Seniman Bondres Pan Godogan Tutup Usia Tepat di Hari Otonan
Sebelum Meninggal Sempat Jatuh di Merajan Hendak Nunas Tirta
TABANAN, NusaBali
Seniman Bondres I Gede Putu Darmana Matra Tanaya yang dikenal dengan nama populer Pan Godogan, tutup usia pada Redite Umanis Langkir, Minggu (27/9) sekitar pukul 22.00 Wita.
Seniman kelahiran 4 September 1966 ini meninggal tepat di hari pewetonannya karena sakit stroke yang sudah dideritanya hampir 14 tahun. Sebelum meninggal, almarhum sempat jatuh di merajan saat hendak nunas tirta.
Almarhum didiagnosa sakit stroke saat usia 40 tahun. Stroke pertama dan kedua yang sempat kambuh bisa sembuh. Begitu stroke ketiga kumat, membuat kehilangan kontrol di kaki dan tangan, dan pada stroke keempat mulai parah hingga mengganggu bicaranya.
“Stroke yang paling parah yang keempat, sampai bicaranya terganggu,” ungkap adik ketiganya, Darsana Matra Tanaya saat ditemui di rumah duka Banjar Pangkung, Desa Delod Peken, Kecamatan/Kabupaten Tabanan, Senin (28/9).
Dikatakannya, selama menderita stroke itu, sang kakak masih bisa beraktivitas, tidak sampai menghabiskan hari di tempat tidur. Bahkan sebelum meninggal, Minggu (27/9) pagi, sempat jatuh di merajan. “Kakak masih bisa makan sendiri, namun karena kaki dan tangan sudah kehilangan keseimbangan, jalannya harus menggunakan tongkat,” kata Darsana.
Jenazah almarhum sekarang disemayamkan di rumah duka Banjar Pangkung, Desa Delod Peken, Kecamatan Tabanan. Prosesi upacara ngaben dilangsungkan pada Anggara Pon Langkir, Selasa (29/9), di Krematorium Santa Graha Tunon Desa Adat Bedha, Kemacatan Tabanan, sekitar pukul 17.00 Wita. “Beliau akan kami upacara ngaben sampai di tingkat pitara. Setelah diaben beliau akan kami stanakan di bale,” jelas Darsana yang bekerja di bidang perhotelan.
Semasa hidup, Pan Godogan dikenal multi talenta. Selain menjadi seniman bondres yang darah seninya mengalir dari sang ayah, almarhum sangat gemar berorganisasi.
Terbukti almarhum adalah pendiri sekaligus Sekjen PP KMHDI pertama periode 1993–1996. Bahkan di bidang olahraga sempat menjadi andalan Bali sebagai atlet karate hingga mendapat gelar Karateka KKI Sabuk Hitam Dan II. “Kakak saya ini juga seorang motivator,” ungkapnya.
Sementara itu mengenai namanya yang populer dengan sebutan Pan Godogan, era itu memang ada tokoh penting yang bernama Pan Godogan, namun tidak terkenal.
Almarhum pun mengemas konsep karakter itu menjadi entertainer yang ramah sampai masuk ke nilai sosial, hingga almarhum mendapat brand Pan Godogan dan melekat di hati masyarakat.
Selain itu, nama Pan Godogan semakin terkenal berkat menjadi presenter mengisi kuis Jreng di TV lokal Bali. Namun sebelum itu sudah menjadi seniman bondres yang tergabung dalam sekaa bondres Kokokan Talang-Talang.
Selain itu, ketika masa jayanya menjadi seniman, sempat satu tim dengan Sengap yang dulunya dikenal dengan sebutan Mang Pekak. “Karakter Pan Godogan ini menghiburnya lebih condong mengedukasi sebagai media hiburan anak-anak,” tutur Darsana.
Bagi Darsana, kakaknya adalah seorang panutan. Tidak pernah marah, orang sabar, memiliki idealisme. “Saya belajar banyak dari dia,” ujarnya sembari ditimpali adik keempatnya Widiarcani Matra Dewi bahwa sang kakak dikenang seorang kakak pelindung yang baik.
Almarhum adalah putra pertama dari 4 bersaudara pasangan I Wayan Matra (alm) yang notabene mantan Sekda Tabanan sewaktu masa kepemimpinan Bupati Sugianto dengan Senitiwinarsih (alm). Darah seni almarhum didapat dari ayahnya yang dulu adalah pemain bondres. Semasa hidup almarhum membujang sehingga ketika sakit dirawat sang adik.
Pantauan di rumah duka, sejumlah kerabat dan teman dari kalangan seniman hadir ke rumah duka di Banjar Pangkung, Desa Delod Peken, Kecamatan Tabanan. *des
1
Komentar