Investor Tetap Incar Sawah di Ubud
Kalau dilarang alih fungsi lahan, itu kan tanah milik. Ketika tidak ada pilihan lagi, ya diserahkan kembali ke anggota subak.
GIANYAR, NusaBali
Area asri Subak Mija Bija Ambengan di Banjar Ambengan, Desa Sayan, Kecamatan Ubud, Gianyar jadi incaran sejumlah investor. Namun, petani atau pemilik lahan sawah setempat berusaha mempertahankan agar tetap jadi sawah.
Di lain sisi, pengurus subak tidak bisa berbuat banyak ketika ada pemilik lahan yang ‘merelakan’ sawahnya dialihkan fungsikan untuk dibanguni akomodasi pariwisata. Pekaseh Subak Bija Kelod, Dewa Ketut Dharma Yuda, Jumat (6/11), menjelaskan dari 40 hektare sawah yang masih asri itu terdiri dua subak, yakni Subak Bija Kaja dan Subak Bija Kelod. "Luasnya 40 hektare dari dua subak, lengkapnya bermama Subak Mija Bija Ambengan dengan anggota sekitar 150 orang. Masing-masing pemilik juga ada yang memiliki 10 hingga 25 are," jelasnya.
Disebutkan, prajuru subak tengah gencar mempertahankan areal tersebut agar tetap hijau ditanami padi. Namun pihaknya tidak bisa berbuat banyak jika ada pemilik lahan mengontrakan atau menjual lahan sawahnya kepada investor. "Kami hanya punya aturan, siapa yang akan membangun maka siap untuk berkompensasi. Kalau pararem maupun aturan untuk larangan membangun, memang tidak ada di subak kami. Kami jajaran pengurus subak hanya menjalankan aturan yang sudah ada," tegasnya.
Dewa Dharma menambahkan, sampai saat ini areal persawahan masih menghasilkan padi, dan beberapa pemilik menanam palawija. Jika sawah dilirik oleh investor, subak tetap ingin melestarikan. Namun dia menyampaikan kembali lagi tergantung dari pemilik lahan. "Kalau dilarang alih fungsi lahan, itu kan tanah milik. Ketika tidak ada pilihan lagi, ya diserahkan kembali ke anggota subak bagaimana jalan keluarnya. Selaku pengurus tidak bisa memutuskan sendiri tanpa anggota," imbuh Darma Yuda.
Perbekel Desa Sayan I Made Andika menjelaskan desa dinas telah berupaya mempertahankan areal sawah di desa setempat. Rencana pengembangan desa wisata di Desa Sayan khususnya di Banjar Ambengan, sudah dimulai sejak dirinya menjabat perbekel. Bahkan sudah sempat direncanakan sebelumnya pada saat perbekel sebelumnya yaitu I Dewa Gde Agung menjabat.
Jelas dia, titik awalnya pada saat simakrama pemilihan perbekel tahun 2018, dimana masyarakat di Banjar Ambengan meminta pemerataan pembangunan dan pengembangan desa wisata di sana. Kemudian saat dia terpilih jadi perbekel, langsung membuat blue print (model,Red) pengembangan dengan menyusun RPJMDes beserta visi dan misi Sayan Menuju Pariwisata Berkelanjutan. Pembangunan dimaksud adalah jalan usaha tani yang lebih lebar dengan pavingisasi. Jadi ini untuk distribusi hasil pertanian dan jogging track, bersepeda, dan sebagainya. Demikian pula dikembangkan warung Bijaku milik desa yang dikelola oleh BUMDes Sayan. Ada juga perbaikan jalan akses ke sungai dan penataan daerah aliran sungai yang digunakan sebagai wisata water tubing.
Papar Andika, dalam perjalanannya masyarakat Banjar Ambengan berkomitmen untuk mendukung pengembangan desa wisata dan ia juga sudah sempat menyampaikan di rapat forum Subak Mija Bija Ambengan terkait rencana tersebut. Sehingga muncul komitmen untuk tidak membangun hotel, villa atau bangunan tempat tinggal di lahan persawahan tersebut.
"Sebagian besar warga subak sangat setuju tetapi dalam hal ini. Boleh membangun tempat tinggal, pondok wisata, hotel di lahan kering (tegalan,Red). Terkait salah satu bangunan pondok wisata yang sudah dibangun di area sawah Subak Bija, saya tanya ke mantan perbekel, beliau bilang warga kecolongan. Sebab awalnya perencanaan dibangun bangunan joglo atau bangunan kayu, tapi nyatanya dibangun bahan beton," tandasnya.
