Komite III DPD RI Kawal Aspirasi Bali Terkait Hare Krishna
Kemarin Dialog dengan PHDI Bali
DENPASAR, NusaBali
Anggota Komite III DPD RI (yang membidangi adat, budaya, agama, pariwisata, pendidikan, kesehatan), AA Gde Agung, secara khusus bertemu Ketua PHDI Bali, I Gusti Ngurah Sudiana, Senin (2/11) siang, untuk membahas masalah ajaran Hare Krishna dan persoalan lainnya yang mengusik masyarakat.
Senator AA Gde Agung pun janji akan kawal aspirasi dari Bali terkait masalah Hare Krishna di tingkat pusat. Pertemuan AA Gde Agung dan IGN Sudiana, Senin kemarin, dilakukan di Kampus IHDN Denpasar, Jalan Ratna Denpasar. Dalam dialog tersebut, masalah pembubaran Hare Krishna menjadi pokok bahasan. Masalahnya, isu ini memunculkan suasana gaduh di Bali, bahkan Indonesia. Terlebih lagi, ada rekomendasi dari DPRD Bali untuk membubarkan Hare Krishna, kalau ajaran tersebut menimbulkan gangguan ketertiban dan keamanan.
Gde Agung selaku anggota DPD RI Dapil Bali sudah menyerap aspirasi terkait gaduh masalah pembubaran Hare Krishna dan Sampradaya lainnya. Gde Agung pun siap mengawal aspirasi yang diterima dari berbagai lembaga adat dan umat di Bali, terkait pembubaran Hare Krishna ketika nanti permasalahan ini maju ke Kementerian Agama.
"Dari dialog saya dengan Ketua PHDI Bali hari ini (kemarin) terkait Hare Krishna, saya sebagai anggota Komite III DPD RI yang membidangi masalah Agama, nanti akan tindaklanjuti dan kawal aspirasi di pusat," tegas Gde Agung seusai pertemuan dengan Sudiana, Senin siang.
Menurut Gde Agung, PHDI Bali secara tegas sudah bersikap dengan mengeluarkan instruksi untuk PHDI Kabupaten/Kota se-Bali, supaya mengawasi kegiatan Hare Krishna di wilayahnya. Hare Krishna tidak dibolehkan melakukan kegiatan di luar Ashram atau di tempat umum lainnya.
Selain itu, kata Gde Agung, PHDI Bali melalui suratnya kepada PHDI Pusat jelas sudah meminta supaya Hare Krisna dikeluarkan dari daftar pengayoman. "Aspirasi PHDI Bali ini sudah kami kantongi. Selain itu, lembaga-lembaga lainnya juga bersikap sama terhadap keberadaan Hare Krishna,” jelas Gde Agung.
Gde Agung mencontohkan DPRD Bali, yang tegas merekomendasikan supaya Hare Krishna dibubarkan. Kemudian, Gubernur Bali dan Majelis Desa Adat Provinsi Bali juga bersikap tegas untuk melarang kegiatan atau keberadaan Hare Krishna ini di wilayah desa adat se-Bali.
"Seluruh elemen dan lembaga berkompeten di Bali sudah bersikap terkait keberadaan Hare Krishna. Saya sebagai Anggota Komite III DPR RI, menampung aspirasi ini untuk kita kawal di pusat," terang Gde Agung yang notabene mantan Bupati Badung dua kali periode (2005-2010, 2010-2015).
Selain masalah Hare Krishna, dalam pertemuan Gde Agung dengan Ketua PHDI Bali kemarin juga dibahas masalah kegaduhan terkait aksi demo-demo ke Kantor DPD RI Perwakilan Bali, Jalan Tjokorda Agung Tresna Niti Mandala Denpasar, yang belakangan marak terjadi sebagai bentuk protes terhadap statemen Senator Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna alias AWK. Gde Agung berharap kalau ada masalah, supaya diselesaikan secara hukum.
"Kemarin ada demo ke Kantor DPD RI Perwakilan Bali. Ini juga kami bicarakan dengan PHDI Bali. Ke depan, kita harapkan masyarakat menempuh jalur-jalur konstitusi, kalau ada persoalan," tandas Senator yang juga Panglingsir Puri Ageng Mengwi, Desa/Kecamatan Mengwi, Badung ini.
