Peralihan Musim, BMKG Imbau Waspadai Awan Cumulonimbus
NEGARA, NusaBali
Selama Oktober 2020, diprakirakan tetap sebagai peralihan musim dari musim kemarau ke musim hujan.
Selama peralihan musim ini, masyarakat diimbau mewaspadai kemunculan awan cumulonimbus atau gumpalan awan gelap yang bisa menjadi pertanda akan terjadi hujan badai. Kepala Stasiun Klimatologi Kelas II Kabupaten Jembrana, Rakhmat Prasetia, Jumat (2/10), mengatakan sesuai prakiraan cuaca sebelumnya, musim kemarau di Jembrana dan hampir sebagian besar wilayah di Bali tahun ini, namun tidak seekstrem tahun 2019. Musim kemarau tahun ini, tetap diselingi hujan sehingga tidak sampai menimbulkan kekeringan atau krisis air bersih seperti tahun lalu. “Kalau musim kemarau tahun lalu, sampai Desember jarang ada hujan. Sedangkan tahun ini, tetap diselingi hujan,” ujarnya.
Puncak musim kemarau tahun ini, sambung Rakhmat, diperkirakan sudah lewat pada Agustus 2020. Kemudian pada September - Oktober 2020, masuk peralihan musim kemarau ke musim hujan. Di mana selama peralihan musim ini, hujan yang masih turun sewaktu-waktu lebih sering, dengan tingkat sedang hingga lebat.
“Bulan ini (Oktober, Red), hujannya akan meningkat dari bulan sebelumnya. Tetapi masih sewaktu-waktu, dan belum memenuhi syarat musim hujan. Kalau di BMKG, jika curah sudah melebihi 150 milimeter (mm) per bulan, baru masuk musim hujan. Prakiraan kami, nanti bulan November baru masuk musim hujan,” ucapnya.
Selain potensi hujan sedang hingga lebat, Rakhmat menambahkan, dalam peralihan musim ini, yang juga perlu diwaspadai bersama adalah potensi kemunculan awan cumulonimbus. Awan ini bisa menjadi pertanda adanya hujan badai atau hujan yang disertai angin kencang dan petir. Bahkan belum lama ini, tepatnya Jumat (29/9), di wilayah perairan Pantai Klatakan, Desa/Kecamatan Melaya, Jembrana, juga sempat terpantau awan cumulonimbus yang dibarengi water spot atau angin puting beliung di laut.
“Ketika transisi (peralihan, Red), potensi awan cumulonimbus itu pasti ada. Tetapi kalau sudah musim hujan, biasanya berkurang. Kalau ada awan cumulonimbus, yang di bawahnya harus waspada. Kalau sedang melaut, segera menghindar ke bawah awan yang lebih cerah,” ujar Rakhmat. *ode
Puncak musim kemarau tahun ini, sambung Rakhmat, diperkirakan sudah lewat pada Agustus 2020. Kemudian pada September - Oktober 2020, masuk peralihan musim kemarau ke musim hujan. Di mana selama peralihan musim ini, hujan yang masih turun sewaktu-waktu lebih sering, dengan tingkat sedang hingga lebat.
“Bulan ini (Oktober, Red), hujannya akan meningkat dari bulan sebelumnya. Tetapi masih sewaktu-waktu, dan belum memenuhi syarat musim hujan. Kalau di BMKG, jika curah sudah melebihi 150 milimeter (mm) per bulan, baru masuk musim hujan. Prakiraan kami, nanti bulan November baru masuk musim hujan,” ucapnya.
Selain potensi hujan sedang hingga lebat, Rakhmat menambahkan, dalam peralihan musim ini, yang juga perlu diwaspadai bersama adalah potensi kemunculan awan cumulonimbus. Awan ini bisa menjadi pertanda adanya hujan badai atau hujan yang disertai angin kencang dan petir. Bahkan belum lama ini, tepatnya Jumat (29/9), di wilayah perairan Pantai Klatakan, Desa/Kecamatan Melaya, Jembrana, juga sempat terpantau awan cumulonimbus yang dibarengi water spot atau angin puting beliung di laut.
“Ketika transisi (peralihan, Red), potensi awan cumulonimbus itu pasti ada. Tetapi kalau sudah musim hujan, biasanya berkurang. Kalau ada awan cumulonimbus, yang di bawahnya harus waspada. Kalau sedang melaut, segera menghindar ke bawah awan yang lebih cerah,” ujar Rakhmat. *ode
1
Komentar