Bangsa Vs Tamba-Ipat Saling 'Serang'
Debat Perdana Pilkada Jembrana Berlangsung Cukup Panas
Kebijakan pemerintahan Jembrana di masa mantan Bupati I Gede Winasa menjadi perdebatan panas dalam sesi debat Pilkada Jembrana, Jumat malam.
NEGARA, NusaBali
Debat pertama Cabup-Cawabup Jembrana 2020 yang disiarkan langsung TVRI dari Prime Plaza Hotel Sanur, Denpasar, Sabtu (10/10) malam mulai pukul 19.00 Wita, tampak hangat. Kedua pasangan, I Made Kembang Hartawan-I Ketut Sugiasa (Kembang-Sugiasa alias Bangsa) dan I Nengah Tamba-I Gede Ngurah Patriana Krisna (Tamba-Ipat), berusaha saling ‘serang’. Satu sisi, dari kubu Tamba-Ipat berusaha menyerang sejumlah program pembangunan pemerintah saat ini yang dinilai mubazir. Sedangkan dari kubu Bangsa, mengungkit sejumlah program di masa pemerintahan mantan Bupati Jembrana, I Gede Winasa, yang membuatnya mendekam dibalik jeruji besi.
Dalam debat tersebut, paslon Bangsa mendapat kesempatan lebih dulu menyampaikan visi-misi dan berlanjut ke Paslon Tamba-Ipat.
Setelah penyampaian visi misi, dan masuk sesi materi, situasi pun hangat. Dalam hampir setiap kesempatan Cabup Tamba menyinggung tentang kondisi Perusda Jembrana yang dituding telah bangkrut, dan menyatakan akan membangun Perusda dari nol.
Begitu juga menyinggung sejumlah pembangunan sejumlah rest area termasuk anjungan betutu Gilimanuk yang dinilainya mubazir. Termasuk menyampaikan beberapa program mantan Bupati Winasa yang tidak dilanjutkan.
Dalam kesempatan memberikan tanggapan, Cabup Kembang maupun Cawabupnya, Sugiasa, menanggapi sentilan-sentilan Cabup Tamba. Saat memasuki sesi tanya jawab, paket Bangsa yang mendapat kesempatan pertama melalui Cabup Kembang, akhirnya ikut menyerang. “Pertanyaan ini sebenarnya nggak ada di benak saya tadinya. Tetapi karena tadi banyak pertanyaan yang rasanya menyudutkan Perusda,” ujar Cabup Kembang.
Lanjut Cabup Kembang, dia ingin menanyakan sesuatu yang diagung-agungkan pada masa mantan Bupati Winasa.
Menurut Kembang yang juga sempat menjadi Ketua DPRD Jembrana saat masa pemerintahan mantan Bupati Winasa ini, dirinya mengakui banyak yang baik. Namun banyak juga yang kurang baik, dan tidak perlu ditiru. Diantaranya menyangkut utang-utang yang ditinggalkan Winasa dari program JKJ, utang PDAM, proyek Megumi dan Pabrik Kompos yang meninggalkan banyak masalah.
Begitu juga saat masuk sebagai Wakil Bupati bersama Bupati, Putu Artha pada tahun 2011, predikat Jembrana dari BPK adalah disclaimer. Hal itu yang kemudian dibenahinya secara bertahap dengan Bupati Artha, sehingga belakangan Jembrana akhirnya mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) selama 6 kali berturut-turut.
“Yang saya tahu itu. Banyak temuan-temuan yang merugikan keuangan negara saat itu. Ada 11 item yang menjadi temuan. Jangan kemudian hukum dikatakan dipolitisir dan seterusnya. Ini tidak baik untuk pendidikan politik kepada generasi penerus. Jadi pertanyaan singkat saya, apakah yang seperti itu akan anda teruskan?,” ujar Cabup Kembang.
Mendapat pertanyaan tersebut, Cabup Tamba menanggapi, dirinya merasa setiap kepala negara yang memerintah juga selalu meninggalkan utang. Baginya di kabupaten itu merupakan hal biasa. Selama itu merupakan utang positif yang dapat memberikan manfaat kepada rakyat. “Kalau JKJ ini memberikan utang untuk mensubsidi rakyat bagi saya tidak apa-apa. Jadi utang, berkorban untuk rakyat tugas seorang kepala daerah,” ucap Cabup Tamba.
Menyambung Cabupnya, Cawabup Ipat pun memberi tanggapannya. Putra sulung mantan Bupati Winasa ini, mengatakan jika Kembang saat itu adalah Ketua DPRD Jembrana. “Tentunya segala sesuatu yang dilakukan eksekutif atas persetujuan DPRD. Karena sudah disetujui, bisa dilaksanakan eksekutif. Nah, di mana salahnya. Seperti itu saja tanggapan dari saya,” ucapnya.