Gde Agung berharap krama Bali menyelesaikan persoalan dengan pikiran jernih. Apalagi, dalam kondisi pandemi Covid-19 saat ini, rasa menyamabraya mesti ditingkatkan. "Ayo kita krama Bali lebih fokus dan saling membantu dalam kondisi pandemi Covid-19 ini. Tingkatkan rasa persaudaraan dan menyamabraya, kurangi sikap saling menjelekkan," pinta Gde Agung.
Gde Agung juga menyampaikan kepada Ketua PHDI Bali untuk senantiasa menjaga keberadaan umat Hindu dengan Hindu Nusantaranya. "Di Indonesia itu ya harus Hindu Nusantara dengan kearifan lokal. Hindu yang sesuai dengan adat dan budaya Nusantara, seperti Hindu di Tengger, Hindu Kaharingan, Sunda Wiwitan di Jawa Barat, dan Hindu Bali yang berakar budaya Nusantara," katanya.
Sementara itu, Ketua PHDI Bali IGN Sudiana mengatakan pihaknya menyampaikan apa adanya tentang langkah-lankah yang diambil terkait keberadaan Hare Krishna. Menurut Sudiana, PHDI Bali sudah melayangkan surat Nomor 076/PHDI/Bali/VIII/2020 kepada PHDI Kabupaten/Kota se-Bali, agar berkoordinasi dengan Majelis Desa Adat (MDA) Kabupaten/Kota hingga MDA Kecamatan, untuk mengawasi kegiatan Hare Krishna.
Sudiana menyebutkan, yang diawasi adalah kegiatan Hare Krishna di luar Ashram, seperti pura dan wewidanhannya, serta tempat umum semisal pantai, lapangan, jalan raya. Bila ditemukan kegiatan Hare Krishna di luar Ashram atau tempat umum, PHDI Bali minta agar dihentikan dengan pola persuasif.
"Surat kami kepada PHDI Kabupaten/Kota tanggal 6 Agustus 2020 itu sudah jelas isinya melarang kegiatan Hare Krishna di luar Ashram dan tempat umum lainnya," ujar Sudiana yang juga Rektor IHDN Denpasar, seusai pertemuan dengan Gde Agung, Senin kemarin.
Selain itu, kata Sudiana, PHDI Bali juga sudah bersurat kepada PHDI Pusat pada 1 Agustus 2020. Dalam surat dengan Nomor 066/PHDI-Bali/VIII/2020 tersebut, PHDI Bali mengusulkan pencabutan Hare Krishna dari pengayoman PHDI Pusat. Juga dicantumkan PHDI Bali melarang kegiatan Hare Krishna di luar Ashram, sedperti pura-pura di seluruh Bali. "Jadi, sikap PHDI Bali sudah tegas soal Hare Krishna ini. Kami hari ini (kemarin) menyampaikan seluruh sikap PHDI Bali kepada DPD RI," tandas Sudiana. 7 nat
Sementara itu, DPRD Bali juga sudah keluarkan sikap resmi atas polemik keberadaan ajaran Hare Krishna dan Sampradaya lainnya. DPRD Bali rekomendasikan bubarkan Hare Krishna kalau melanggar ketertiban umum dan ganggu kegiatan umat Hindu di desa adat seluruh Bali.
Rekomendasi ini merupakan hasil Rapat Pimpinan (Rapim) DPRD Bali, Senin (26/10), yang dituangkan dalam Surat DPRD Bali Nomor 030/4260/DPRD Bali dan telah dikirimkan kepada Gubernur Bali, Wayan Koster. Ketua DPRD Bali, Nyoman Adi Wiryatama, menegaskan pada intinya lembaga legislatif membatasi kegiatan Hare Krishna di Bali. Kalau memamg menganggu ketertiban umum dan kegiatan umat Hindu di desa adat, Hare Krishna bisa dibubarkan dan ditindak secara hukum.
Menurut Adi Wiryatama, ada beberapa pertimbangan DPRD Bali atas sikap tegas terhadap keberadaan Hare Krishna. Dari beberapa penelusuran fakta-fakta di lapangan, keberadaan Hare Krishna selama ini kerap menimbulkan persoalan dan kegaduhan. Banyak elemen masyarakat yang mengadukan keberadaan Hare Krishna, karena dinilai tidak sesuai dengan budaya, tradisi, adat istiadat Bali yang dijiwai Agama Hindu.
