Bos BPR Legian Dituntut 12 Tahun
DENPASAR, NusaBali
Bos PT BPR Legian, Titian Wilaras, 55, yang jadi terdakwa kasus dugaan tindak pidana perbankan langsung syok usai mendengar tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntutnya dengan pidana penjara selama 12 tahun.
Titian yang berstatus tahanan kota ini dinyatakan bersalah menggunakan dana BPR Legian sejumlah Rp 23,1 miliar untuk kepentingan pribandinya. JPU menguraikan terdakwa Titian Wilaras dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Perbankan. Sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 50 A UU RI No.7 tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU RI No.10 tahun 1998 tentang Perubahan atas UU RI No.7 tahun 1992 tentang Perbankan.
“Menuntut, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama dua belas tahun dan denda Rp 10 miliar subsidair enam bulan kurungan, dikurangi selama terdakwa dalam tahanan sementara dengan perintah supaya terdakwa tetap ditahan," tegas JPU Ida Bagus Putu Swadharma Diputra dihadapan majelis hakim pimpinan Engeliky Handjani Day.
Atas tuntutan tersebut, Titian melalui kuasa hukumnya, menyatakan keberatan dan akan mengajukan pledoi secara tertulis dalam sidang berikutnya, Selasa (20/10). “Sidang ditunda satu minggu untuk mendengarkan pledoi terdakwa,” tegas hakim menutup sidang.
Dalam sidang terungkap aksi culas Titan Wilaras ini dilakukan periode Agustus 2017-Oktober 2018 bertempat di BPR Legian di Jalan Gajah Mada Nomor 125-127 Denpasar. Terdakwa selaku PSP sekaligus komisaris utama BPR Legian dengan sengaja memerintahkan komite yang terdiri dari saksi Indra Wijaya (Direktur Utama), saksi Ni Putu Dewi Wirastini (Direktur Kepatuhan), saksi I Gede Made Karyawan (Kepala Bisnis), saksi Andre Muliya (HR dan GA manajer), dan saksi Putu Ayu Junita Sari (supervisior operasional) untuk melakukan transfer atau setoran dana milik BPR Legian kepada terdakwa untuk kepentingan pribadi.
Pada saat terdakwa mememerintahkan komite mengeluarkan dana untuk kepentingan pribadi, komite menindaklanjuti karena terdakwa berkomitmen mengembalikan dana. Para saksi bersepakat pengeluaran dana BPR dilakukan dengan cara membukukan pada pos Biaya Dibayar Dimuka (BDB) tanpa disertai dokumen pendukung. Selain itu juga tidak dilampirkan memo intern sesuai ketentuan yang berlaku di BPR Legian. Pecatatan sebagai BDB juga tidak sesuai PSAK Nomor 9 tentang penyajian aktiva lancar dan kewajiban jangka pendek.
Terdakwa menggunakan dana milik PT. BPR Legian untuk kepentingan pribadi terdakwa dengan total transaksi sebesar Rp 23,1 miliar. Salah satunya untuk membeli mobil mewah seperti Toyota Alphard, Mercy, Porche, dan belanja kepentingan pribadi lainnya. Selain transfer, pengeluaran juga berupa cek ke beberapa nama seperti anak terdakwa dan anggota keluarga lainnya. *rez
“Menuntut, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama dua belas tahun dan denda Rp 10 miliar subsidair enam bulan kurungan, dikurangi selama terdakwa dalam tahanan sementara dengan perintah supaya terdakwa tetap ditahan," tegas JPU Ida Bagus Putu Swadharma Diputra dihadapan majelis hakim pimpinan Engeliky Handjani Day.
Atas tuntutan tersebut, Titian melalui kuasa hukumnya, menyatakan keberatan dan akan mengajukan pledoi secara tertulis dalam sidang berikutnya, Selasa (20/10). “Sidang ditunda satu minggu untuk mendengarkan pledoi terdakwa,” tegas hakim menutup sidang.
Dalam sidang terungkap aksi culas Titan Wilaras ini dilakukan periode Agustus 2017-Oktober 2018 bertempat di BPR Legian di Jalan Gajah Mada Nomor 125-127 Denpasar. Terdakwa selaku PSP sekaligus komisaris utama BPR Legian dengan sengaja memerintahkan komite yang terdiri dari saksi Indra Wijaya (Direktur Utama), saksi Ni Putu Dewi Wirastini (Direktur Kepatuhan), saksi I Gede Made Karyawan (Kepala Bisnis), saksi Andre Muliya (HR dan GA manajer), dan saksi Putu Ayu Junita Sari (supervisior operasional) untuk melakukan transfer atau setoran dana milik BPR Legian kepada terdakwa untuk kepentingan pribadi.
Pada saat terdakwa mememerintahkan komite mengeluarkan dana untuk kepentingan pribadi, komite menindaklanjuti karena terdakwa berkomitmen mengembalikan dana. Para saksi bersepakat pengeluaran dana BPR dilakukan dengan cara membukukan pada pos Biaya Dibayar Dimuka (BDB) tanpa disertai dokumen pendukung. Selain itu juga tidak dilampirkan memo intern sesuai ketentuan yang berlaku di BPR Legian. Pecatatan sebagai BDB juga tidak sesuai PSAK Nomor 9 tentang penyajian aktiva lancar dan kewajiban jangka pendek.
Terdakwa menggunakan dana milik PT. BPR Legian untuk kepentingan pribadi terdakwa dengan total transaksi sebesar Rp 23,1 miliar. Salah satunya untuk membeli mobil mewah seperti Toyota Alphard, Mercy, Porche, dan belanja kepentingan pribadi lainnya. Selain transfer, pengeluaran juga berupa cek ke beberapa nama seperti anak terdakwa dan anggota keluarga lainnya. *rez
Komentar