Mendengar tanggapan tersebut, Cabup Kembang pun mengatakan, sangat sepakat jika yang baik dalam periode sebelumnya, harus diadopsi. Dirinya pun mengakui waktu sebagai Ketua Dewan itu, menyetujui kebijakan ekeskutif.
Namun Cabup Kembang mengingatkan, eksekusinya, tender ataupun pembeliannya yang kemudian bermasalah, dilakukan eksekutif. “Persoalannya ada mark up di situ. Yang mengadakan ada di tataran eksekutif. Saya apresiasi pendahulu kita. Ada yang baik dilakukan pak Winasa, saya akui. Yang baik perlu disempurnakan, menambah ide-ide baru. Tetapi saya tahu mana yang tidak baik, jangan diikuti,” ujarnya.
Memasuki sesi pertanyaan berikutnya yang menjadi giliran paket Tamba-Ipat, Cabup Tamba menanyakan tentang pembangunan Rest Area Pengeragoan, yang sebelumnya mengalihfungsikan lapangan olahraga. Terkait hal tersebut, Cabup Tamba menilai jika pemerintah mengenyampingkan tempat anak-anak muda untuk berolahraga. Kemudian dia pun menilai Rest Area yang telah dibangun itu, tidak bermanfaat. Termasuk menyinggung tentang pembangunan Anjungan Betutu Gilimanuk yang dinilainya juga mubazir.
Mendapat pertanyaan itu, Cabup Kembang mengatakan, ide gagasan membuat Rest Area Pengeragoan itu adalah dari masyarakat. Karena melihat rest area di tempat lain, sehingga Pemkab membangun rest area. Rest area itu, diserahkan pengelolaan dan asetnya ke desa setempat. Dia pun membantah rest area itu tidak bermanfaat. “Terbukti sekarang yang mengelola, pedagang di sana siapa? Orang-orang di sana. Kita lihat di Pengeragoan banyak pedagang. Mereka merasa senang. Kemudian untuk lapangan, nanti kita buatkan. Tidak serta merta semua dibuat. Yang penting sekarang, yang belum maksimal, kita maksimalkan ke depan,” ujarnya. Begitu juga tentang Anjungan Betutu Gilimanuk.
Menurut Cabup Kembang yang juga disambung Cawabupnya, Sugiasa, mengatakan, Anjungan Betutu Gilimanuk itu disiapkan untuk tempat kuliner khas Gilimanuk yang menjadi ikon kuliner di Jembrana. Kemudian menjadi bagian penataan areal Gilimanuk sebagai pintu gerbang Bali, sehingga benar-benar menunjukan wajah Bali. “Itu tujuan menambah pendapatan masyarakat. Membuka lapangan pekerjaan. Sebelumnya pedagang warung-warung kotor. Sekarang bersih sekali. Dengan mudah juga mampir di betutu gilimanuk, dengan tersedia tempat parkir yang luas,” ucap Sugiasa. *ode
Dalam debat tersebut, paslon Bangsa mendapat kesempatan lebih dulu menyampaikan visi-misi dan berlanjut ke Paslon Tamba-Ipat.
Setelah penyampaian visi misi, dan masuk sesi materi, situasi pun hangat. Dalam hampir setiap kesempatan Cabup Tamba menyinggung tentang kondisi Perusda Jembrana yang dituding telah bangkrut, dan menyatakan akan membangun Perusda dari nol.
Begitu juga menyinggung sejumlah pembangunan sejumlah rest area termasuk anjungan betutu Gilimanuk yang dinilainya mubazir. Termasuk menyampaikan beberapa program mantan Bupati Winasa yang tidak dilanjutkan.
Dalam kesempatan memberikan tanggapan, Cabup Kembang maupun Cawabupnya, Sugiasa, menanggapi sentilan-sentilan Cabup Tamba. Saat memasuki sesi tanya jawab, paket Bangsa yang mendapat kesempatan pertama melalui Cabup Kembang, akhirnya ikut menyerang. “Pertanyaan ini sebenarnya nggak ada di benak saya tadinya. Tetapi karena tadi banyak pertanyaan yang rasanya menyudutkan Perusda,” ujar Cabup Kembang.
Lanjut Cabup Kembang, dia ingin menanyakan sesuatu yang diagung-agungkan pada masa mantan Bupati Winasa.
Menurut Kembang yang juga sempat menjadi Ketua DPRD Jembrana saat masa pemerintahan mantan Bupati Winasa ini, dirinya mengakui banyak yang baik. Namun banyak juga yang kurang baik, dan tidak perlu ditiru. Diantaranya menyangkut utang-utang yang ditinggalkan Winasa dari program JKJ, utang PDAM, proyek Megumi dan Pabrik Kompos yang meninggalkan banyak masalah.