"Kami menindaklanjuti adanya aspirasi berbagai elemen masyarakat. DPRD Bali menghormati kebebasan setiap orang meyakini kepercayaan, sebagai hak konstitusional yang diatur UUD 1945. Kami juga menghormati hak asasi manusia yang diatur dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia,” tegas Adi Wiryatama kepada awak media seusai rapat parpurna hari itu.
“Namun, kalau kegiatan Hare Krishna menimbulkan polemik dan mengganggu ketertiban umum, maka DPRD Bali pun bersikap. Dan, sikap kami tegas: kalau kegiatan Hare Krishna mengganggu ketertiban umum, maka harus dibubarkan dan ditindak tegas dengan proses hukum," imbuhnya. *nat
Gde Agung selaku anggota DPD RI Dapil Bali sudah menyerap aspirasi terkait gaduh masalah pembubaran Hare Krishna dan Sampradaya lainnya. Gde Agung pun siap mengawal aspirasi yang diterima dari berbagai lembaga adat dan umat di Bali, terkait pembubaran Hare Krishna ketika nanti permasalahan ini maju ke Kementerian Agama.
"Dari dialog saya dengan Ketua PHDI Bali hari ini (kemarin) terkait Hare Krishna, saya sebagai anggota Komite III DPD RI yang membidangi masalah Agama, nanti akan tindaklanjuti dan kawal aspirasi di pusat," tegas Gde Agung seusai pertemuan dengan Sudiana, Senin siang.
Menurut Gde Agung, PHDI Bali secara tegas sudah bersikap dengan mengeluarkan instruksi untuk PHDI Kabupaten/Kota se-Bali, supaya mengawasi kegiatan Hare Krishna di wilayahnya. Hare Krishna tidak dibolehkan melakukan kegiatan di luar Ashram atau di tempat umum lainnya.
Selain itu, kata Gde Agung, PHDI Bali melalui suratnya kepada PHDI Pusat jelas sudah meminta supaya Hare Krisna dikeluarkan dari daftar pengayoman. "Aspirasi PHDI Bali ini sudah kami kantongi. Selain itu, lembaga-lembaga lainnya juga bersikap sama terhadap keberadaan Hare Krishna,” jelas Gde Agung.
Gde Agung mencontohkan DPRD Bali, yang tegas merekomendasikan supaya Hare Krishna dibubarkan. Kemudian, Gubernur Bali dan Majelis Desa Adat Provinsi Bali juga bersikap tegas untuk melarang kegiatan atau keberadaan Hare Krishna ini di wilayah desa adat se-Bali.
"Seluruh elemen dan lembaga berkompeten di Bali sudah bersikap terkait keberadaan Hare Krishna. Saya sebagai Anggota Komite III DPR RI, menampung aspirasi ini untuk kita kawal di pusat," terang Gde Agung yang notabene mantan Bupati Badung dua kali periode (2005-2010, 2010-2015).
Selain masalah Hare Krishna, dalam pertemuan Gde Agung dengan Ketua PHDI Bali kemarin juga dibahas masalah kegaduhan terkait aksi demo-demo ke Kantor DPD RI Perwakilan Bali, Jalan Tjokorda Agung Tresna Niti Mandala Denpasar, yang belakangan marak terjadi sebagai bentuk protes terhadap statemen Senator Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna alias AWK. Gde Agung berharap kalau ada masalah, supaya diselesaikan secara hukum.
"Kemarin ada demo ke Kantor DPD RI Perwakilan Bali. Ini juga kami bicarakan dengan PHDI Bali. Ke depan, kita harapkan masyarakat menempuh jalur-jalur konstitusi, kalau ada persoalan," tandas Senator yang juga Panglingsir Puri Ageng Mengwi, Desa/Kecamatan Mengwi, Badung ini.
Gde Agung berharap krama Bali menyelesaikan persoalan dengan pikiran jernih. Apalagi, dalam kondisi pandemi Covid-19 saat ini, rasa menyamabraya mesti ditingkatkan. "Ayo kita krama Bali lebih fokus dan saling membantu dalam kondisi pandemi Covid-19 ini. Tingkatkan rasa persaudaraan dan menyamabraya, kurangi sikap saling menjelekkan," pinta Gde Agung.
Gde Agung juga menyampaikan kepada Ketua PHDI Bali untuk senantiasa menjaga keberadaan umat Hindu dengan Hindu Nusantaranya. "Di Indonesia itu ya harus Hindu Nusantara dengan kearifan lokal. Hindu yang sesuai dengan adat dan budaya Nusantara, seperti Hindu di Tengger, Hindu Kaharingan, Sunda Wiwitan di Jawa Barat, dan Hindu Bali yang berakar budaya Nusantara," katanya.
