Wakil Ketua DPRD Vs Perbekel Alasangker Meruncing
Pasca dilaporkan rangkap jabatan ke Badan Kehormatan (BK) DPRD Buleleng, Wakil Ketua DPRD Buleleng Made Adi Purnawijaya balik melapor ke Polres Buleleng.
SINGARAJA, NusaBali
Anggota Fraksi Partai Demokrat asal Desa Alasangker, Kecamatan Buleleng ini, melaporkan dugaan pemalsuan tandatangan oleh oknum aparat Desa Alasangker, Senin (17/10) pagi.
Sebelumnya, Made Adi Purnawijaya yang biasa disapa Dek Adi ini, lebih dulu dilaporkan ke BK (Badan Kehormatan) DPRD Buleleng oleh Perbekel Desa Alasangker Wayan Sitama, karena rangkap jabatan. Adi dilaporkan melanggar UU Desa, karena sebagai Wakil Ketua DPRD Buleleng masih menjabat Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Alasangker. BK DPRD Buleleng sudah tindaklanjuti laporan tersebut dengan meminta keterangan Perbekel Sitama dan anggota BPD lainnya di Desa Alasangker.
Pasca laporan tersebut, Dek Adi ternyata tidak tinggal diam. Senin kemarin, Dek Adi mendatangi Mapolres Buleleng sambil membawa berkas dokumen pencairan gaji BPD. Sempat menemui Kapolres Buleleng AKBP I Made Suka Wijaya di ruang kerjanya, Dek Adi kemudian melaporkan ke SPK Mapolres Buleleng. Dalam laporannya, ia menyebut dugaan pemalsuan tandatangan dirinya, dalam pencairan gaji BPD. Padahal Dek Adi mengaku sejak duduk di DPRD Buleleng, ia sudah mengundurkan diri sebagai Ketua BPD. “Tanda tangan saya dipalsukan untuk mencairkan gaji saya. Padahal saya sudah tidak ambil lagi sejak menjadi anggota DPRD,” kata Dek Adi.
Dalam laporannya, Dek Adi tidak menyebut nama. Namun Dek Adi mengaku menyerahkan sepenuhnya penyelidikan itu pada pihak kepolisian, karena foto copy berkas dokumen pencairan gaji BPD sudah diserahkan. “Sekarang tugas polisi untuk menyidik siapa yang selama ini ambil gaji saya dan siapa yang memalsukan tanda tangan saya,” ujarnya sambil menunjukkan berkas dokumen pencairan gaji BPD.
Disaat bersamaan pula, belasan warga Desa Alasangker juga melaporkan dugaan pungli Prona tahun 2015 ke Polres Buleleng yang dilakukan Perbekel Desa Alasangker Wayan Sitama. Dugaan pungli Prona ini sudah sempat dilaporkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Singaraja, namun warga belum mendapat kepastian hukum. Warga juga melaporkan Perbekel Sitama dengan tuduhan menyalahi wewenang dalam pergantian Kaur.
Menurut laporan warga, rata-rata warga dikenakan biaya sebesar Rp 250.000 per orang, di luar biaya patok Rp 10.000 per patok. Saat itu ada 144 warga mengurus sertifikat lewat Prona. Warga yang melapor hanya menyerahakn bukti CD rekaman gambar dan percakapan pungutan biaya prona.
“Dana itu untuk biaya administrasi, sebagai warga yang peduli desa, saya laporkan karena ini sudah pungutan liar. Bukti semuanya ada di CD, kita sudah serahkan,” kata perwakilan warga, Ketut Sandiarta.
Kapolres Buleleng AKBP Made Sukawijaya yang dikonfirmasi masih mempelajari laporan tersebut, karena bukti tanda tangan yang dibawa pelapor Dek Adi, secara kasah mata benar memang ada perbedaan namun masih perlu diuji lab. “Secara kasat mata memang benar tanda tangan itu beda dengan tanda tangan aslinya Pak Adi. Tapi untuk membuktikan kebenaran apakah tanda tangan itu palsu atau tidak harus dilakukan tes laboratorium,” paparnya.
