Desa Kayu Putih Budidayakan Maggot dengan Cara Urai Sampah Organik
Proses sampah organik menjadi maggot sendiri membutuhkan waktu selama 15 hari.
SINGARAJA, NusaBali
Ada banyak cara untuk mengurangi volume sampah. Salah satunya dengan membudidayakan larva maggot (belatung) untuk mengurai sampah organik. Seperti yang dilakukan oleh Perbekel Desa Kayu Putih Gede Gelgel Ariawan. Setiap hari, ia memasukkan sampah rumah tangganya yang sudah dipilah ke dalam tong-tong air yang menjadi tempat pengolahan.
Jejeran tong dengan ukuran 150 liter tersebut merupakan tempat penampungan sampah yang digunakan untuk menyulap sampah menjadi larva jenis Black Solder Fly (BSF). "Ini alat pengolah sampah organik menjadi maggot yang saya beli dulunya seharga per buahnya Rp 1 juta," tutur Gede Gelgel Ariawan saat ditemui NusaBali di kediamannya di Desa Kayu Putih, Kecamatan Sukasada, Buleleng, Jumat (28/8).
Ketertarikannya mengolah sampah organik menjadi maggot bermula pada Agustus 2019 lalu. Saat itu ia tengah mencari informasi untuk pakan alternatif ikan lele peliharaannya. "Pakan ikan lele harganya cukup mahal. Akhirnya cari-cari informasi hingga ketemu budidaya maggot sebagai pakan ikan lele yang murah dan mudah dikembangkan," tutur pria berusia 38 tahun ini.
Karena itu Ariawan mulai mengolah sampah organik rumah tangganya di sela-sela kesibukannya menjabat sebagai perbekel. Harapannya aktivitas mendaur sampah organik menjadi maggot dapat memberikan warganya soal sampah dan ditiru. Minimal dari skala rumah tangga masing-masing. "Kami di desa harus berikan bukti dan contoh dulu. Baru warga bisa mengikuti," ucapnya.
Ariawan menyebutkan, produksi maggot masih dalam jumlah kecil atau skala rumahan. Dari 5 tong pengolahan sampah organik tersebut rata-rata mampu menghasilkan belatung sebanyak satu botol air berukuran besar atau sekitar 1,5 kilogram setiap kali panen. Proses sampah organik menjadi maggot sendiri membutuhkan waktu selama 15 hari.
Sampah-sampah organik tersebut harus dicacah atau potong dengan ukuran kecil kemudian dimasukkan ke dalam tong. Barulah disemprotkan dengan cairan mikro organisme atau lazim disebut mol yang dibikin dari limbah buah. Setelah itu ditutup di dalam tong dengan suhu harus di atas 30 derajat celcius.
Sampah organik tersebut akan mengundang datangnya lalat dan bertelur di dalam tong. Selama tiga minggu telur-telur yang dihasilkan di dalam tong akan menjadi maggot. Maggot akan keluar dengan sendirinya dari lubang-lubang kecil yang berada di sisi tong. Selain menghadirkan maggot, yang digunakan untuk pakan ikan lele, sampah yang disimpan dalam tong tersebut juga menjadi pupuk organik padat dan cair.
Saat ini phaknya tengah menggencarkan budidaya maggot dengan memanfaatkan sampah organik tersebut kepada warganya. Selain dapat mengurangi sampah, ada sejumlah manfaat yang didapat dari pengolahan sampah organik ini. "Harapannya budidaya maggot yang telah saya lakukan dapat dijadikan contoh warga untuk mengurangi sampah," harapnya.*cr75
Jejeran tong dengan ukuran 150 liter tersebut merupakan tempat penampungan sampah yang digunakan untuk menyulap sampah menjadi larva jenis Black Solder Fly (BSF). "Ini alat pengolah sampah organik menjadi maggot yang saya beli dulunya seharga per buahnya Rp 1 juta," tutur Gede Gelgel Ariawan saat ditemui NusaBali di kediamannya di Desa Kayu Putih, Kecamatan Sukasada, Buleleng, Jumat (28/8).
Ketertarikannya mengolah sampah organik menjadi maggot bermula pada Agustus 2019 lalu. Saat itu ia tengah mencari informasi untuk pakan alternatif ikan lele peliharaannya. "Pakan ikan lele harganya cukup mahal. Akhirnya cari-cari informasi hingga ketemu budidaya maggot sebagai pakan ikan lele yang murah dan mudah dikembangkan," tutur pria berusia 38 tahun ini.
Karena itu Ariawan mulai mengolah sampah organik rumah tangganya di sela-sela kesibukannya menjabat sebagai perbekel. Harapannya aktivitas mendaur sampah organik menjadi maggot dapat memberikan warganya soal sampah dan ditiru. Minimal dari skala rumah tangga masing-masing. "Kami di desa harus berikan bukti dan contoh dulu. Baru warga bisa mengikuti," ucapnya.
Ariawan menyebutkan, produksi maggot masih dalam jumlah kecil atau skala rumahan. Dari 5 tong pengolahan sampah organik tersebut rata-rata mampu menghasilkan belatung sebanyak satu botol air berukuran besar atau sekitar 1,5 kilogram setiap kali panen. Proses sampah organik menjadi maggot sendiri membutuhkan waktu selama 15 hari.
Sampah-sampah organik tersebut harus dicacah atau potong dengan ukuran kecil kemudian dimasukkan ke dalam tong. Barulah disemprotkan dengan cairan mikro organisme atau lazim disebut mol yang dibikin dari limbah buah. Setelah itu ditutup di dalam tong dengan suhu harus di atas 30 derajat celcius.
Sampah organik tersebut akan mengundang datangnya lalat dan bertelur di dalam tong. Selama tiga minggu telur-telur yang dihasilkan di dalam tong akan menjadi maggot. Maggot akan keluar dengan sendirinya dari lubang-lubang kecil yang berada di sisi tong. Selain menghadirkan maggot, yang digunakan untuk pakan ikan lele, sampah yang disimpan dalam tong tersebut juga menjadi pupuk organik padat dan cair.
Saat ini phaknya tengah menggencarkan budidaya maggot dengan memanfaatkan sampah organik tersebut kepada warganya. Selain dapat mengurangi sampah, ada sejumlah manfaat yang didapat dari pengolahan sampah organik ini. "Harapannya budidaya maggot yang telah saya lakukan dapat dijadikan contoh warga untuk mengurangi sampah," harapnya.*cr75
1
Komentar