Ketua Komisi I DPRD Karangasem Dipolisikan
Dugaan Pencemaran Nama Baik Sejumlah Krama Bugbug
“Demo itu tujuannya untuk menyampaikan aspirasi. Melalui petisi juga adalah cara menyampaikan aspirasi. Daripada mereka buat demo tandingan saat Covid. Apalagi Karangasem zona merah. Tujuan kami hanya menyampaikan kepada masyarakat agar damai dan mengamankan Perda Nomor 4 Tahun 2019 yang bersifat paras paros,” I Nengah Suparta.
DENPASAR, NusaBali
Ketua Komisi I DPRD Karangasem, I Nengah Suparta dan seorang krama Dusun Samuh, Desa Adat Bugbug, Karangasem, I Nyoman Bagus Suarjana dilaporkan ke Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Bali oleh Kelian Banjar Dinas Bugbug Kaler, I Gede Agus Arry Saputra , pada Rabu (23/9) pagi. Pelaporan tersebut atas dugaan pencemaran nama baik yang beredar melalui petisi yang dibuat Suparta dkk.
Ditemui seusai membuat laporan dalam bentuk Pengaduan Masyarakat (Dumas) di Ditreskrimum Polda Bali kemarin, IGA Arry Saputra mengatakan tidak terima dengan petisi dengan nomor 01/MSDA-DAB/VIII/2020 yang ditembuskan ke berbagai instansi seperti Gubernur Bali, Bupati Karangasem, Dir Intelkam Polda Bali, dan sejumlah instansi lainnya itu. Dikatakan petisi itu dibuat buntut dari aksi demo yang dilakukan krama setempat terhadap bendesa adat Bugbug.
“Saya sebagai pelapor melaporkan oknum ketua komisi I DPRD Karangasem yang diduga melakukan pencemaran nama baik terhadap diri saya sendiri. Pencemaran itu dilakukan melalui surat petisi yang disebarkan ke masyarakat dan ditembuskan ke sejumlah lembaga, termasuk Intelkam Polda Bali. Dalam petisi itu seolah-olah saya melakukan pencemaran nama baik bendesa adat Bugbug,” tutur IGA Arry Saputra didampingi penasihat hukumnya, I Nengah Yasa Adi Susanto.
Sementara itu I Nengah Yasa Adi Susanto mengatakan pelaporan terhadap Nengah Suparta yang merupakan politis PDI Perjuangan dan Nyoman Bagus Suarjana buntut dari petisi yang dimotori keduanya. Dalam petisi yang berisi tujuh poin itu yang dipersoalkan adalah poin enam dan tujuh. “Pada poin enam menyebutkan banyak pihak. Termasuk salah satunya adalah klien saya ini. Disitu disebutkan meminta penguasa untuk menegur klien saya karena aktif melakukan ujaran kebencian terhadap bendesa adat Bugbug,” tutur Adi Susanto.
Setelah diselidiki diduga ada dua delik pasal yang dilanggar, yakni Pasal 310 KUH tentang Pencemaran Nama Baik dan Pasal 311 KUHP tentang Laporan Palsu yang ditunjukan kepada penguasa seperti Gubernur Bali, Polda Bali, Bupati Karangasem, dan lainnya. Laporan palsu berupa petisi ini juga berbeda dengan yang diedarkan di masyarakat dan yang dikirim ke berbagai instansi.
“Para relawan yang sebelumnya mencari tanda tangan mengatakan tidak ada poin 6 dan 7 dalam petisi tersebut. Yang ada saat mereka cari tanda tangan itu bertujuan untuk kedamaian di Desa Adat Bugbug dan bahkan tanda tangan ini tujuannya untuk mendapatkan sembako. Jadi, masyarakat tanda tangan saja. Masyarakat kaget saat petisi yang beredar ternyata berbeda dengan yang ditembuskan,” ungkapnya.