Andika pun menambahkan, areal yang seluas 40 hektare tersebut memang dilirik oleh investor untuk dibuat akomodasi pariwisata. Hanya saja lokasi itu tetap dipertahankan sebagai persawahan tanpa dibangun beton. *nvi
Area asri Subak Mija Bija Ambengan di Banjar Ambengan, Desa Sayan, Kecamatan Ubud, Gianyar jadi incaran sejumlah investor. Namun, petani atau pemilik lahan sawah setempat berusaha mempertahankan agar tetap jadi sawah.
Di lain sisi, pengurus subak tidak bisa berbuat banyak ketika ada pemilik lahan yang ‘merelakan’ sawahnya dialihkan fungsikan untuk dibanguni akomodasi pariwisata. Pekaseh Subak Bija Kelod, Dewa Ketut Dharma Yuda, Jumat (6/11), menjelaskan dari 40 hektare sawah yang masih asri itu terdiri dua subak, yakni Subak Bija Kaja dan Subak Bija Kelod. "Luasnya 40 hektare dari dua subak, lengkapnya bermama Subak Mija Bija Ambengan dengan anggota sekitar 150 orang. Masing-masing pemilik juga ada yang memiliki 10 hingga 25 are," jelasnya.
Disebutkan, prajuru subak tengah gencar mempertahankan areal tersebut agar tetap hijau ditanami padi. Namun pihaknya tidak bisa berbuat banyak jika ada pemilik lahan mengontrakan atau menjual lahan sawahnya kepada investor. "Kami hanya punya aturan, siapa yang akan membangun maka siap untuk berkompensasi. Kalau pararem maupun aturan untuk larangan membangun, memang tidak ada di subak kami. Kami jajaran pengurus subak hanya menjalankan aturan yang sudah ada," tegasnya.
Dewa Dharma menambahkan, sampai saat ini areal persawahan masih menghasilkan padi, dan beberapa pemilik menanam palawija. Jika sawah dilirik oleh investor, subak tetap ingin melestarikan. Namun dia menyampaikan kembali lagi tergantung dari pemilik lahan. "Kalau dilarang alih fungsi lahan, itu kan tanah milik. Ketika tidak ada pilihan lagi, ya diserahkan kembali ke anggota subak bagaimana jalan keluarnya. Selaku pengurus tidak bisa memutuskan sendiri tanpa anggota," imbuh Darma Yuda.
Perbekel Desa Sayan I Made Andika menjelaskan desa dinas telah berupaya mempertahankan areal sawah di desa setempat. Rencana pengembangan desa wisata di Desa Sayan khususnya di Banjar Ambengan, sudah dimulai sejak dirinya menjabat perbekel. Bahkan sudah sempat direncanakan sebelumnya pada saat perbekel sebelumnya yaitu I Dewa Gde Agung menjabat.
Jelas dia, titik awalnya pada saat simakrama pemilihan perbekel tahun 2018, dimana masyarakat di Banjar Ambengan meminta pemerataan pembangunan dan pengembangan desa wisata di sana. Kemudian saat dia terpilih jadi perbekel, langsung membuat blue print (model,Red) pengembangan dengan menyusun RPJMDes beserta visi dan misi Sayan Menuju Pariwisata Berkelanjutan. Pembangunan dimaksud adalah jalan usaha tani yang lebih lebar dengan pavingisasi. Jadi ini untuk distribusi hasil pertanian dan jogging track, bersepeda, dan sebagainya. Demikian pula dikembangkan warung Bijaku milik desa yang dikelola oleh BUMDes Sayan. Ada juga perbaikan jalan akses ke sungai dan penataan daerah aliran sungai yang digunakan sebagai wisata water tubing.
Papar Andika, dalam perjalanannya masyarakat Banjar Ambengan berkomitmen untuk mendukung pengembangan desa wisata dan ia juga sudah sempat menyampaikan di rapat forum Subak Mija Bija Ambengan terkait rencana tersebut. Sehingga muncul komitmen untuk tidak membangun hotel, villa atau bangunan tempat tinggal di lahan persawahan tersebut.
"Sebagian besar warga subak sangat setuju tetapi dalam hal ini. Boleh membangun tempat tinggal, pondok wisata, hotel di lahan kering (tegalan,Red). Terkait salah satu bangunan pondok wisata yang sudah dibangun di area sawah Subak Bija, saya tanya ke mantan perbekel, beliau bilang warga kecolongan. Sebab awalnya perencanaan dibangun bangunan joglo atau bangunan kayu, tapi nyatanya dibangun bahan beton," tandasnya.
Andika pun menambahkan, areal yang seluas 40 hektare tersebut memang dilirik oleh investor untuk dibuat akomodasi pariwisata. Hanya saja lokasi itu tetap dipertahankan sebagai persawahan tanpa dibangun beton. *nvi
Komentar