Warga dari Lelateng-Negara Ciptakan Alat Fogging Biaya Murah
Khawatir Keluarganya Terserang Demam Berdarah karena Diam di Rumah Saat Pandemi Covid-19
I Putu Agus Sudiasa adalah wirausaha bidang service elektronik yang juga jadi anggota LPM Kelurahan Lelateng, Kecamatan Negara, Jembrana
NEGARA, NusaBali
Pandemi Covid-19 yang berkepanjangan, memunculkan berbagai kreativitas di kalangan warga Jembrana. Salah satunya, I Putu Agus Sudiasa alias Jermy, 40, warga Lingkungan Ketapang, Kelurahan Lelateng, Kecamatan Negara, Jembrana yang berhasil menciptakan alat fogging sederhana berbiaya murah, untuk mencegah wabah demam berdarah (DB).
Alat fogging sederhana yang dibuat Putu Agus Sudiasa menggunakan bahan-bahan yang memanfaatkan barang bekas dan mudah ditemui di pasaran. Keseluruhan biasa yang diperlkukan untuk membuat satu unit alat fogging sederhana, cukup hanya Rp 400.000. Ini jauh lebih murah dari alat fogging pabrikan, yang harganya bisa mencapai belasan juta rupiah.
Ditemui NusaBali di kediamannya di Lingkungan Ketapang, Kelurahan Lelateng, Senin (19/10), Agus Sudiasa mengisahkan ide membuat alat fogging sederhana ini berawal Maret 2020 lalu, ketika pandemi Covid-19 mulai muncul di Bali. Ketika itu, sebagian besar warga beraktivitas di rumah, termasuk Agus Sudiasa dan keluarganya.
Anak semata wayang dari Agus Sudiasa, yakni Ni Putu Putri Pratini, 12, yang kini siswi Kelas VI SDN 2 Banjar Tengah, Kelurahan Banjar Tengah, Kecamatan Negara, juga harus belajar dari rumah. Karena punya anak yang setiap hari belajar di rumah, Agus Sudiasa jadi berpikir dan khawatir ancaman DB.
“Soalnya, nyamuk aedes aegypti (nyamuk demam berdarah) biasanya menyerang siang hari. Dengan kondisi seperti itu, saya berkeinginan memiliki alat fogging sederharna berbiaya murah. Saya pun mencipatakan alat figgong sederhana," ungkap Agus Sudiasa, yang kebetulan memiliki bekal pendidikan STM Negeri 1 Denpasar (tamat tahun 1998).
Agus Sudiasa menyebutkan, alat fogging mini dari pabrikan harganya cukup mahal, kisaran Rp 3 juta hingga belasan juta rupiah. Agus Sudiasa pun berusaha membuat sendiri alat fogging sederhana biaya murah, dengan bermodalkan pengetahuan semasa sekolah di STM dan pengalaman serta profesinya sebagai wirausaha di bidang servis elektronik.
Nah, untuk membuat alat fogging sederhana, Agus Sudiasa mencari referensi melalui YouTube. Kebetulan, sejumlah bahan yang dibutuhkan untuk membuat alat fogging sederahana tersedia di rumahnya.
“Pas awal-awal bereksperimen, saya gunakan botol bekas. Kemudian, untuk pemompa cairan di botol, saya gunakan pompa yang biasa dipakai memandikan burung. Kemudian, untuk pipa tembaga kapiler, saya ambil bongkaran dari kulkas,” jelas Agus Sudiasa yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Organisasi Amatir Radio Indonesia (Orari) Kabupaten Jembrana.
Sedangkan untuk bahan utama lainnya, seperti gas torch (alat pemantik api untuk tabung gas portabel) beserta tabung gasnya, juga ada di rumah Agus Sudiasa. Maka, setelah semua bahan yang dibutuhkan terkumpul, Agus Sudiasa langsung mengolah pipa tembaga kapiler menjadi berbentuk spiral, layaknya spiral pipa mesin fogging pabrikan.