Melihat kejanggalan itu sebanyak 1.500 dari 2.000 penandatangan petisi itu mencabut kembali dukungannya. Sementara 500 petisi sisanya diduga merupakan tanda tangan palsu oleh oknum relawan pencari tandatangan. Karena itu mereka membuat laporan dalam bentuk Dumas dengan nomor Dumas/383/ix/2020 Ditreskrimum tanggal 23 September 2020. “Kami melihat sangkaan dugaan dari lapor ini adalah pasal 311 KUHP,” tuturnya.
Dikonfirmasi terpisah, Nengah Suparta menanggapi santai laporan terhadap dirinya itu. Menurutnya apa yang dilakukannya itu adalah bagian dari kewajibannya sebagai anggota DPRD Karangasem untuk menampung aspirasi masyarakat. Dia mengaku sebelum petisi beredar dan dikirim ke berbagai instansi itu ada masyarakat yang datang kepadanya minta petunjuk dan saran terkait adanya krama Desa Adat Bugbug melakukan aksi demo terhadap Bendesa Adat Bugbug.
“Begini, masyarakat yang datang minta petunjuk dan saran itu minta untuk melakukan demo tandingan. Saya melarang. Mengapa ? Karena saat ini masih berjuang melawan Covid-19. Untuk menyalurkan aspirasi dari masyarakat itu saya sarankan untuk dibuat dalam bentuk petisi,” ungkap Nengah Suparta.
Terkait masalah yang terjadi dalam lingkup ranah adat harus diselesaikan di kerta desa sebagai pengadilan perdamaian di tingkat desa adat. Apapun masalah tidak diselesaikan dengan hukum positif. Hal ini sesuai dengan Perda Nomor 4 Tahun 2019 bahwa masalah adat diselesaikan dengan paras paros.
“Demo itu tujuannya untuk menyampaikan aspirasi. Melalui petisi juga adalah cara menyampaikan aspirasi. Daripada mereka buat demo tandingan saat Covid. Apalagi Karangasem zona merah. Tujuan kami hanya menyampaikan kepada masyarakat agar damai dan mengamankan Perda Nomor 4 Tahun 2019 yang bersifat paras paros,” tandasnya.
Sementara itu Kabid Humas Polda Bali, Kombes Pol Syamsi mengatakan belum menerima data terkait laporan itu. "Datanya belum saya terima. Tapi pada intinya setiap pengaduan ataupun laporan dari masyarakat akan ditindaklanjuti," tutur Kombes Syamsi singkat. *pol
Ketua Komisi I DPRD Karangasem, I Nengah Suparta dan seorang krama Dusun Samuh, Desa Adat Bugbug, Karangasem, I Nyoman Bagus Suarjana dilaporkan ke Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Bali oleh Kelian Banjar Dinas Bugbug Kaler, I Gede Agus Arry Saputra , pada Rabu (23/9) pagi. Pelaporan tersebut atas dugaan pencemaran nama baik yang beredar melalui petisi yang dibuat Suparta dkk.
Ditemui seusai membuat laporan dalam bentuk Pengaduan Masyarakat (Dumas) di Ditreskrimum Polda Bali kemarin, IGA Arry Saputra mengatakan tidak terima dengan petisi dengan nomor 01/MSDA-DAB/VIII/2020 yang ditembuskan ke berbagai instansi seperti Gubernur Bali, Bupati Karangasem, Dir Intelkam Polda Bali, dan sejumlah instansi lainnya itu. Dikatakan petisi itu dibuat buntut dari aksi demo yang dilakukan krama setempat terhadap bendesa adat Bugbug.
“Saya sebagai pelapor melaporkan oknum ketua komisi I DPRD Karangasem yang diduga melakukan pencemaran nama baik terhadap diri saya sendiri. Pencemaran itu dilakukan melalui surat petisi yang disebarkan ke masyarakat dan ditembuskan ke sejumlah lembaga, termasuk Intelkam Polda Bali. Dalam petisi itu seolah-olah saya melakukan pencemaran nama baik bendesa adat Bugbug,” tutur IGA Arry Saputra didampingi penasihat hukumnya, I Nengah Yasa Adi Susanto.
