Toko Masih Tutup, Pedagang Putu Kontrak
Suasana Objek Wisata Tanah Lot di Tengah Pandemi
TABANAN, NusaBali
Objek Wisata Tanah Lot di Desa Beraban, Kecamatan Kediri, Tabanan, sudah dibuka sejak dimulai tatanan kehidupan era baru.
Hanya saja, sejumlah pemilik toko dan los di areal objek masih memilih tutup usaha. Mereka memilih masih tutup lantaran daya beli menurun karena kunjungan wisatawan masih sepi.
Pantauan di lapangan, Kamis (27/8) pagi sekitar pukul 09.00 Wita, suasana wisatawan yang padat berkunjung tak terlihat seperti sebelum pandemi. Kawasan objek yang terkenal karena keunikan puranya di tengah gemburan ombak itu, masih lengang. Sejumlah kios dan los pedagang baik yang menjual makanan dan souvenir, masih tutup. Sepinya suasana terlihat mulai dari areal parkir sampai dengan titik pandang lokasi objek.
Kepala Devisi Pasar DTW Tanah Lot Made Hadi Susila menjelaskan, jumlah kios dan los di DTW Tanah Lot mencapai 650 unit. Dari jumlah itu yang buka hanya 2 persen, sisanya masih memilih tutup karena sepi kunjungan wisatawan sepi. “Kunjungan sudah ada di Tanah Lot, tetapi yang belanja masih sepi. Kondisi itu membuat pedagang memilih tutup kios dan los,” ungkapnya.
Kata dia, karena sepinya kunjungan ini, bahkan sejumlah pedagang kopi sampai ada yang selesai ngontrak tempat jualan. Pedagang yang selesai ngontrak lebih dari 10 orang. “Pedagang kopi yang masih bertahan berjualannya singkat, dari pagi pukul 07.00 Wita hanya sampai pukul 14.00 Wita, biasanya sampai pukul 17.00 Wita,” kata Susila.
Selain itu, pedagang khususnya makanan yang masih bertahan lebih memilih membawa dagangannya pulang untuk dijual. “Yang barang dagangannya tak laku, langsung diambil distributor,” jelasnya.
Sedangkan, para pedagang pakaian dan souvenir, meskipun setiap pagi buka, mereke hanya membersihkan toko dan mengisi kapur anti ngengat agar pakaian tidak usang. “Kalau dipresentasekan dari 650 kios, hanya 2 persen yang buka, yang lain rata-rata masih tutup,” ungkapnya.
Terkait kondisi ini, diakui Susila, untuk meringankan beban pedagang, biaya retribusi yang dipungut tiap hari Rp 4.000 sesuai Perda Tabanan, tidak lagi dipungut. “Karena kondisi sepi, maka otomatis retribusi tidak kita pungut,” terangnya.
Salah seorang pedagang, Ni Komang Puspawati mengatakan, sejak pandemi ini, penjualan barang souvenir yang sudah dilakoni sejak lama, turun drastis.
Biasanya aset penjualan jika wisatawan ramai sampai Rp 10 juta per bulan, namun sekarang hanya bisa dihitung dengan jari. “Laku satu produk saja sudah syukur sekarang, jauh sekali penurunannya,” ungkap pedagang asal Singaraja ini.
Dia mengaku sudah berjualan selama 11 tahun. Tempat berjualannya di tanah milik Pemka Tabanan sehingga harus mengontrak per tahun Rp 15 juta. “Sekarang saya jualannya jarang. Kalau turis ramai, baru buka melihat situasi. Kalau kunjungan sepi saya memilih tutup, percuma buka dagangan,” katanya.
Hal serupa juga disampaikan oleh Wayan Betok, penjual patung. Sejak pandemi, meskipun wisata sudah buka, penjualan sangat turun. Bahkan mulai dibuka tokonya dari pukul 10.00 Wita. “Kalau normal jam 08.00 Wita sudah buka,” katanya.
Meskipun demikian, dia sendiri tidak menjual patungnya secara online. Sebab jika ditawarkan lewat online harganya tidak bisa dipatok. “Buka saja setiap hari sambil saya ngopi meskipun sepi. Mudah-mudahan suasana ini cepat berlalu,” harapnya. *des
1
Komentar