Agus Sudiasa juga membuat bulatan tempat penahan spiral pipa tembaga kapiler itu, dengan menggunakan plat kawat besi ram grill speaker. Setelah merakit seluruh bahan, JAgus Sudiasa sempat terkendala mencari bahan obat fogging pabrikan yang dicampur dengan solar. “Kalaupun ada, harganya cukup mahal,” kenang ayah satu anak dari pernikahannya dengan Ni Komang Suartini, 40, ini.
Untuk itu, Agus Sudiasa berusaha menanyakan kepada salah satu temannya, Drh I Gusti Ngurah Rai Mulyawan, dokter hewan yang juga Kepala Seksi (Kasi) Kesehatan Hewan di Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Jembrana. Dari saran Rai Mulyawan, diperoleh solusi untuk bahan obat fogging menggunakan campuran butok. Campuran butok itu jauh lebih aman dibanding obat fogging pabrikan.
“Perbandingannya, 1 liter solar dicampur 10 mililiter butok. Nah, saat sudah lengkap punya cairannya, saya langsung ujicoba alat rakitan saya yang pertama. Saat ujicoba pertama itu, sudah langsung mau berfungsi. Tetapi, waktu awal ujicoba, sempat beberapa kali keluar semburan api dari pipa tembaga kapiler,” cerita Agus Sudiasa.
“Ternyata, keluar semburan api itu karena api yang langsung bercampur dengan cairan solarnya. Ada teknik cara pemakaiannya. Jadi, dipanaskan dulu pipa tembaga kapilernya. Juga tidak boleh keluar cairan terlalu kencang,” lanjut Agus Sudiasa yang juga anggota LPM Kelurahan Lelateng periode 2020-2025.
Setelah berhasil menciptakan alat fogging sederhana dengan menggunakan bahan bekas seadanya itu, Agus Sudiasa menyempurnakan bahannya. Misalnya, yang awalnya menggunakan botol bekas dengan kombinas alat penyemprot untuk memandikan burung, diganti dengan alat penyemprotan ukuran 2 liter yang biasa dijual di toko-toko kehewanan.
Agus Sudiasa juga membuat rakitan yang lebih rapi dan pegangan untuk alat foggingnya, sehingga bisa dioperasikan cukup dengan satu tangan. “Waktu masih menggunakan botol bekas, pisah antara alat fogging ini dengan botol. Jadi, harus pakai dua tangan,” paparnya.
Menurut Agus Sudiasa, alat fogging sederhana ciptaannya yang menghabiskan biaya sekitar Rp 400.000. Meski barang rakitan, Agus Sudiasa memastikan efektivitas alat fogging bikinannya tidak kalah dengan alat fogging pabrikan. Lagipula, alat fogging sederhana berbiaya murah ini jauh lebih efisien.
“Contoh, di rumah saya dengan luas 3 are, paling hanya menghabiskan 200 mililiter cairan obat fogging. Sementara untuk satu kaleng tabung gas ini, cukup untuk pembakaran sekitar 6 liter cairan obat fogging,” terang anak semata wayang dari pasangan I Made Sujana (almarhum) dan Ni Ketut Merin ini.
Uniknya, Agus Sudiasa sejauh ini tidak mengkomersialkan alat fogging sederhana ciptaannya itu. Dia lebih memanfaatkannya untuk kepentingan sosial, seperti menggunakan alat fogging ciptaannya buat penyemprotan di lingkungan wilayah tempek. Selain itu, juga melakukan penyemprotan ke beberapa wilayah di Jembrana, khususnya lokasi tempat tinggal rekan-rekannya sebagai pentolan Orari.
“Memang tidak ada niat membikin alat fogging untuk dijual. Karena kebetulan saya masih ada kerjaan service elektronik. Memang saya ingin membuat alat fogging sederhana ini, selain untuk di rumah, agar bisa digunakan kegiatan sosial. Saya pakai penyemprotan keliling,” katanya.