Sementara itu I Nengah Yasa Adi Susanto mengatakan pelaporan terhadap Nengah Suparta yang merupakan politis PDI Perjuangan dan Nyoman Bagus Suarjana buntut dari petisi yang dimotori keduanya. Dalam petisi yang berisi tujuh poin itu yang dipersoalkan adalah poin enam dan tujuh. “Pada poin enam menyebutkan banyak pihak. Termasuk salah satunya adalah klien saya ini. Disitu disebutkan meminta penguasa untuk menegur klien saya karena aktif melakukan ujaran kebencian terhadap bendesa adat Bugbug,” tutur Adi Susanto.
Setelah diselidiki diduga ada dua delik pasal yang dilanggar, yakni Pasal 310 KUH tentang Pencemaran Nama Baik dan Pasal 311 KUHP tentang Laporan Palsu yang ditunjukan kepada penguasa seperti Gubernur Bali, Polda Bali, Bupati Karangasem, dan lainnya. Laporan palsu berupa petisi ini juga berbeda dengan yang diedarkan di masyarakat dan yang dikirim ke berbagai instansi.
“Para relawan yang sebelumnya mencari tanda tangan mengatakan tidak ada poin 6 dan 7 dalam petisi tersebut. Yang ada saat mereka cari tanda tangan itu bertujuan untuk kedamaian di Desa Adat Bugbug dan bahkan tanda tangan ini tujuannya untuk mendapatkan sembako. Jadi, masyarakat tanda tangan saja. Masyarakat kaget saat petisi yang beredar ternyata berbeda dengan yang ditembuskan,” ungkapnya.
Melihat kejanggalan itu sebanyak 1.500 dari 2.000 penandatangan petisi itu mencabut kembali dukungannya. Sementara 500 petisi sisanya diduga merupakan tanda tangan palsu oleh oknum relawan pencari tandatangan. Karena itu mereka membuat laporan dalam bentuk Dumas dengan nomor Dumas/383/ix/2020 Ditreskrimum tanggal 23 September 2020. “Kami melihat sangkaan dugaan dari lapor ini adalah pasal 311 KUHP,” tuturnya.
Dikonfirmasi terpisah, Nengah Suparta menanggapi santai laporan terhadap dirinya itu. Menurutnya apa yang dilakukannya itu adalah bagian dari kewajibannya sebagai anggota DPRD Karangasem untuk menampung aspirasi masyarakat. Dia mengaku sebelum petisi beredar dan dikirim ke berbagai instansi itu ada masyarakat yang datang kepadanya minta petunjuk dan saran terkait adanya krama Desa Adat Bugbug melakukan aksi demo terhadap Bendesa Adat Bugbug.
“Begini, masyarakat yang datang minta petunjuk dan saran itu minta untuk melakukan demo tandingan. Saya melarang. Mengapa ? Karena saat ini masih berjuang melawan Covid-19. Untuk menyalurkan aspirasi dari masyarakat itu saya sarankan untuk dibuat dalam bentuk petisi,” ungkap Nengah Suparta.
Terkait masalah yang terjadi dalam lingkup ranah adat harus diselesaikan di kerta desa sebagai pengadilan perdamaian di tingkat desa adat. Apapun masalah tidak diselesaikan dengan hukum positif. Hal ini sesuai dengan Perda Nomor 4 Tahun 2019 bahwa masalah adat diselesaikan dengan paras paros.
“Demo itu tujuannya untuk menyampaikan aspirasi. Melalui petisi juga adalah cara menyampaikan aspirasi. Daripada mereka buat demo tandingan saat Covid. Apalagi Karangasem zona merah. Tujuan kami hanya menyampaikan kepada masyarakat agar damai dan mengamankan Perda Nomor 4 Tahun 2019 yang bersifat paras paros,” tandasnya.
Sementara itu Kabid Humas Polda Bali, Kombes Pol Syamsi mengatakan belum menerima data terkait laporan itu. "Datanya belum saya terima. Tapi pada intinya setiap pengaduan ataupun laporan dari masyarakat akan ditindaklanjuti," tutur Kombes Syamsi singkat. *pol
Komentar