Tolak Omnibus Law, KSPSI Bali Pilih Jalur Hukum
DENPASAR, NusaBali
Gelombang penolakan terhadap UU Cipta Kerja atau Omnibus Law yang baru saja disahkan oleh DPR RI, pada Senin (5/10) malam terjadi di berbagai daerah.
Penolakan ini dilakukan oleh kaum buruh, mahasiswa, dan elemen masyarakat lainnya. Ada ragam cara yang dilakukan. Ada yang melakukan demo, ada yang mendesak pemerintah untuk segera terbitkan Perpu, dan ada pula yang melakukan judicial review.
Untuk di Bali sendiri para serikat buruh lebih memilih jalur hukum untuk membatalkan UU yang baru disahkan itu. Misalnya Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Regional Bali bersama serikat pekerja di bawahnya Serikat Pekerja Pariwisata (SP Par) Bali, Serikat Pekerja (SP) Bali, Serikat Pekerja Kesatuan Pelaut Indonesia (SPKPI) Bali memilih menempuh judicial review.
Ketua KSPSI Bali, I Wayan Madra dikonfirmasi, Jumat (9/10) mengatakan penolakan terhadap UU itu sudah dilakukan sejak lama. Penolakan mereka sampaikan lewat surat kepada Gubernur Bali untuk disampaikan ke pemerintah pusat. Ternyata usaha penolakan itu tidak berhasil. UU itu diketuk palu oleh DPR RI.
Meski sudah diundangkan, pihaknya tetap menyatakan tidak terima dengan UU tersebut. Mereka melakukan penolakan karena isi UU itu dinilai mendegradasi hak-hak pekerja, misalnya hak cuti. "Kami secara organisasi tidak melakukan demo. Kami tidak turun ke jalan karena kami menganggap Bali berbeda dengan daerah lain. Yang paling utama jadi dasar kami tidak demo adalah saat ini masih situasi Covid-19," tuturnya.
Sementara Serikat Pekerja Mandiri (SPM) Bali mendesak perintah mengeluarkan Perpu untuk menggantikan UU Omnibus Law yang masif ditolak di berbagai daerah. "Kemarin kami ikut demo menolak UU Omnibus Law. Kami gabung bersama Aliansi Bali Tidak Diam bersama mahasiswa di Jalan PB Sudirman," tutur ketua SPM Bali, Ida I Dewa Made Rai Budi Susana dikonfirmasi terpisah Kemarin.
Secara organisasi mereka akan bersurat kepada Gubernur Bali dan DPRD Bali untuk mendesak Presiden mengeluarkan Perpu untuk membatalkan UU Omnibus Law. "DPRD dan gubernur di beberapa daerah lain menyatakan mendukung rakyat yang menolak UU tersebut. Kami berharap di Bali juga demikian," harapnya. *pol
Untuk di Bali sendiri para serikat buruh lebih memilih jalur hukum untuk membatalkan UU yang baru disahkan itu. Misalnya Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Regional Bali bersama serikat pekerja di bawahnya Serikat Pekerja Pariwisata (SP Par) Bali, Serikat Pekerja (SP) Bali, Serikat Pekerja Kesatuan Pelaut Indonesia (SPKPI) Bali memilih menempuh judicial review.
Ketua KSPSI Bali, I Wayan Madra dikonfirmasi, Jumat (9/10) mengatakan penolakan terhadap UU itu sudah dilakukan sejak lama. Penolakan mereka sampaikan lewat surat kepada Gubernur Bali untuk disampaikan ke pemerintah pusat. Ternyata usaha penolakan itu tidak berhasil. UU itu diketuk palu oleh DPR RI.
Meski sudah diundangkan, pihaknya tetap menyatakan tidak terima dengan UU tersebut. Mereka melakukan penolakan karena isi UU itu dinilai mendegradasi hak-hak pekerja, misalnya hak cuti. "Kami secara organisasi tidak melakukan demo. Kami tidak turun ke jalan karena kami menganggap Bali berbeda dengan daerah lain. Yang paling utama jadi dasar kami tidak demo adalah saat ini masih situasi Covid-19," tuturnya.
Sementara Serikat Pekerja Mandiri (SPM) Bali mendesak perintah mengeluarkan Perpu untuk menggantikan UU Omnibus Law yang masif ditolak di berbagai daerah. "Kemarin kami ikut demo menolak UU Omnibus Law. Kami gabung bersama Aliansi Bali Tidak Diam bersama mahasiswa di Jalan PB Sudirman," tutur ketua SPM Bali, Ida I Dewa Made Rai Budi Susana dikonfirmasi terpisah Kemarin.
Secara organisasi mereka akan bersurat kepada Gubernur Bali dan DPRD Bali untuk mendesak Presiden mengeluarkan Perpu untuk membatalkan UU Omnibus Law. "DPRD dan gubernur di beberapa daerah lain menyatakan mendukung rakyat yang menolak UU tersebut. Kami berharap di Bali juga demikian," harapnya. *pol
1
Komentar