Monetisasi Seni Virtual Jadi Peluang Seniman di Masa Pandemi Covid-19
DENPASAR, NusaBali
Di tengah situasi pandemi Covid-19, seniman seolah kehilangan wadah untuk berkarya.
Menyikapi situasi ini, dua pegiat seni, I Wayan Balawan dan Koreografer Eko Supriyanto hadir membedah karya seni kreatif virtual dalam ajang Timbang Rasa serangkaian Festival Bali Jani II, di Taman Budaya Bali. Timbang Rasa ini juga bisa disaksikan langsung melalui aplikasi Zoom Meeting, Senin (2/11).
Monetisasi Seni Virtual menjadi tema dari sarasehan ini, yang mengungkap tantangan dan peluang seniman di masa pandemi agar tetap eksis dan berpenghasilan. Terungkap, pandemi ini justru memberi ruang lebih luas untuk berkarya dengan aktivitas panggung yang berubah, yang semuanya bergeser ke virtual. Mulai dari ngamen online, program Kemendikbud, hingga kompetisi virtual.
“Saya seorang penari koreografer, di masa pandemi ini merasakan dampaknya, di mana kegiatan kreatif berkurang, teman-teman studio terimbas, namun saya salah satu orang beruntung masih bisa tampil di ruang bebas, pentas untuk berkreasi lewat seni virtual,” ungkap koreogafer yang akrab disapa Eko Pece melalui tautan join di zoom meeting.
Selama ini, kegiatan virtual yang digelar oleh kemendikbud maupun lembaga lainnya dapat membantu secara ekonomi. Begitupun seniman-seniman lainnya yang juga menghadirkan karya-karya virtual dengan sistem tiketing, sehingga tetap membuka peluang ekonomi. Begitupula dengan film dan pertunjukan tari, juga dilombakan melalui virtual. Yang menarik, vlog dan youtube kini merupakan ruang pertunjukan yang memiliki peluang yang masih bisa dikerjakan untuk mendapatkan penghasilan.
“Pertanyaannya, tetapi apa bisa kita (seniman) menjadi vloger, pada saat ini kesempatan untuk berpikir ke situ. Apakah tuntutan ini akan terjadi, saya optimis mengarah ke sana, apakah bisa seorang seniman melakukannya. Riilnya, seniman kita belum sepenuhnya siap, seniman tradisional, SDM harus dipersiapkan, dan mampu berkolaborasi dengan pihak yang paham digital,” ungkapnya.
Di satu sisi, tantangan bagi seniman kreatif menjadi youtuber atau vloger, yaitu memiliki tuntutan untuk menjaga kualitas, sementara saat ini tantangannya ternyata banyak sajian seni virtual yang tampil seadanya, sehingga secara kualitas belum tercapai. Dalam situasi seperti inilah, diperlukan adanya kolaborasi dengan berbagai pihak yang ahli dalam dunia digital. Seperti penata kamera, tata panggung, dan sebagainya.
Eko mengaku telah mengusulkan kepada pemerintah melalui Kemenparekraf RI agar mengkemas sebuah kegiatan seni virtual agar menjadi sebuah produk yang berdampak langsung pada seniman.
“Dengan harapan ada wadah baru, yang menaungi teman-teman seniman dalam berkarya di era baru ini,” tandasnya. Sementara itu, Gitaris I Wayan Balawan menyoroti bahwa dunia YouTube memiliki peluang yang cukup besar untuk menghasilkan pundi rupiah. Namun, Balawan memberi catatan bahwa tidak mudah juga mencari uang apabila konten yang disajikan tidak dikemas dengan menarik dan bagus. Apalagi dengan ketentuan konten YouTube yang memerlukan jumlah minimal jam tayangan dan subscriber tertentu.
Yang perlu diperhatikan, bahwa ruang kreatif panggung di pentas virtual sangat berbeda. “Meski punya karya bagus, tapi kalau judulnya nggak menarik susah juga menaikan jumlah penonton, tapi kalau judul karya yang aneh, unik, menyeramkan cepat sekali ditonton,” ujar Balawan.
Hal lain soal peluang publikasi karya seni secara virtual, yakni akan adanya pelanggaran hak cipta. Balawan sendiri tidak menampik adanya fenomena ini. Menurutnya, bicara hak cipta sejatinya sudah banyak dibicarakan dan dikeluhkan rekan-rekan komposer di Indonesia. “Soal perlindungan karya, di negara kita belum punya sistem, kalau di luar negeri jelas ada, yaitu seorang publisher yang khusus ditempatkan untuk mengatur tayangan terkait hak cipta orang,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Kesenian dan Tenaga Kebudayaan Dinas Kebudayan Provinsi Bali, Ni Wayan Sulastriniani, menambahkan melalui seni virtual ini diharapkan pemahaman seniman kreatif di Bali melalui seni virtual dapat ditingkatkan. “Di masa pandemi ini, Pemerintah Provinsi Bali melalui Dinas Kebudayaan tetap konsisten memajukan dan menguatkan kebudayaan, terutama memberi ruang kepada para seniman agar tetap berkarya dengan memanfaatkan kanal youtube dan mampu mendapatkan penghasilan,” pungkasnya. *cr74
Monetisasi Seni Virtual menjadi tema dari sarasehan ini, yang mengungkap tantangan dan peluang seniman di masa pandemi agar tetap eksis dan berpenghasilan. Terungkap, pandemi ini justru memberi ruang lebih luas untuk berkarya dengan aktivitas panggung yang berubah, yang semuanya bergeser ke virtual. Mulai dari ngamen online, program Kemendikbud, hingga kompetisi virtual.