Agus Sudiasa mengaku siap bantu mengajari siapa saja yang ingin belajar membuat alat fogging sederhana. “Kalau ada yang mau belajar cara membuat alat fogging, entah kemudian dikomersialkan, silakan saja. Saya siap berbagi ilmu, selama tidak mengganggu pekerjaan utama saya,” ujar Agus Sudiasa yang juga biasa mengambil pekerjaan instalatir listrik. *ode
Pandemi Covid-19 yang berkepanjangan, memunculkan berbagai kreativitas di kalangan warga Jembrana. Salah satunya, I Putu Agus Sudiasa alias Jermy, 40, warga Lingkungan Ketapang, Kelurahan Lelateng, Kecamatan Negara, Jembrana yang berhasil menciptakan alat fogging sederhana berbiaya murah, untuk mencegah wabah demam berdarah (DB).
Alat fogging sederhana yang dibuat Putu Agus Sudiasa menggunakan bahan-bahan yang memanfaatkan barang bekas dan mudah ditemui di pasaran. Keseluruhan biasa yang diperlkukan untuk membuat satu unit alat fogging sederhana, cukup hanya Rp 400.000. Ini jauh lebih murah dari alat fogging pabrikan, yang harganya bisa mencapai belasan juta rupiah.
Ditemui NusaBali di kediamannya di Lingkungan Ketapang, Kelurahan Lelateng, Senin (19/10), Agus Sudiasa mengisahkan ide membuat alat fogging sederhana ini berawal Maret 2020 lalu, ketika pandemi Covid-19 mulai muncul di Bali. Ketika itu, sebagian besar warga beraktivitas di rumah, termasuk Agus Sudiasa dan keluarganya.
Anak semata wayang dari Agus Sudiasa, yakni Ni Putu Putri Pratini, 12, yang kini siswi Kelas VI SDN 2 Banjar Tengah, Kelurahan Banjar Tengah, Kecamatan Negara, juga harus belajar dari rumah. Karena punya anak yang setiap hari belajar di rumah, Agus Sudiasa jadi berpikir dan khawatir ancaman DB.
“Soalnya, nyamuk aedes aegypti (nyamuk demam berdarah) biasanya menyerang siang hari. Dengan kondisi seperti itu, saya berkeinginan memiliki alat fogging sederharna berbiaya murah. Saya pun mencipatakan alat figgong sederhana," ungkap Agus Sudiasa, yang kebetulan memiliki bekal pendidikan STM Negeri 1 Denpasar (tamat tahun 1998).
Agus Sudiasa menyebutkan, alat fogging mini dari pabrikan harganya cukup mahal, kisaran Rp 3 juta hingga belasan juta rupiah. Agus Sudiasa pun berusaha membuat sendiri alat fogging sederhana biaya murah, dengan bermodalkan pengetahuan semasa sekolah di STM dan pengalaman serta profesinya sebagai wirausaha di bidang servis elektronik.
Nah, untuk membuat alat fogging sederhana, Agus Sudiasa mencari referensi melalui YouTube. Kebetulan, sejumlah bahan yang dibutuhkan untuk membuat alat fogging sederahana tersedia di rumahnya.
“Pas awal-awal bereksperimen, saya gunakan botol bekas. Kemudian, untuk pemompa cairan di botol, saya gunakan pompa yang biasa dipakai memandikan burung. Kemudian, untuk pipa tembaga kapiler, saya ambil bongkaran dari kulkas,” jelas Agus Sudiasa yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Organisasi Amatir Radio Indonesia (Orari) Kabupaten Jembrana.
Sedangkan untuk bahan utama lainnya, seperti gas torch (alat pemantik api untuk tabung gas portabel) beserta tabung gasnya, juga ada di rumah Agus Sudiasa. Maka, setelah semua bahan yang dibutuhkan terkumpul, Agus Sudiasa langsung mengolah pipa tembaga kapiler menjadi berbentuk spiral, layaknya spiral pipa mesin fogging pabrikan.
Agus Sudiasa juga membuat bulatan tempat penahan spiral pipa tembaga kapiler itu, dengan menggunakan plat kawat besi ram grill speaker. Setelah merakit seluruh bahan, JAgus Sudiasa sempat terkendala mencari bahan obat fogging pabrikan yang dicampur dengan solar. “Kalaupun ada, harganya cukup mahal,” kenang ayah satu anak dari pernikahannya dengan Ni Komang Suartini, 40, ini.
