Hujan Siang Hari, Cabe Dihantui 'Candang Geni'
Hujan yang kerap terjadi siang hari belakangan ini berimbas tak baik bagi petani di kawasan Kintamani.
BANGLI, NusaBali
Terutama petani hortikultura untuk jenis tanaman cabe merah. Pasalnya hujan siang hari biasanya disertai dengan suhu udara yang menyengat. Akibatnya buah cabe rontok, karena membusuk. Tak perlu sampai hujan siang beruntun. Sekali terjadi hujan siang saja, mengakibatkan tanaman cabe rusak.
“Daunnya akan bercak-bercak coklat,” ungkap Ni Nengah Licin, seorang petani di pinggiran Danau Batur, Kintamani, Minggu (9/10). Jika dalam dua tiga hari tak dapat penanggulangan, gejala tersebut akan diikuti rontok buah”Jika serangan ringan, kerugian sampai sepuluh persen,” ungkap Licin.
Dia mencontohkan lahan yang dimiliknya seluas 65 are. Jika kondisi cuaca dan tanaman cabe normal, sekali panen dapat 5 pikul cabe atau sekitar 500 kilogram. Namun karena terserang bercak coklat, panen bisa menyusut sepuluh persen. Atau malah bisa jadi kerugiannya lebih dari itu. “Tergantung parah atau tidaknya,” imbuh Licin.
Namun jarang tanaman cabe petani yang rusak fatal. Mereka (petani) langsung melakukan penanggulangan dengan penyemprotan, dengan obat-obatan sehingga tak rugi total. I Made Diksa, petani lainnya menyatakan hal serupa. “Warga di sini menamakannya penyakit candang geni,” uncap Diksa, yang juga Perbekel Desa Abang Batundinding, Kecamatan Kintamani.
Kata Diksa, hujan siang hari dengan suhu terik kurang disukai petani. Namun kalau memang terjadi, karena faktor alam, petani tentu tak mungkin menghindarinya. “Karena itu petani di sini selalu waspada tak bisa leha-leha,” ungkapnya. Jika ada gejala serangan ‘candang geni’, para petani sesuai pengalaman masing-masing akan melakukan penyemprotan. “Jika tak fatal, dalam beberapa hari akan membaik,” ucapnya.
Dikatakan Diksa, budidaya hortikultura, salah satunya cabe merah, merupakan mata pencaharian pokok warga di desa-desa pinggiran Danau Batur, seperti Desa Abang Batudinding. Budidaya lainnya adalah tomat, kubis, dan bawang. * k17
“Daunnya akan bercak-bercak coklat,” ungkap Ni Nengah Licin, seorang petani di pinggiran Danau Batur, Kintamani, Minggu (9/10). Jika dalam dua tiga hari tak dapat penanggulangan, gejala tersebut akan diikuti rontok buah”Jika serangan ringan, kerugian sampai sepuluh persen,” ungkap Licin.
Dia mencontohkan lahan yang dimiliknya seluas 65 are. Jika kondisi cuaca dan tanaman cabe normal, sekali panen dapat 5 pikul cabe atau sekitar 500 kilogram. Namun karena terserang bercak coklat, panen bisa menyusut sepuluh persen. Atau malah bisa jadi kerugiannya lebih dari itu. “Tergantung parah atau tidaknya,” imbuh Licin.
Namun jarang tanaman cabe petani yang rusak fatal. Mereka (petani) langsung melakukan penanggulangan dengan penyemprotan, dengan obat-obatan sehingga tak rugi total. I Made Diksa, petani lainnya menyatakan hal serupa. “Warga di sini menamakannya penyakit candang geni,” uncap Diksa, yang juga Perbekel Desa Abang Batundinding, Kecamatan Kintamani.
Kata Diksa, hujan siang hari dengan suhu terik kurang disukai petani. Namun kalau memang terjadi, karena faktor alam, petani tentu tak mungkin menghindarinya. “Karena itu petani di sini selalu waspada tak bisa leha-leha,” ungkapnya. Jika ada gejala serangan ‘candang geni’, para petani sesuai pengalaman masing-masing akan melakukan penyemprotan. “Jika tak fatal, dalam beberapa hari akan membaik,” ucapnya.
Dikatakan Diksa, budidaya hortikultura, salah satunya cabe merah, merupakan mata pencaharian pokok warga di desa-desa pinggiran Danau Batur, seperti Desa Abang Batudinding. Budidaya lainnya adalah tomat, kubis, dan bawang. * k17
1
Komentar