Begitu juga saat masuk sebagai Wakil Bupati bersama Bupati, Putu Artha pada tahun 2011, predikat Jembrana dari BPK adalah disclaimer. Hal itu yang kemudian dibenahinya secara bertahap dengan Bupati Artha, sehingga belakangan Jembrana akhirnya mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) selama 6 kali berturut-turut.
“Yang saya tahu itu. Banyak temuan-temuan yang merugikan keuangan negara saat itu. Ada 11 item yang menjadi temuan. Jangan kemudian hukum dikatakan dipolitisir dan seterusnya. Ini tidak baik untuk pendidikan politik kepada generasi penerus. Jadi pertanyaan singkat saya, apakah yang seperti itu akan anda teruskan?,” ujar Cabup Kembang.
Mendapat pertanyaan tersebut, Cabup Tamba menanggapi, dirinya merasa setiap kepala negara yang memerintah juga selalu meninggalkan utang. Baginya di kabupaten itu merupakan hal biasa. Selama itu merupakan utang positif yang dapat memberikan manfaat kepada rakyat. “Kalau JKJ ini memberikan utang untuk mensubsidi rakyat bagi saya tidak apa-apa. Jadi utang, berkorban untuk rakyat tugas seorang kepala daerah,” ucap Cabup Tamba.
Menyambung Cabupnya, Cawabup Ipat pun memberi tanggapannya. Putra sulung mantan Bupati Winasa ini, mengatakan jika Kembang saat itu adalah Ketua DPRD Jembrana. “Tentunya segala sesuatu yang dilakukan eksekutif atas persetujuan DPRD. Karena sudah disetujui, bisa dilaksanakan eksekutif. Nah, di mana salahnya. Seperti itu saja tanggapan dari saya,” ucapnya.
Mendengar tanggapan tersebut, Cabup Kembang pun mengatakan, sangat sepakat jika yang baik dalam periode sebelumnya, harus diadopsi. Dirinya pun mengakui waktu sebagai Ketua Dewan itu, menyetujui kebijakan ekeskutif.
Namun Cabup Kembang mengingatkan, eksekusinya, tender ataupun pembeliannya yang kemudian bermasalah, dilakukan eksekutif. “Persoalannya ada mark up di situ. Yang mengadakan ada di tataran eksekutif. Saya apresiasi pendahulu kita. Ada yang baik dilakukan pak Winasa, saya akui. Yang baik perlu disempurnakan, menambah ide-ide baru. Tetapi saya tahu mana yang tidak baik, jangan diikuti,” ujarnya.
Memasuki sesi pertanyaan berikutnya yang menjadi giliran paket Tamba-Ipat, Cabup Tamba menanyakan tentang pembangunan Rest Area Pengeragoan, yang sebelumnya mengalihfungsikan lapangan olahraga. Terkait hal tersebut, Cabup Tamba menilai jika pemerintah mengenyampingkan tempat anak-anak muda untuk berolahraga. Kemudian dia pun menilai Rest Area yang telah dibangun itu, tidak bermanfaat. Termasuk menyinggung tentang pembangunan Anjungan Betutu Gilimanuk yang dinilainya juga mubazir.
Mendapat pertanyaan itu, Cabup Kembang mengatakan, ide gagasan membuat Rest Area Pengeragoan itu adalah dari masyarakat. Karena melihat rest area di tempat lain, sehingga Pemkab membangun rest area. Rest area itu, diserahkan pengelolaan dan asetnya ke desa setempat. Dia pun membantah rest area itu tidak bermanfaat. “Terbukti sekarang yang mengelola, pedagang di sana siapa? Orang-orang di sana. Kita lihat di Pengeragoan banyak pedagang. Mereka merasa senang. Kemudian untuk lapangan, nanti kita buatkan. Tidak serta merta semua dibuat. Yang penting sekarang, yang belum maksimal, kita maksimalkan ke depan,” ujarnya. Begitu juga tentang Anjungan Betutu Gilimanuk.
Menurut Cabup Kembang yang juga disambung Cawabupnya, Sugiasa, mengatakan, Anjungan Betutu Gilimanuk itu disiapkan untuk tempat kuliner khas Gilimanuk yang menjadi ikon kuliner di Jembrana. Kemudian menjadi bagian penataan areal Gilimanuk sebagai pintu gerbang Bali, sehingga benar-benar menunjukan wajah Bali. “Itu tujuan menambah pendapatan masyarakat. Membuka lapangan pekerjaan. Sebelumnya pedagang warung-warung kotor. Sekarang bersih sekali. Dengan mudah juga mampir di betutu gilimanuk, dengan tersedia tempat parkir yang luas,” ucap Sugiasa. *ode
Komentar