Kapolres Suka Wijaya mengaku sudah meminta pada Kasat Reskrim menindaklanjuti laporan tersebut. “Saya langsung perintahkan anggota melakukan penyelidikan. Mungkin hari ini (Senin kemarin, Red) langsung berkoordinasi untuk memanggil para pihak yang disebutkan dalam laporan itu,” tandas Kapolres Sukawijaya.
Dikonfirmasi per telepon, Perbekel Sitama membantah ada pungli dalam prona. Ia memastikan itu karena kasus tersebut sempat ditangani oleh Kejari Singaraja, namun tidak terbukti. “Tidak ada itu, Kejari saja sudah pernah menyelidiki tidak ada indikasinya,” ujarnya.
Disinggung masalah pemalsuan tandatangan, Sitama enggan mengomentari laporan tersebut. Ia menyerahkan sepenuhnya pada pihak aparat menyelidiki dugaan pemalsuan tersebut. 7k19
Sebelumnya, rangkap jabatan anggota Fraksi Partai Demokrat Made Adi Purnawijaya, bergulir di kepolisian. Adi dilaporkan dengan dugaan tindak pidana korupsi sebagai akibat rangkap jabatan duduk sebagai Wakil Ketua DPRD Buleleng dan Ketua Badan Permusyawarahan Desa (BPD) Desa Alasangker, Kecamatan Buleleng.
Dugaan tersebut dilaporkan LSM Gema Nusantara, Jumat (14/10), ke Polres Buleleng. Laporan itu disampaikan melalui surat nomor 05/GMN/XII/2016 tertanggal 14 Oktober 2016 yang ditandatangani Ketua Badan Eksekutif LSM Gema Nusantara, Antonius Sanjaya Kiabeni. Surat itu disampaikan kepada Kapolres Buleleng cq. Kasat Reskrim Polres Buleleng, yang diterima oleh Seksi Umum Polres Buleleng.
Antonius Sanjaya Kiabeny menegaskan, tindakan Adi rangkap jabatan menyalahi aturan peundang-undangan yakni pasal 64 huruf f Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, dimana BPD dilarang rangkap jabatan. k19
Anggota Fraksi Partai Demokrat asal Desa Alasangker, Kecamatan Buleleng ini, melaporkan dugaan pemalsuan tandatangan oleh oknum aparat Desa Alasangker, Senin (17/10) pagi.
Sebelumnya, Made Adi Purnawijaya yang biasa disapa Dek Adi ini, lebih dulu dilaporkan ke BK (Badan Kehormatan) DPRD Buleleng oleh Perbekel Desa Alasangker Wayan Sitama, karena rangkap jabatan. Adi dilaporkan melanggar UU Desa, karena sebagai Wakil Ketua DPRD Buleleng masih menjabat Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Alasangker. BK DPRD Buleleng sudah tindaklanjuti laporan tersebut dengan meminta keterangan Perbekel Sitama dan anggota BPD lainnya di Desa Alasangker.
Pasca laporan tersebut, Dek Adi ternyata tidak tinggal diam. Senin kemarin, Dek Adi mendatangi Mapolres Buleleng sambil membawa berkas dokumen pencairan gaji BPD. Sempat menemui Kapolres Buleleng AKBP I Made Suka Wijaya di ruang kerjanya, Dek Adi kemudian melaporkan ke SPK Mapolres Buleleng. Dalam laporannya, ia menyebut dugaan pemalsuan tandatangan dirinya, dalam pencairan gaji BPD. Padahal Dek Adi mengaku sejak duduk di DPRD Buleleng, ia sudah mengundurkan diri sebagai Ketua BPD. “Tanda tangan saya dipalsukan untuk mencairkan gaji saya. Padahal saya sudah tidak ambil lagi sejak menjadi anggota DPRD,” kata Dek Adi.