“Saya seorang penari koreografer, di masa pandemi ini merasakan dampaknya, di mana kegiatan kreatif berkurang, teman-teman studio terimbas, namun saya salah satu orang beruntung masih bisa tampil di ruang bebas, pentas untuk berkreasi lewat seni virtual,” ungkap koreogafer yang akrab disapa Eko Pece melalui tautan join di zoom meeting.
Selama ini, kegiatan virtual yang digelar oleh kemendikbud maupun lembaga lainnya dapat membantu secara ekonomi. Begitupun seniman-seniman lainnya yang juga menghadirkan karya-karya virtual dengan sistem tiketing, sehingga tetap membuka peluang ekonomi. Begitupula dengan film dan pertunjukan tari, juga dilombakan melalui virtual. Yang menarik, vlog dan youtube kini merupakan ruang pertunjukan yang memiliki peluang yang masih bisa dikerjakan untuk mendapatkan penghasilan.
“Pertanyaannya, tetapi apa bisa kita (seniman) menjadi vloger, pada saat ini kesempatan untuk berpikir ke situ. Apakah tuntutan ini akan terjadi, saya optimis mengarah ke sana, apakah bisa seorang seniman melakukannya. Riilnya, seniman kita belum sepenuhnya siap, seniman tradisional, SDM harus dipersiapkan, dan mampu berkolaborasi dengan pihak yang paham digital,” ungkapnya.
Di satu sisi, tantangan bagi seniman kreatif menjadi youtuber atau vloger, yaitu memiliki tuntutan untuk menjaga kualitas, sementara saat ini tantangannya ternyata banyak sajian seni virtual yang tampil seadanya, sehingga secara kualitas belum tercapai. Dalam situasi seperti inilah, diperlukan adanya kolaborasi dengan berbagai pihak yang ahli dalam dunia digital. Seperti penata kamera, tata panggung, dan sebagainya.
Eko mengaku telah mengusulkan kepada pemerintah melalui Kemenparekraf RI agar mengkemas sebuah kegiatan seni virtual agar menjadi sebuah produk yang berdampak langsung pada seniman.
“Dengan harapan ada wadah baru, yang menaungi teman-teman seniman dalam berkarya di era baru ini,” tandasnya. Sementara itu, Gitaris I Wayan Balawan menyoroti bahwa dunia YouTube memiliki peluang yang cukup besar untuk menghasilkan pundi rupiah. Namun, Balawan memberi catatan bahwa tidak mudah juga mencari uang apabila konten yang disajikan tidak dikemas dengan menarik dan bagus. Apalagi dengan ketentuan konten YouTube yang memerlukan jumlah minimal jam tayangan dan subscriber tertentu.
Yang perlu diperhatikan, bahwa ruang kreatif panggung di pentas virtual sangat berbeda. “Meski punya karya bagus, tapi kalau judulnya nggak menarik susah juga menaikan jumlah penonton, tapi kalau judul karya yang aneh, unik, menyeramkan cepat sekali ditonton,” ujar Balawan.
Hal lain soal peluang publikasi karya seni secara virtual, yakni akan adanya pelanggaran hak cipta. Balawan sendiri tidak menampik adanya fenomena ini. Menurutnya, bicara hak cipta sejatinya sudah banyak dibicarakan dan dikeluhkan rekan-rekan komposer di Indonesia. “Soal perlindungan karya, di negara kita belum punya sistem, kalau di luar negeri jelas ada, yaitu seorang publisher yang khusus ditempatkan untuk mengatur tayangan terkait hak cipta orang,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Kesenian dan Tenaga Kebudayaan Dinas Kebudayan Provinsi Bali, Ni Wayan Sulastriniani, menambahkan melalui seni virtual ini diharapkan pemahaman seniman kreatif di Bali melalui seni virtual dapat ditingkatkan. “Di masa pandemi ini, Pemerintah Provinsi Bali melalui Dinas Kebudayaan tetap konsisten memajukan dan menguatkan kebudayaan, terutama memberi ruang kepada para seniman agar tetap berkarya dengan memanfaatkan kanal youtube dan mampu mendapatkan penghasilan,” pungkasnya. *cr74
TONTON JUGA:
Menari Bukan Tentang Jenis Kelamin, Kenapa Legong Japatwan Tampilkan Sisi Maskulinitas Tarian Legong
Komentar