Pelaba Pura Buka Jadi Sengketa
Empat warga yang mengklaim tanah seluas 90 are di timur Pura Buka bahkan telah menjual tanah itu kepada krama tamiu (pendatang).
TABANAN, NusaBali
Tanah pelaba Pura Buka di Banjar Bugbugan, Desa Senganan, Kecamatan Penebel, Tabanan jadi sengketa antara Subak Rum sebagai pangempon dengan I Gusti Ngurah Kerta Negara, warga sekitar. Pihak I Gusti Ngurah Kerta Negara mengklaim tanah seluas 53 are yang berlokasi di utara Pura Buka. Sebelumnya, krama Subak Rum telah kehilangan 90 are tanah pelaba yang berlokasi di timur pura.
Pekaseh Subak Rum, I Nyoman Rum Sutarka mengatakan, tanah pelaba Pura Buka sudah menjadi masalah sejak tahun 2002 semasa kepengurusan I Gusti Ngurah Putu Mayun. Krama subak sangat meyakini luas keseluruhan pelaba Pura Buka 1,46 hektare. Namun empat warga sekitar mengklaim lahan seluas 90 are di timur pura sebagai tanah miliknya. “Saat itu kami tak bisa berbuat banyak karena tanpa pipil,” ungkap Rum Sutarka, Jumat (21/10). Akibatnya, tanah seluas 90 are itu ’melayang’ karena dijual kepada krama tamiu (pendatang) bernama Johan Budi Gunawan. Bahkan, tanah itu telah dibuatkan sertifikat. Praktis tanah pelaba Pura Buka tinggal sisa 56 are.
Celakanya, lahan seluas 56 are yang berlokasi di utara Pura Buka juga diklaim oleh I Gusti Ngurah Kerta Negara juga pada tahun 2002. Tanah yang diklaim oleh Kerta Negara seluas 53 are. Kali ini, krama Subak Rum melakukan perlawanan. Dasarnya, pengurus sudah pegang pipil tanah atas kepemilikan lahan seluas 1,46 hektare. Pipil itu ditemukan pada tahun 2013 setelah diserahkan oleh mantan pekaseh I Gusti Ngurah Karya. “Kami telah lakukan gugatan dan kasusnya sudah berjalan di Pengadilan Negeri Tabanan,” tandas Rum Sutarka.
Rum Sutarkan mengatakan, sudah tujuh kali mengikuti persidangan di PN Tabanan. Pada tanggal 27 Oktober nanti sidang lagi dengan agenda mendatangkan saksi-saksi. “Jika kami menang dalam persidangan, kami akan buatkan sertifikat agar kuat secara hukum,” tegas Sukarta. Sementara anak pamangku Pura Buka, I Ketut Wira Kusuma pada tahun 2002 pernah menantang empat pengklaim tanah pelaba pura untuk bersumpah. Namun krama subak tak ada yang mau karena bukti kuat kepemilikan tanah berupa pipil belum dipegang. “Kami sangat yakin dan percaya tanah seluas 1,46 hektare merupakan milik pura,” ungkap Wira Kusuma.
Terpisah, I Gusti Ngurah Kerta Negara, krama Banjar Bugbugan, Desa Senganan, Penebel, mengaku tanah seluas 53 are di utara pura merupakan tanah milik orangtuanya. Dikatakan, sekitar tahun 1965 orangtuanya sempat berselisih paham dengan seseorang sehingga lahannya tersebut dibabat habis. Sebagai bentuk perlawanan, orangtuanya ketika itu menanami lahan tersebut dengan pohon Mahoni. Di lahannya itu juga ada sumber mata air, sehingga banyak petani mencari air untuk irigasi.
Lama kelamaan, petani membentuk subak dan membangun Pura Subak. “Pura Subak dibangun di atas tanah milik orangtua saya seluas 1,46 hektare. Saya punya sertifikatnya,” tegas Kerta Negara. Ditambahkan, sejak membangun pura, krama subak mengklaim tanah orangtuanya. Krama Subak Rum lantas membuatkan pipil pada tahun 1977.