Dalam laporannya, Dek Adi tidak menyebut nama. Namun Dek Adi mengaku menyerahkan sepenuhnya penyelidikan itu pada pihak kepolisian, karena foto copy berkas dokumen pencairan gaji BPD sudah diserahkan. “Sekarang tugas polisi untuk menyidik siapa yang selama ini ambil gaji saya dan siapa yang memalsukan tanda tangan saya,” ujarnya sambil menunjukkan berkas dokumen pencairan gaji BPD.
Disaat bersamaan pula, belasan warga Desa Alasangker juga melaporkan dugaan pungli Prona tahun 2015 ke Polres Buleleng yang dilakukan Perbekel Desa Alasangker Wayan Sitama. Dugaan pungli Prona ini sudah sempat dilaporkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Singaraja, namun warga belum mendapat kepastian hukum. Warga juga melaporkan Perbekel Sitama dengan tuduhan menyalahi wewenang dalam pergantian Kaur.
Menurut laporan warga, rata-rata warga dikenakan biaya sebesar Rp 250.000 per orang, di luar biaya patok Rp 10.000 per patok. Saat itu ada 144 warga mengurus sertifikat lewat Prona. Warga yang melapor hanya menyerahakn bukti CD rekaman gambar dan percakapan pungutan biaya prona.
“Dana itu untuk biaya administrasi, sebagai warga yang peduli desa, saya laporkan karena ini sudah pungutan liar. Bukti semuanya ada di CD, kita sudah serahkan,” kata perwakilan warga, Ketut Sandiarta.
Kapolres Buleleng AKBP Made Sukawijaya yang dikonfirmasi masih mempelajari laporan tersebut, karena bukti tanda tangan yang dibawa pelapor Dek Adi, secara kasah mata benar memang ada perbedaan namun masih perlu diuji lab. “Secara kasat mata memang benar tanda tangan itu beda dengan tanda tangan aslinya Pak Adi. Tapi untuk membuktikan kebenaran apakah tanda tangan itu palsu atau tidak harus dilakukan tes laboratorium,” paparnya.
Kapolres Suka Wijaya mengaku sudah meminta pada Kasat Reskrim menindaklanjuti laporan tersebut. “Saya langsung perintahkan anggota melakukan penyelidikan. Mungkin hari ini (Senin kemarin, Red) langsung berkoordinasi untuk memanggil para pihak yang disebutkan dalam laporan itu,” tandas Kapolres Sukawijaya.
Dikonfirmasi per telepon, Perbekel Sitama membantah ada pungli dalam prona. Ia memastikan itu karena kasus tersebut sempat ditangani oleh Kejari Singaraja, namun tidak terbukti. “Tidak ada itu, Kejari saja sudah pernah menyelidiki tidak ada indikasinya,” ujarnya.
Disinggung masalah pemalsuan tandatangan, Sitama enggan mengomentari laporan tersebut. Ia menyerahkan sepenuhnya pada pihak aparat menyelidiki dugaan pemalsuan tersebut. 7k19
Sebelumnya, rangkap jabatan anggota Fraksi Partai Demokrat Made Adi Purnawijaya, bergulir di kepolisian. Adi dilaporkan dengan dugaan tindak pidana korupsi sebagai akibat rangkap jabatan duduk sebagai Wakil Ketua DPRD Buleleng dan Ketua Badan Permusyawarahan Desa (BPD) Desa Alasangker, Kecamatan Buleleng.
Dugaan tersebut dilaporkan LSM Gema Nusantara, Jumat (14/10), ke Polres Buleleng. Laporan itu disampaikan melalui surat nomor 05/GMN/XII/2016 tertanggal 14 Oktober 2016 yang ditandatangani Ketua Badan Eksekutif LSM Gema Nusantara, Antonius Sanjaya Kiabeni. Surat itu disampaikan kepada Kapolres Buleleng cq. Kasat Reskrim Polres Buleleng, yang diterima oleh Seksi Umum Polres Buleleng.
Antonius Sanjaya Kiabeny menegaskan, tindakan Adi rangkap jabatan menyalahi aturan peundang-undangan yakni pasal 64 huruf f Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, dimana BPD dilarang rangkap jabatan. k19
Komentar