Yayasan Isana Dewata Luncurkan Buku Korban Bom
Yayasan Istri Suami Anak (Isana) Dewata meluncurkan buku berjudul ‘Janda-Janda Korban Terorisme di Bali’, serangkaian peringatan 14 tahun tragedi bom Bali di Kuta, Kabupaten Badung, Rabu (12/10).
MANGUPURA, NusaBali
Peluncuran buku tersebut dihadiri berbagai kalangan lintas agama, tokoh masyarakat, dan perwakilan pemerintahan setempat.
Buku yang ditulis dalam dua bahasa yakni bahasa Indonesia dan bahasa Inggris tersebut mengisahkan 14 orang janda korban tragedi bom Bali, 12 Oktober 2002. Ketua Penulis Buku Thiolina Ferawati Marpaung mengatakan bahwa gagasan penulisan buku tersebut berasal dari kegelisahannya sebagai istri korban dalam menjalani hidup setiap hari tanpa pendamping.
“Saya sebagai penulis sekaligus korban merasakan kegelisahan ini sehingga muncul ide untuk menulis buku yang nantinya bisa memotivasi kami dan kawan-kawan lainnya,” ucapnya. Menurut dia, buku itu nantinya akan dilelang sebagai penggalian dana untuk bisa mencetak buku berikutnya.
Terpilihnya ke-14 orang janda korban bom Bali yang kisahnya tertuang dalam buku, menurut Thiolina, melalui proses yang cukup panjang. Karena tak semua korban mau menceritakan kisah ataupun perasaannya. Dari ke-14 janda tersebut belum ada keterlibatan dari janda korban yang berasal dari luar negeri.
“Ke-14 narasumber yang kami tuangkan dalam buku ini belum ada keterlibatan dari janda para korban dari luat negeri. Sebenarnya ada banyak korban akibat bom Bali, tapi tak semuanya bisa dikonfirmasi karena berbagai persoalan. Ada yang yang tak mau mengisahkan perasaannya lewat buku ini,” kata Thiolina.
Ketua Yayasan Isana Dewata Ni Luh Erniawati mengatakan bahwa banyak sekali tantangan hidup yang harus dihadapi para janda korban bom Bali tersebut. “Pada saat ini umur saya masih sangat muda untuk menyandang status seorang janda, tetapi itu semua adalah jalan hidup yang tidak bisa saya pilih, dan mau tidak mau harus dihadapi,” ujarnya.
Dia memutuskan untuk berjuang sepenuh tenaga untuk bisa menghidupi keluarga sekaligus mendidik dua anak laki-lakinya seorang diri. Melalui peluncuran buku tersebut, dia berharap pemerintah lebih peduli lagi kepada keluarga korban bom Bali dan juga keluarga korban-korban kejahatan atau bencana lainnya.
“Kami berharap pemerintah mau membuatkan rumah terapi untuk menghilangkan rasa trauma para korban yang ada di Bali, karena untuk menghilangkan rasa trauma itu tidak mudah dan sangat mengganggu mentalnya,” tutur Erniawati.
Sementara itu, keluarga korban berziarah dengan tabur bunga dan menyalakan lilin di Monumen Bom Bali di Ground Zero di Legian. Para keluarga dan kerabat korban sejak pagi berdatangan ke Ground Zero dengan membawa bunga dan sarana sembahyang lainnya untuk berdoa.
Selain keluarga korban, sejumlah wisatawan yang kebetulan dan sengaja melintas di tempat wisata itu singgah untuk ikut berdoa dan berfoto dengan latar belakang Monumen Bom Bali. Sementara itu, pengamanan di lokasi Monumen Bom Bali tidak terlalu ketat, hanya terlihat beberapa aparat keamanan berjaga-jaga di pos polisi setempat.
Gubernur Bali Made Mangku Pastika yang hadir di Ground Zero menyampaikan rasa empatinya kepada keluarga korban. Dia mengatakan, peringatan tragedi berdarah ini bukan berarti membuka luka lama tetapi untuk memberi penguatan kepada keluarga korban. Menurutnya kejadian berdarah 14 tahun silam itu adalah sebuah kisah yang tak akan pernah dilupakan, namun bukan berarti kita menyimpan dendam.
“Saya menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh keluarga korban apabila selama ini Pemerintah Provinsi Bali kurang memberikan perhatian. Tak lupa pula saya menyampaikan terimakasi kepada Yayasan Isana Dewata yang telah memperjuangkan nasib keluarga korban,” ujar Pastika di acara yang juga dihadiri oleh Konsul Jenderal Australia Helena Studdert, Kepala Dinas Sosial Provinsi Bali Nyoman Wenten.
Pastika beserta undangan melakukan doa bersama, meletakkan karangan bunga, serta menyalakan lilin di Monumen Bom Bali untuk mengenang kembali para korban dalam peristiwa yang menggemparkan dunia tersebut.
