Kisruh Sempadan Pantai di Desa Anturan Happy Ending
Ekspatriat Jerman dan pihak Desa Adat Anturan sebelumnya bersikukuh dengan pendapat masing-masing.
SINGARAJA, NusaBali
Kisruh tanah sempadan pantai di Banjar Dinas Munduk, Desa Anturan, Kecamatan/Kabupaten Buleleng akhirnya menemukan titik terang. Kedua pihak yang saling berseteru yakni seorang WNA asal Jerman bernama Ernes Bourt, 85, dan Desa Adat Anturan sepakat mengakhiri polemik ini dengan melakukan pengukuran ulang batas-batas kepemilikan tanah masing-masing.
Polemik ini berawal dari adanya saling klaim kepemilikan dan pemanfaatan lahan sepadan pantai sejak tahun 2015 lalu. Berdasarkan informasi, Ernes sempat melarang warga beraktivitas di areal tersebut dan melarang nelayan desa setempat menaruh sampan di depan kediaman Ernes yang persis menghadap pantai. Sementara itu, Desa Adat Anturan mengklaim lahan sempadan pantai tersebut sebagai wawidangan desa adat dengan memasang plang.
Sejak itulah polemik berkelanjutan hingga belum mendapat titik temu. Polemik ini akhirnya terselesaikan pasca DPC Garda Tipikor Indonesia (GTI) Buleleng, melakukan mediasi antara kedua belah pihak, pada Jumat (2/10).
Sejumlah anggota DPC GTI Buleleng bersama aparat Desa Anturan dan Desa Adat turun ke lokasi untuk melakukan pengukuran awal yang juga dihadiri oleh Ernes. "Kami telusuri kebenarannya hingga dapat benang merah. Akhirnya ada kesepakatan untuk ukur ulang batas masing-masing. Jadi nanti BPN akan turun mengukur sesuai dengan yang ada. Sempadan pantai itu tanah negara, kalau desa adat mau memanfaatkan bisa memohon ke pemerintah," ujar Gede Budiasa, Ketua DPC GTI Buleleng.
Kelian Desa Adat Anturan, Ketut Mangku mengatakan, persoalan ini sudah menemukan kesepakatan. Ia menegaskan, sempadan pantai itu merupakan wawidangan desa adat Anturan. Dengan kesepakatan ini diharapkan secara bersama-sama bisa memanfaatkan pengelolaan sempadan pantai ini. "Sesuai Perda Nomor 4 Tahun 2019, desa adat diberikan pengelolaan. Bisa saling bersama-sama. Jadi sudah ada pengukuran, jelas mana batas masing-masing. Sekarang sudah tidak ada masalah lagi," ujarnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Perbekel Desa Anturan, Ketut Soka. Menurut Soka, pihak desa Anturan hanya berupaya mengamankan pantai di wilayah Desa Anturan. "Dengan mediasi, jadi sudah jelas semua. Kami hanya mengamankan pantai ini. Ke depan akan kami lestarikan lahan sepadan pantai ini, dengan menanam pohon," jelas dia.
Sementara itu, Ernes Bourt mengaku sudah menerima kesepakatan tersebut. Ernes pun sangat terbuka kepada masyarakat untuk menjadikan sempadan pantai tersebut sebagai area publik. "Sangat terbuka untuk area publik. Saya happy dan sangat welcome," singkatnya. *cr75
Kisruh tanah sempadan pantai di Banjar Dinas Munduk, Desa Anturan, Kecamatan/Kabupaten Buleleng akhirnya menemukan titik terang. Kedua pihak yang saling berseteru yakni seorang WNA asal Jerman bernama Ernes Bourt, 85, dan Desa Adat Anturan sepakat mengakhiri polemik ini dengan melakukan pengukuran ulang batas-batas kepemilikan tanah masing-masing.
Polemik ini berawal dari adanya saling klaim kepemilikan dan pemanfaatan lahan sepadan pantai sejak tahun 2015 lalu. Berdasarkan informasi, Ernes sempat melarang warga beraktivitas di areal tersebut dan melarang nelayan desa setempat menaruh sampan di depan kediaman Ernes yang persis menghadap pantai. Sementara itu, Desa Adat Anturan mengklaim lahan sempadan pantai tersebut sebagai wawidangan desa adat dengan memasang plang.
Sejak itulah polemik berkelanjutan hingga belum mendapat titik temu. Polemik ini akhirnya terselesaikan pasca DPC Garda Tipikor Indonesia (GTI) Buleleng, melakukan mediasi antara kedua belah pihak, pada Jumat (2/10).
Sejumlah anggota DPC GTI Buleleng bersama aparat Desa Anturan dan Desa Adat turun ke lokasi untuk melakukan pengukuran awal yang juga dihadiri oleh Ernes. "Kami telusuri kebenarannya hingga dapat benang merah. Akhirnya ada kesepakatan untuk ukur ulang batas masing-masing. Jadi nanti BPN akan turun mengukur sesuai dengan yang ada. Sempadan pantai itu tanah negara, kalau desa adat mau memanfaatkan bisa memohon ke pemerintah," ujar Gede Budiasa, Ketua DPC GTI Buleleng.
Kelian Desa Adat Anturan, Ketut Mangku mengatakan, persoalan ini sudah menemukan kesepakatan. Ia menegaskan, sempadan pantai itu merupakan wawidangan desa adat Anturan. Dengan kesepakatan ini diharapkan secara bersama-sama bisa memanfaatkan pengelolaan sempadan pantai ini. "Sesuai Perda Nomor 4 Tahun 2019, desa adat diberikan pengelolaan. Bisa saling bersama-sama. Jadi sudah ada pengukuran, jelas mana batas masing-masing. Sekarang sudah tidak ada masalah lagi," ujarnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Perbekel Desa Anturan, Ketut Soka. Menurut Soka, pihak desa Anturan hanya berupaya mengamankan pantai di wilayah Desa Anturan. "Dengan mediasi, jadi sudah jelas semua. Kami hanya mengamankan pantai ini. Ke depan akan kami lestarikan lahan sepadan pantai ini, dengan menanam pohon," jelas dia.
Sementara itu, Ernes Bourt mengaku sudah menerima kesepakatan tersebut. Ernes pun sangat terbuka kepada masyarakat untuk menjadikan sempadan pantai tersebut sebagai area publik. "Sangat terbuka untuk area publik. Saya happy dan sangat welcome," singkatnya. *cr75
Komentar