Ciptakan Automatic Inspection Gate
Inovasi STMIK Primakara di Tengah Pandemi Covid-19
DENPASAR, NusaBali
Di tengah pandemi Covid-19, Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer (STMIK) Primakara justru melahirkan berbagai inovasi.
Setelah beberapa bulan lalu berhasil mengembangkan gate penyemprotan desinfektan secara otomatis, dua bulan belakangan ini kampus yang beralamat di Jalan Tukad Badung Nomor 135 Denpasar itu mengembangkan prototype Primakara Automatic Inspection Gate yang memiliki empat fungsi sekaligus.
Alat ini diciptakan oleh dua orang dosen STMIK Primakara, yakni Made Adi Paramartha Putra, ST MT, I Putu Satwika, SKom MKom dan mahasiswa Jurusan Sistem Informasi, I Ketut Agus Juliana melalui Pusat Inovasi Primakara.
Adi Paramartha menjelaskan, empat fungsi yang dimiliki alat yakni sebagai pengecekan suhu tubuh, deteksi penggunaan masker, hand sanitizer otomatis dan check-in/check-out untuk mendapatkan data orang yang memasuki gedung. Dengan adanya pendataan orang yang memasuki suatu gedung maka kapasitasnya dapat dikontrol sehingga tidak melebihi ketentuan.
"Empat fungsi tersebut yang biasa diberlakukan di banyak fasilitas umum, namun dilakukan secara manual dengan bantuan seorang petugas," ujarnya dalam siaran persnya Senin (31/8)
Lebih lanjut dijelaskan, Primakara Automatic Inspection Gate ini memadukan teknologi Internet of Things (IoT) dan kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI). Alat ini juga memanfaatkan sensor sebagai pengukur suhu serta kamera sebagai pendeteksi masker yang dikontrol penuh dengan menggunakan microcontroller.
Setiap pengunjung yang akan masuk ke gedung harus di-scan menggunakan Primakara Automatic Inspection Gate. Jika suhu tubuh seseorang berada dibawah 37,3 serta menggunakan masker, pengunjung akan diarahkan mengisi data diri untuk mengetahui waktu kunjungan dan nomor telepon.
Dengan adanya alat ini, maka dapat mengurangi kontak antara security dengan pengunjung. Security tidak perlu lagi melakukan pengecekan masker dan temperatur kepada pengunjung karena telah dilakukan oleh Automatic Inspection Gate. "Di restaurant dan cafe, petugasnya yang merangkap waiter/waitress harus bolak-balik melayani tamu yang check-in dan tamu yang sudah harus diberi hidangan. Akhirnya kami buatlah alat ini," kata Adi Paramartha.
Diungkapkan, satu unit prototype Primakara Automatic Inspection Gate sudah dipasang di Kantor Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) Wilayah VIII untuk showcase. Ke depan ia mengaku akan membuat lagi untuk ditempatkan di kantor pemerintah kabupaten/kota di Bali.
Senada dengan Adi Paramartha, Ketua STMIK Primakara, I Made Artana mengatakan, alat ini memang diciptakan untuk membantu petugas agar bisa mengurangi berinteraksi dengan para pengunjung. Setiap tempat biasanya kini telah memiliki petugas untuk untuk melakukan pengecekan suhu tubuh dan sebagainya. "Misalkan kita ke Starbucks saja ada orang ngecek suhu, ngecek penggunaan masker, meminta penggunaan hand sanitizer," kata Artana.
Namun dalam penjagaan petugas itu ada satu hal yang tidak dilakukan yakni pemantauan kapasitas ruang, padahal hal tersebut sangat penting untuk dilakukan. Oleh karena itu, saat menggunakan Primakara Automatic Inspection Gate pengguna akan diminta untuk melakukan scan barcode. Scan barcode ini tujuannya agar bisa menghitung jumlah orang yang masuk ke dalam tempat/gedung.
Tak hanya itu, ada saat masuk, pengguna juga diminta untuk memasukkan nomor telepon dan email. Tujuannya tracing jika dalam suatu gedung ditemukan kasus Covid-19. Nantinya pada saat keluar, pengguna juga akan diminta untuk melakukan scan lagi. Dengan begitu, dapat diketahui jumlah orang masuk dan keluar sehingga kapasitas gedung bisa dipantau. "Jadi kita tahu, misalnya gedung Primakara tidak boleh lebih dari 100 (orang), ya sudah kalau lebih dari 100 tidak diizinkan masuk," jelasnya.
Artana menyebut, bahwa alat yang dimiliki oleh kampus yang dipimpinnya itu termasuk yang paling lengkap. Beberapa alat di pasaran sebenarnya sudah mulai tersedia, namun fungsinya saling terpisah. "(Alat) scan suhu ada, banyak, scan masker juga ada. Nah tapi harganya luar biasa. Saya pernah mempelajari penawaran, harganya itu Rp 60 juta dan tidak selengkap yang punya kita viturnya," ungkap Artana.
Berangkat dari hal tersebutlah Artana mendorong kampusnya untuk membuat alat Primakara Automatic Inspection Gate tersebut. Dirinya menyebut sudah menjadi tugas bagi perguruan tinggi untuk melakukan inovasi. Setelah inovasi ini ada, nantinya ia bakal mempersilakan jika ada kampus atau perusahaan yang bakal mengembangkannya lebih lanjut.
Apalagi jika melihat harga alat yang kini beredar di pasaran sudah sangat mahal dan pihaknya di kampus STMIK Primkara mampu membuat lebih murah. Jika dihitung, pembuatan Primakara Automatic Inspection Gate hanya menghabiskan sekitar Rp 7 jutaan dan rencananya akan dilepas ke pasaran dengan 8 juta. Meski sudah menciptakan alat ini, pihaknya di STMIK Primakaran tidak terlalu memikirkan soal keuntungan.
Sementara itu, Kepala LLDikti Wilayah VIII, Prof I Nengah Dasi Astawa memberikan pujian khusus karena sudah mampu menjadi trend setter (pencetus trend) di bidang teknologi. Maka dari itu, dia menilai STMIK Primakara harus menjadi contoh bagi perguruan tinggi yang lain. "Karena beliau (STMIK Primakara) umurnya masih muda sudah mendapatkan bantuan banyak dari pemerintah pusat untuk mengembangkan inkubator bisnis," katanya. "Jadi wajib dan wajarlah bagi Primakra untuk menjadi salah satu perguruan tinggi di bidang teknologi kebanggaan saya karena inovasi dan inkubator yang luar biasa. Sudah banyak tenant-tenantnya sehingga itu menjadi kebanggan kitalah intinya," pungkas pria yang pernah meraih penghargaan sebagai figur pendidikan dalam Sukma Bali Award 2019 itu. *isu
Komentar