Sementara itu, Ketua PHDI Bali IGN Sudiana mengatakan pihaknya menyampaikan apa adanya tentang langkah-lankah yang diambil terkait keberadaan Hare Krishna. Menurut Sudiana, PHDI Bali sudah melayangkan surat Nomor 076/PHDI/Bali/VIII/2020 kepada PHDI Kabupaten/Kota se-Bali, agar berkoordinasi dengan Majelis Desa Adat (MDA) Kabupaten/Kota hingga MDA Kecamatan, untuk mengawasi kegiatan Hare Krishna.
Sudiana menyebutkan, yang diawasi adalah kegiatan Hare Krishna di luar Ashram, seperti pura dan wewidanhannya, serta tempat umum semisal pantai, lapangan, jalan raya. Bila ditemukan kegiatan Hare Krishna di luar Ashram atau tempat umum, PHDI Bali minta agar dihentikan dengan pola persuasif.
"Surat kami kepada PHDI Kabupaten/Kota tanggal 6 Agustus 2020 itu sudah jelas isinya melarang kegiatan Hare Krishna di luar Ashram dan tempat umum lainnya," ujar Sudiana yang juga Rektor IHDN Denpasar, seusai pertemuan dengan Gde Agung, Senin kemarin.
Selain itu, kata Sudiana, PHDI Bali juga sudah bersurat kepada PHDI Pusat pada 1 Agustus 2020. Dalam surat dengan Nomor 066/PHDI-Bali/VIII/2020 tersebut, PHDI Bali mengusulkan pencabutan Hare Krishna dari pengayoman PHDI Pusat. Juga dicantumkan PHDI Bali melarang kegiatan Hare Krishna di luar Ashram, sedperti pura-pura di seluruh Bali. "Jadi, sikap PHDI Bali sudah tegas soal Hare Krishna ini. Kami hari ini (kemarin) menyampaikan seluruh sikap PHDI Bali kepada DPD RI," tandas Sudiana. 7 nat
Sementara itu, DPRD Bali juga sudah keluarkan sikap resmi atas polemik keberadaan ajaran Hare Krishna dan Sampradaya lainnya. DPRD Bali rekomendasikan bubarkan Hare Krishna kalau melanggar ketertiban umum dan ganggu kegiatan umat Hindu di desa adat seluruh Bali.
Rekomendasi ini merupakan hasil Rapat Pimpinan (Rapim) DPRD Bali, Senin (26/10), yang dituangkan dalam Surat DPRD Bali Nomor 030/4260/DPRD Bali dan telah dikirimkan kepada Gubernur Bali, Wayan Koster. Ketua DPRD Bali, Nyoman Adi Wiryatama, menegaskan pada intinya lembaga legislatif membatasi kegiatan Hare Krishna di Bali. Kalau memamg menganggu ketertiban umum dan kegiatan umat Hindu di desa adat, Hare Krishna bisa dibubarkan dan ditindak secara hukum.
Menurut Adi Wiryatama, ada beberapa pertimbangan DPRD Bali atas sikap tegas terhadap keberadaan Hare Krishna. Dari beberapa penelusuran fakta-fakta di lapangan, keberadaan Hare Krishna selama ini kerap menimbulkan persoalan dan kegaduhan. Banyak elemen masyarakat yang mengadukan keberadaan Hare Krishna, karena dinilai tidak sesuai dengan budaya, tradisi, adat istiadat Bali yang dijiwai Agama Hindu.
"Kami menindaklanjuti adanya aspirasi berbagai elemen masyarakat. DPRD Bali menghormati kebebasan setiap orang meyakini kepercayaan, sebagai hak konstitusional yang diatur UUD 1945. Kami juga menghormati hak asasi manusia yang diatur dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia,” tegas Adi Wiryatama kepada awak media seusai rapat parpurna hari itu.
“Namun, kalau kegiatan Hare Krishna menimbulkan polemik dan mengganggu ketertiban umum, maka DPRD Bali pun bersikap. Dan, sikap kami tegas: kalau kegiatan Hare Krishna mengganggu ketertiban umum, maka harus dibubarkan dan ditindak tegas dengan proses hukum," imbuhnya. *nat
Komentar