Membedah Kesenian Berbasis Kearifan Lokal Menuju Pemajuan Bali
DENPASAR, NusaBali
Dalam rangka menciptakan ruang dialog dalam perspektif kebudayaan secara holistik, cerdas, dan konstruktif, Majelis Pertimbangan dan Pembinaan Kebudayaan (Listibiya) menggelar seminar bertajuk Kesenian Berbasis Kearifan Lokal Menuju Pemajuan Kebudayaan Bali di Era New Normal yang bertempat di Ball Room Hotel Four Star By Trans, Renon, Jumat (6/11).
Seminar yang dihadiri oleh para akademisi, praktisi seni, dan budayawan ini mendiskusikan potensi kearifan lokal dalam sinergi UU Pemajuan Kebudayaan secara lintas bidang, membahas penguatan potensi modal budaya dan kesenian bagi pengembangan ekonomi kreatif, dan mengindentifikasi berbagai peluang pemberdayaan potensi seni budaya di era new normal dalam skala lokal, nasional, dan internasional.
Hadir dalam seminar ini, yakni Wakil Gubernur Bali yang sekaligus merupakan keynote speaker dalam seminar ini, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati. Keynote speech yang dibawakan bertemakan ‘Kebijakan Pariwisata di Era New Normal’ sekaligus membuka seminar yang berlangsung selama satu hari ini.
Wagub Tjok Ace menyampaikan beberapa prinsip-prinsip yang perlu dilakukan dalam pembangunan pariwisata berkelanjutan. Yang pertama, bahwa pembangunan pariwisata harus memiliki manfaat kesejahteraan bagi masyarakat Bali. Tidak hanya dalam hal kesehatan, pendidikan, dan penghasilan, namun juga dalam hal kebahagiaan.
“Di samping mempunyai akses manfaat bagi masyarakat Bali, yang kedua adalah pembangunan pariwisata tidak boleh merusak, mendegradasi apalagi mematikan sumber daya pulau Bali ini. Apa sumber dayanya? Kepercayaan, keyakinan masyarakat Hindu Bali. Jangan sampai, gara-gara pembangunan terjadi degradasi, apalagi merusak kepercayaan kita,” ujarnya dalam keynote speech yang disampaikan.
Prinsip kedua yang disampaikan, yakni agar pembangunan pariwisata juga tidak merusak sumber daya manusia Bali. Dan yang ketiga, agar pembangunan pariwisata tidak merusak sumber daya alam Bali. Di samping itu, pembangunan tata ruang juga harus mengadopsi keseimbangan antara sekala dan niskala.
Wagub Tjok Ace juga mengapresiasi adanya seminar kesenian oleh Listibiya ini. “Saya kira ini baik sekali, kesempatan yang baik sekali, di tengah-tengah Covid-19 ini, melihat ke depan bagaimana di satu sisi, mudah-mudahan tidak lama Covid ini, kita bisa jaga kesehatan teman-teman seniman, dan bagaimana juga di sisi lain kreasi-kreasi masih bisa kita kembangkan,” ungkapnya pada awak media.
Lebih lanjut lagi, era pandemi yang penuh tantangan ini justru melahirkan inspirasi atau kreasi baru. “Banyak sekali muncul, di tengah tantangan harus memakai masker (para penari) dan juga memberikan ruang bagi seniman untuk berpikir kreatif apa yang harus dilakukan, apakah maskernya diganti dalam tapel setengah atau apa kan banyak sekali bisa dibuat,” tambahnya.
Dukungan terhadap seniman dari pemerintah pun terus digencarkan melalui Dinas Kebudayaan Provinsi Bali yang mendampingi para seniman. Terlebih, seni sebagai bagian dari budaya Bali merupakan hal yang sangat dirasakan oleh wisatawan yang datang ke Bali.
Selain Wagub Tjok Ace, hadir pula sebagai narasumber seminar yang dibagi dalam dua sesi ini, yakni Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali Prof Dr I Wayan Adnyana SSn MSn, Prof Dr I Gede Arya Sugiartha SSkar MSi, dan Dr Ir Ngakan Ketut Acwin Dwijendra ST SDs MA IPU ASEAN Eng.*cr74
Hadir dalam seminar ini, yakni Wakil Gubernur Bali yang sekaligus merupakan keynote speaker dalam seminar ini, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati. Keynote speech yang dibawakan bertemakan ‘Kebijakan Pariwisata di Era New Normal’ sekaligus membuka seminar yang berlangsung selama satu hari ini.
Wagub Tjok Ace menyampaikan beberapa prinsip-prinsip yang perlu dilakukan dalam pembangunan pariwisata berkelanjutan. Yang pertama, bahwa pembangunan pariwisata harus memiliki manfaat kesejahteraan bagi masyarakat Bali. Tidak hanya dalam hal kesehatan, pendidikan, dan penghasilan, namun juga dalam hal kebahagiaan.
“Di samping mempunyai akses manfaat bagi masyarakat Bali, yang kedua adalah pembangunan pariwisata tidak boleh merusak, mendegradasi apalagi mematikan sumber daya pulau Bali ini. Apa sumber dayanya? Kepercayaan, keyakinan masyarakat Hindu Bali. Jangan sampai, gara-gara pembangunan terjadi degradasi, apalagi merusak kepercayaan kita,” ujarnya dalam keynote speech yang disampaikan.
Prinsip kedua yang disampaikan, yakni agar pembangunan pariwisata juga tidak merusak sumber daya manusia Bali. Dan yang ketiga, agar pembangunan pariwisata tidak merusak sumber daya alam Bali. Di samping itu, pembangunan tata ruang juga harus mengadopsi keseimbangan antara sekala dan niskala.
Wagub Tjok Ace juga mengapresiasi adanya seminar kesenian oleh Listibiya ini. “Saya kira ini baik sekali, kesempatan yang baik sekali, di tengah-tengah Covid-19 ini, melihat ke depan bagaimana di satu sisi, mudah-mudahan tidak lama Covid ini, kita bisa jaga kesehatan teman-teman seniman, dan bagaimana juga di sisi lain kreasi-kreasi masih bisa kita kembangkan,” ungkapnya pada awak media.
Lebih lanjut lagi, era pandemi yang penuh tantangan ini justru melahirkan inspirasi atau kreasi baru. “Banyak sekali muncul, di tengah tantangan harus memakai masker (para penari) dan juga memberikan ruang bagi seniman untuk berpikir kreatif apa yang harus dilakukan, apakah maskernya diganti dalam tapel setengah atau apa kan banyak sekali bisa dibuat,” tambahnya.
Dukungan terhadap seniman dari pemerintah pun terus digencarkan melalui Dinas Kebudayaan Provinsi Bali yang mendampingi para seniman. Terlebih, seni sebagai bagian dari budaya Bali merupakan hal yang sangat dirasakan oleh wisatawan yang datang ke Bali.
Selain Wagub Tjok Ace, hadir pula sebagai narasumber seminar yang dibagi dalam dua sesi ini, yakni Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali Prof Dr I Wayan Adnyana SSn MSn, Prof Dr I Gede Arya Sugiartha SSkar MSi, dan Dr Ir Ngakan Ketut Acwin Dwijendra ST SDs MA IPU ASEAN Eng.*cr74
Komentar