Tragedi kemanusiaan bom Bali 12 Oktober 2002 merenggut 202 korban tewas dari 20 negara. Ledakan dahyat di kawasan Legian, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung, Bali, itu meluluhlantakkan Sari Club dan Paddy’s Club pada malam hari, mengakibatkan lebih dari 350 orang mengalami luka-luka, termasuk cacat tetap. * ant, cr64
Buku yang ditulis dalam dua bahasa yakni bahasa Indonesia dan bahasa Inggris tersebut mengisahkan 14 orang janda korban tragedi bom Bali, 12 Oktober 2002. Ketua Penulis Buku Thiolina Ferawati Marpaung mengatakan bahwa gagasan penulisan buku tersebut berasal dari kegelisahannya sebagai istri korban dalam menjalani hidup setiap hari tanpa pendamping.
“Saya sebagai penulis sekaligus korban merasakan kegelisahan ini sehingga muncul ide untuk menulis buku yang nantinya bisa memotivasi kami dan kawan-kawan lainnya,” ucapnya. Menurut dia, buku itu nantinya akan dilelang sebagai penggalian dana untuk bisa mencetak buku berikutnya.
Terpilihnya ke-14 orang janda korban bom Bali yang kisahnya tertuang dalam buku, menurut Thiolina, melalui proses yang cukup panjang. Karena tak semua korban mau menceritakan kisah ataupun perasaannya. Dari ke-14 janda tersebut belum ada keterlibatan dari janda korban yang berasal dari luar negeri.
“Ke-14 narasumber yang kami tuangkan dalam buku ini belum ada keterlibatan dari janda para korban dari luat negeri. Sebenarnya ada banyak korban akibat bom Bali, tapi tak semuanya bisa dikonfirmasi karena berbagai persoalan. Ada yang yang tak mau mengisahkan perasaannya lewat buku ini,” kata Thiolina.
Ketua Yayasan Isana Dewata Ni Luh Erniawati mengatakan bahwa banyak sekali tantangan hidup yang harus dihadapi para janda korban bom Bali tersebut. “Pada saat ini umur saya masih sangat muda untuk menyandang status seorang janda, tetapi itu semua adalah jalan hidup yang tidak bisa saya pilih, dan mau tidak mau harus dihadapi,” ujarnya.
Dia memutuskan untuk berjuang sepenuh tenaga untuk bisa menghidupi keluarga sekaligus mendidik dua anak laki-lakinya seorang diri. Melalui peluncuran buku tersebut, dia berharap pemerintah lebih peduli lagi kepada keluarga korban bom Bali dan juga keluarga korban-korban kejahatan atau bencana lainnya.
“Kami berharap pemerintah mau membuatkan rumah terapi untuk menghilangkan rasa trauma para korban yang ada di Bali, karena untuk menghilangkan rasa trauma itu tidak mudah dan sangat mengganggu mentalnya,” tutur Erniawati.
Sementara itu, keluarga korban berziarah dengan tabur bunga dan menyalakan lilin di Monumen Bom Bali di Ground Zero di Legian. Para keluarga dan kerabat korban sejak pagi berdatangan ke Ground Zero dengan membawa bunga dan sarana sembahyang lainnya untuk berdoa.
Selain keluarga korban, sejumlah wisatawan yang kebetulan dan sengaja melintas di tempat wisata itu singgah untuk ikut berdoa dan berfoto dengan latar belakang Monumen Bom Bali. Sementara itu, pengamanan di lokasi Monumen Bom Bali tidak terlalu ketat, hanya terlihat beberapa aparat keamanan berjaga-jaga di pos polisi setempat.
Gubernur Bali Made Mangku Pastika yang hadir di Ground Zero menyampaikan rasa empatinya kepada keluarga korban. Dia mengatakan, peringatan tragedi berdarah ini bukan berarti membuka luka lama tetapi untuk memberi penguatan kepada keluarga korban. Menurutnya kejadian berdarah 14 tahun silam itu adalah sebuah kisah yang tak akan pernah dilupakan, namun bukan berarti kita menyimpan dendam.
“Saya menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh keluarga korban apabila selama ini Pemerintah Provinsi Bali kurang memberikan perhatian. Tak lupa pula saya menyampaikan terimakasi kepada Yayasan Isana Dewata yang telah memperjuangkan nasib keluarga korban,” ujar Pastika di acara yang juga dihadiri oleh Konsul Jenderal Australia Helena Studdert, Kepala Dinas Sosial Provinsi Bali Nyoman Wenten.
Pastika beserta undangan melakukan doa bersama, meletakkan karangan bunga, serta menyalakan lilin di Monumen Bom Bali untuk mengenang kembali para korban dalam peristiwa yang menggemparkan dunia tersebut.
Tragedi kemanusiaan bom Bali 12 Oktober 2002 merenggut 202 korban tewas dari 20 negara. Ledakan dahyat di kawasan Legian, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung, Bali, itu meluluhlantakkan Sari Club dan Paddy’s Club pada malam hari, mengakibatkan lebih dari 350 orang mengalami luka-luka, termasuk cacat tetap. * ant, cr64
1
Komentar