Dua Saksi Ahli 'Kuliti' Dakwaan Jaksa
Sidang Ujaran Kebencian dengan Terdakwa Drummer SID, Jerinx
DENPASAR, NusaBali
Dua saksi ahli dihadirkan tim penasihat hukum terdakwa, I Gede Aryastina alias Jerinx, 43, dalam sidang lanjutan dugaan ujaran kebencian di PN Denpasar, Kamis (22/10) pagi.
Keterangan kedua saksi ahli yaitu I Ketut Jiwa Atmaja (ahli bahasa) dan Hery Firmansyah (ahli pidana) cukup memberi angin segar kepada drummer SID ini.
Ahli bahasa, I Ketut Jiwa Atmaja memberikan pemahaman mendalam terhadap bahasa dan sastra. “Ahli bahasa tadi menyebut kata itu ada bentuk, akustik dan komponen mental. Kalau saksi ahli sebelumnya hanya membahas bentuk. Itu tidak cukup. Ahli tadi menjelaskan harus dicari komponen mentalnya atau niatnya. Apakah niatnya menghina atau membenci," jelas kuasa hukum Jerinx, I Wayan Gendo Suardana saat ditemui usai sidang.
Untuk menguji itu, konteksnya dicari dengan diksi. Kemudian pemilihan diksi yang digunakan harus diuji. "Diuji dengan apa pendapat si pengujar atau pembuat. Apa pendapat komunitasnya. Apakah benar itu kebiasaannya si pembuat, karena seorang seniman,” tegas Gendo.
“Kemudian itu sesuatu yang diamini oleh seluruh ahli-ahli bahasa internasional. Biasa itu penyimpangan makna. Misalnya kata menyerang artinya belum tentu menyerang, tapi mempertanyakan," lanjutnya.
Sementara itu, saksi ahli pidana, Hery Firmansyah mengulas terkait legal standing pelapor yaitu Ketua IDI Bali, dr I Gede Putra Suteja. Disebutkan jika dr Putra Suteja tidak punya kualifikasi sebagai korban sebagaimana Pasal 27 yang didakwakan. “"Karena Pasal 27 adalah delik aduan absolut. Maka yang harus mengadu adalah korban langsung. Tidak bisa diwakilkan," jelasnya.
“Maka sebetulnya dalam Pasal 27 itu tidak memenuhi unsur. Tidak ada korban, karena yang harus diperiksa sebagai korban adalah Daeng Mohammad Faqih, Ketua Umum IDI. Apalagi postingan Jerinx untuk PB IDI. Bukan untuk IDI Bali," tegas Gendo.
Untuk Pasal 28 yang didakwakan, disebutkan ada norma pokok di Pasal 156, 157 KUHP. Disana disebutkannya ada batasan unsur antargolongan. "Ahli tadi menjelaskan, bahwa unsur antargolongan harus ada dua atau lebih golongan yang terlibat disini. Tidak boleh individu versus golongan, tapi harus ada dua golongan. Makanya makna SARA itu adalah Suku, Agama, Ras dan Antargolongan.. Maka harus ada dua atau lebih golongan yang kemudian timbul kebenciannya atas postingan Jerinx atau yang berkonflik," terang Gendo.
"Karena tidak ada dua golongan atau lebih. Maka sebetulnya kualifikasi atau unsur antargolongan gugur. Jika mengacu pada putusan Mahkamah Konsitusi, ahli mengatakan, ini bertentangan dengan asas legalitas. Sehingga dia gugur," tutupnya. *rez
Ahli bahasa, I Ketut Jiwa Atmaja memberikan pemahaman mendalam terhadap bahasa dan sastra. “Ahli bahasa tadi menyebut kata itu ada bentuk, akustik dan komponen mental. Kalau saksi ahli sebelumnya hanya membahas bentuk. Itu tidak cukup. Ahli tadi menjelaskan harus dicari komponen mentalnya atau niatnya. Apakah niatnya menghina atau membenci," jelas kuasa hukum Jerinx, I Wayan Gendo Suardana saat ditemui usai sidang.
Untuk menguji itu, konteksnya dicari dengan diksi. Kemudian pemilihan diksi yang digunakan harus diuji. "Diuji dengan apa pendapat si pengujar atau pembuat. Apa pendapat komunitasnya. Apakah benar itu kebiasaannya si pembuat, karena seorang seniman,” tegas Gendo.
“Kemudian itu sesuatu yang diamini oleh seluruh ahli-ahli bahasa internasional. Biasa itu penyimpangan makna. Misalnya kata menyerang artinya belum tentu menyerang, tapi mempertanyakan," lanjutnya.
Sementara itu, saksi ahli pidana, Hery Firmansyah mengulas terkait legal standing pelapor yaitu Ketua IDI Bali, dr I Gede Putra Suteja. Disebutkan jika dr Putra Suteja tidak punya kualifikasi sebagai korban sebagaimana Pasal 27 yang didakwakan. “"Karena Pasal 27 adalah delik aduan absolut. Maka yang harus mengadu adalah korban langsung. Tidak bisa diwakilkan," jelasnya.
“Maka sebetulnya dalam Pasal 27 itu tidak memenuhi unsur. Tidak ada korban, karena yang harus diperiksa sebagai korban adalah Daeng Mohammad Faqih, Ketua Umum IDI. Apalagi postingan Jerinx untuk PB IDI. Bukan untuk IDI Bali," tegas Gendo.
Untuk Pasal 28 yang didakwakan, disebutkan ada norma pokok di Pasal 156, 157 KUHP. Disana disebutkannya ada batasan unsur antargolongan. "Ahli tadi menjelaskan, bahwa unsur antargolongan harus ada dua atau lebih golongan yang terlibat disini. Tidak boleh individu versus golongan, tapi harus ada dua golongan. Makanya makna SARA itu adalah Suku, Agama, Ras dan Antargolongan.. Maka harus ada dua atau lebih golongan yang kemudian timbul kebenciannya atas postingan Jerinx atau yang berkonflik," terang Gendo.
"Karena tidak ada dua golongan atau lebih. Maka sebetulnya kualifikasi atau unsur antargolongan gugur. Jika mengacu pada putusan Mahkamah Konsitusi, ahli mengatakan, ini bertentangan dengan asas legalitas. Sehingga dia gugur," tutupnya. *rez
TONTON JUGA:
Beri Dukungan Di Sidang #Jerinx Rina Nose: Jerinx Sosoknya Nyebelin! Tengil!!
1
Komentar