporan permintaan para Kelian Desa (Bendesa) Pakraman, Rabu kemarin, diterima Ketua Komisi Informasi Provinsi Bali, Gede Agus Astapa, didampingi komisioner lainnya. Ada 11 item informasi yang diingin-kan 12 Kelian Desa Pakraman ini melalui kuasa hukumnya, Nyoman Sumanth. Pertama, SK penunjukkan/pengangkatan personalia LP-LPD Bali. Keua, SK penunjukan/peng-angkatan personalia BKS-LPD Bali. Ketiga, dasar hukum pemungutan uang pemberdayaan oleh pejabat LP-LPD. Keempat, nomor rekening penampung setoran pemberdayaan LPD.
Kelima, jumlah dan nama-nama LPD se-Bali. Keenam, daftar LPD di Bali yang menyetor dan tidak uang pemberdayaan periode 2013-2015. Ketujuh, jumlah setoran masing-masing LPD. Kedelapan, jumlah setoran LPD se-Bali periode 2013-2015. Kesembilan, rincian penggunaan uang pemberdayaan LPD. Kesepuluh, dasar hukum penggunaan uang pemberdayaan, Kesebelas, bukti laporan pertanggungjawaban kepada Bendesa (Kelian Desa Pakraman) selaku pemilik LPD.
“Tujuan meminta informasi ini, untuk memastikan apakah pemberdayaan LPD sudah dikelola atau dimanfaatkan sesuai peruntukannya? Sehingga timbul keyakinan bahwa uang tersebut dikelola dengan baik. Karena ini kan 5 persen keuntungan LPD disetor tiap tahunnya. Bendesa yang memiliki peran sebagai pembina LPD, merasa patut mengetahui untuk apa dana tersebut,” ujar Sumantha.
Sumantha mengakui, awalnya mempertanyakan informasi tersebut kepada lembaga yang memegang informasinya, dalam hal ini LP-LPD dan BKS-LPD. “Namun, setelah saya baca UU, tidak cukup hanya itu, masih ada keterkaitan dengan lembaga informasi publik (Komisi Informasi). Kami pun datang ke sini untuk mengajukan permohonan kepada pemegang informasi (LPLPD da BKS LPD), lalu sampaikan tembusan itu ke sini, dengan menunjukkan bukti tanda terima,” jelas Sumantha.
Sementara itu, Ketua Komisi Informasi Provinsi Bali, Gede Agus Astapa, mengatakan LP-LPD dan BKS-LPD merupakan badan publik. Pasalnya, badan tersebut menghimpun dana masyarakat, sehingga wajib memberikan informasi publik.
Terkait permohonan informasi dari 12 Bendesa Pakraman dari Mengwi, menurut agus Astapa, pihaknya sudah menerima berkas melalui Sumantha. Nantinya, pihak LP-LPD dan BKS-LPD harus menanggapi. Apabila selama 30 hari tidak diberikan informasi baru, maka LP-LPD dan BKS-LPD akan dipanggil dan dimediasi.
“Tadi kan ada 11 informasi yang diminta. Namun, apakah semua bisa diberikan, kita belum bisa jawab sekarang, sebelum terjadi sengketa kasus. Maksudnya, ini kan diproses di sana (LP-LPD dan BKS-LPD) selama 10 hari kerja,” jelas Agus Astapa.
“Jika dalam 10 hari tersebut tidak diberikan informasi, langsung ajukan keberatan atau tanggapan, sehingga mereka punya waktu 7 hari untuk menanggapi ini. Jika ternyata tidak ditanggapi lagi, masih ada waktu 30 hari. Setelah tidak ditanggapi lagi, barulah dipanggil, itu namanya sengketa informasi. LP-LPD dan BKS-LPD dipanggil dan mediasi. Jika sudah tidak bisa, baru sidang,” lanjut mantan wartawan asal Desa Banyuatis, Kecamatan Banjar, Buleleng ini. * in
1
Komentar