Petani Dilarang Bakar Jerami
Petani di Karangasem dilarang membakar jerami seusai panen.
AMLAPURA, NusaBali
Kebiasaan membakar jerami akan mengakibatkan lahan sawah jadi keras, dan menghilangkan unsur hara. Sehingga kesuburan jadi berkurang. Selain itu, membakar jerami juga memicu polusi udara. Sebaliknya, jerami bisa dimanfaatkan untuk pupuk kompos atau pupuk organik, caranya dengan mengubur jerami.
Jerami juga bisa digunakan untuk budidaya jamur yang bernilai ekonomis. Juga bisa untuk pakan ternak. Kadis Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Karangasem I Nyoman Merta Tanaya mengemukakan hal itu di Amlapura, Selasa (25/10). “Makanya, kebiasaan membakar jemari hendaknya dihentikan,” jelas Merta Tenaya.
Di bagian lain petani di Desa Sibetan, Kecamatan Bebandem, I Nengah Danu dihubungi saat membakar jerami mengakui selama ini telah menjadi kebiasaan, membakar jerami usai panen. “Tujuannya untuk mempercepat membersihkan lahan, agar bisa diolah kembali,” jelasnya.
Di bagian lain Kelian Subak Alastunggal, Banjar Alastunggal, Desa Duda, Kecamatan Selat, I Ketut Sanggra mengakui, dengan membakar jerami, kesuburan lahan berkurang. Tetapi untuk menyuburkan tanah dengan cara mengubur jerami, memerlukan waktu cukup lama. “Perlu mencacah jerami, selanjutnya membuat lubang untuk mengubur,” katanya. Ketut Sanggra menyatakan belum memiliki mesin pencacah jerami.
Selama ini Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura di Karangasem membantu 2 chooper (mesin pencacah), masih sangat kurang dari yang dibutuhkan. Sementara usai panen, petani tetap membakar jerami, agar lebih cepat lahan jadi bersih untuk diolah kembali.
Sebelumnya usai panen dengan cara membuat lahan jadi becek, caranya dengan menggenangi lahan yang masih berisi jerami. Proses ini dilakukan selama enam bulan hingga seluruh jerami membusuk, selanjutnya lahan diolah. “Hanya saja panen padi hanya bisa setahun sekali. Tetapi dengan membakar jerami, panen bisa tiga kali setahun,” tambahnya.
Luas sawah di Karangasem mencapai 7.166 hektare, dari luas Karangasem 83.954 hektare atau mencapai 8,54 persen. Sawah yang mengandalkan irigasi 7.041 hektare, dan tadah hujan 125 hektare. k16
Jerami juga bisa digunakan untuk budidaya jamur yang bernilai ekonomis. Juga bisa untuk pakan ternak. Kadis Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Karangasem I Nyoman Merta Tanaya mengemukakan hal itu di Amlapura, Selasa (25/10). “Makanya, kebiasaan membakar jemari hendaknya dihentikan,” jelas Merta Tenaya.
Di bagian lain petani di Desa Sibetan, Kecamatan Bebandem, I Nengah Danu dihubungi saat membakar jerami mengakui selama ini telah menjadi kebiasaan, membakar jerami usai panen. “Tujuannya untuk mempercepat membersihkan lahan, agar bisa diolah kembali,” jelasnya.
Di bagian lain Kelian Subak Alastunggal, Banjar Alastunggal, Desa Duda, Kecamatan Selat, I Ketut Sanggra mengakui, dengan membakar jerami, kesuburan lahan berkurang. Tetapi untuk menyuburkan tanah dengan cara mengubur jerami, memerlukan waktu cukup lama. “Perlu mencacah jerami, selanjutnya membuat lubang untuk mengubur,” katanya. Ketut Sanggra menyatakan belum memiliki mesin pencacah jerami.
Selama ini Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura di Karangasem membantu 2 chooper (mesin pencacah), masih sangat kurang dari yang dibutuhkan. Sementara usai panen, petani tetap membakar jerami, agar lebih cepat lahan jadi bersih untuk diolah kembali.
Sebelumnya usai panen dengan cara membuat lahan jadi becek, caranya dengan menggenangi lahan yang masih berisi jerami. Proses ini dilakukan selama enam bulan hingga seluruh jerami membusuk, selanjutnya lahan diolah. “Hanya saja panen padi hanya bisa setahun sekali. Tetapi dengan membakar jerami, panen bisa tiga kali setahun,” tambahnya.
Luas sawah di Karangasem mencapai 7.166 hektare, dari luas Karangasem 83.954 hektare atau mencapai 8,54 persen. Sawah yang mengandalkan irigasi 7.041 hektare, dan tadah hujan 125 hektare. k16
1
Komentar