Kerta Negara mengaku pernah dihadirkan saat paruman subak pada tahun 2002 sebelum kasus saling klaim tanah ini menggelinding ke PN Tabanan. “Karena tanah itu memang milik orangtua saya yang dibuktikan dengan sertifikat, saya tantang krama subak untuk bersumpah di Pura Buka,” ungkap Kerta Negara. Ditegaskan, jika krama Subak Rum berani bersumpah, ia mempersilakan mengambil tanah tersebut. Hanya saja ketika itu tak ada krama subak yang berani diajak bersumpah. Kini, Kerta Negara menyerahkan semuanya ke PN Tabanan karena kasusnya sudah dimejahijaukan. cr61
Tanah pelaba Pura Buka di Banjar Bugbugan, Desa Senganan, Kecamatan Penebel, Tabanan jadi sengketa antara Subak Rum sebagai pangempon dengan I Gusti Ngurah Kerta Negara, warga sekitar. Pihak I Gusti Ngurah Kerta Negara mengklaim tanah seluas 53 are yang berlokasi di utara Pura Buka. Sebelumnya, krama Subak Rum telah kehilangan 90 are tanah pelaba yang berlokasi di timur pura.
Pekaseh Subak Rum, I Nyoman Rum Sutarka mengatakan, tanah pelaba Pura Buka sudah menjadi masalah sejak tahun 2002 semasa kepengurusan I Gusti Ngurah Putu Mayun. Krama subak sangat meyakini luas keseluruhan pelaba Pura Buka 1,46 hektare. Namun empat warga sekitar mengklaim lahan seluas 90 are di timur pura sebagai tanah miliknya. “Saat itu kami tak bisa berbuat banyak karena tanpa pipil,” ungkap Rum Sutarka, Jumat (21/10). Akibatnya, tanah seluas 90 are itu ’melayang’ karena dijual kepada krama tamiu (pendatang) bernama Johan Budi Gunawan. Bahkan, tanah itu telah dibuatkan sertifikat. Praktis tanah pelaba Pura Buka tinggal sisa 56 are.
Celakanya, lahan seluas 56 are yang berlokasi di utara Pura Buka juga diklaim oleh I Gusti Ngurah Kerta Negara juga pada tahun 2002. Tanah yang diklaim oleh Kerta Negara seluas 53 are. Kali ini, krama Subak Rum melakukan perlawanan. Dasarnya, pengurus sudah pegang pipil tanah atas kepemilikan lahan seluas 1,46 hektare. Pipil itu ditemukan pada tahun 2013 setelah diserahkan oleh mantan pekaseh I Gusti Ngurah Karya. “Kami telah lakukan gugatan dan kasusnya sudah berjalan di Pengadilan Negeri Tabanan,” tandas Rum Sutarka.
Rum Sutarkan mengatakan, sudah tujuh kali mengikuti persidangan di PN Tabanan. Pada tanggal 27 Oktober nanti sidang lagi dengan agenda mendatangkan saksi-saksi. “Jika kami menang dalam persidangan, kami akan buatkan sertifikat agar kuat secara hukum,” tegas Sukarta. Sementara anak pamangku Pura Buka, I Ketut Wira Kusuma pada tahun 2002 pernah menantang empat pengklaim tanah pelaba pura untuk bersumpah. Namun krama subak tak ada yang mau karena bukti kuat kepemilikan tanah berupa pipil belum dipegang. “Kami sangat yakin dan percaya tanah seluas 1,46 hektare merupakan milik pura,” ungkap Wira Kusuma.
Terpisah, I Gusti Ngurah Kerta Negara, krama Banjar Bugbugan, Desa Senganan, Penebel, mengaku tanah seluas 53 are di utara pura merupakan tanah milik orangtuanya. Dikatakan, sekitar tahun 1965 orangtuanya sempat berselisih paham dengan seseorang sehingga lahannya tersebut dibabat habis. Sebagai bentuk perlawanan, orangtuanya ketika itu menanami lahan tersebut dengan pohon Mahoni. Di lahannya itu juga ada sumber mata air, sehingga banyak petani mencari air untuk irigasi.
Lama kelamaan, petani membentuk subak dan membangun Pura Subak. “Pura Subak dibangun di atas tanah milik orangtua saya seluas 1,46 hektare. Saya punya sertifikatnya,” tegas Kerta Negara. Ditambahkan, sejak membangun pura, krama subak mengklaim tanah orangtuanya. Krama Subak Rum lantas membuatkan pipil pada tahun 1977.
Kerta Negara mengaku pernah dihadirkan saat paruman subak pada tahun 2002 sebelum kasus saling klaim tanah ini menggelinding ke PN Tabanan. “Karena tanah itu memang milik orangtua saya yang dibuktikan dengan sertifikat, saya tantang krama subak untuk bersumpah di Pura Buka,” ungkap Kerta Negara. Ditegaskan, jika krama Subak Rum berani bersumpah, ia mempersilakan mengambil tanah tersebut. Hanya saja ketika itu tak ada krama subak yang berani diajak bersumpah. Kini, Kerta Negara menyerahkan semuanya ke PN Tabanan karena kasusnya sudah dimejahijaukan. cr61
1
Komentar