Untuk itu, Agus Sudiasa berusaha menanyakan kepada salah satu temannya, Drh I Gusti Ngurah Rai Mulyawan, dokter hewan yang juga Kepala Seksi (Kasi) Kesehatan Hewan di Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Jembrana. Dari saran Rai Mulyawan, diperoleh solusi untuk bahan obat fogging menggunakan campuran butok. Campuran butok itu jauh lebih aman dibanding obat fogging pabrikan.
“Perbandingannya, 1 liter solar dicampur 10 mililiter butok. Nah, saat sudah lengkap punya cairannya, saya langsung ujicoba alat rakitan saya yang pertama. Saat ujicoba pertama itu, sudah langsung mau berfungsi. Tetapi, waktu awal ujicoba, sempat beberapa kali keluar semburan api dari pipa tembaga kapiler,” cerita Agus Sudiasa.
“Ternyata, keluar semburan api itu karena api yang langsung bercampur dengan cairan solarnya. Ada teknik cara pemakaiannya. Jadi, dipanaskan dulu pipa tembaga kapilernya. Juga tidak boleh keluar cairan terlalu kencang,” lanjut Agus Sudiasa yang juga anggota LPM Kelurahan Lelateng periode 2020-2025.
Setelah berhasil menciptakan alat fogging sederhana dengan menggunakan bahan bekas seadanya itu, Agus Sudiasa menyempurnakan bahannya. Misalnya, yang awalnya menggunakan botol bekas dengan kombinas alat penyemprot untuk memandikan burung, diganti dengan alat penyemprotan ukuran 2 liter yang biasa dijual di toko-toko kehewanan.
Agus Sudiasa juga membuat rakitan yang lebih rapi dan pegangan untuk alat foggingnya, sehingga bisa dioperasikan cukup dengan satu tangan. “Waktu masih menggunakan botol bekas, pisah antara alat fogging ini dengan botol. Jadi, harus pakai dua tangan,” paparnya.
Menurut Agus Sudiasa, alat fogging sederhana ciptaannya yang menghabiskan biaya sekitar Rp 400.000. Meski barang rakitan, Agus Sudiasa memastikan efektivitas alat fogging bikinannya tidak kalah dengan alat fogging pabrikan. Lagipula, alat fogging sederhana berbiaya murah ini jauh lebih efisien.
“Contoh, di rumah saya dengan luas 3 are, paling hanya menghabiskan 200 mililiter cairan obat fogging. Sementara untuk satu kaleng tabung gas ini, cukup untuk pembakaran sekitar 6 liter cairan obat fogging,” terang anak semata wayang dari pasangan I Made Sujana (almarhum) dan Ni Ketut Merin ini.
Uniknya, Agus Sudiasa sejauh ini tidak mengkomersialkan alat fogging sederhana ciptaannya itu. Dia lebih memanfaatkannya untuk kepentingan sosial, seperti menggunakan alat fogging ciptaannya buat penyemprotan di lingkungan wilayah tempek. Selain itu, juga melakukan penyemprotan ke beberapa wilayah di Jembrana, khususnya lokasi tempat tinggal rekan-rekannya sebagai pentolan Orari.
“Memang tidak ada niat membikin alat fogging untuk dijual. Karena kebetulan saya masih ada kerjaan service elektronik. Memang saya ingin membuat alat fogging sederhana ini, selain untuk di rumah, agar bisa digunakan kegiatan sosial. Saya pakai penyemprotan keliling,” katanya.
Agus Sudiasa mengaku siap bantu mengajari siapa saja yang ingin belajar membuat alat fogging sederhana. “Kalau ada yang mau belajar cara membuat alat fogging, entah kemudian dikomersialkan, silakan saja. Saya siap berbagi ilmu, selama tidak mengganggu pekerjaan utama saya,” ujar Agus Sudiasa yang juga biasa mengambil pekerjaan instalatir listrik. *ode
Komentar