RI Buka Keran Pintu Impor Daging Ayam
Kalah Hadapi Brasil di WTO
JAKARTA, NusaBali
Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengaku tengah melakukan negosiasi dengan Brasil terkait pembukaan pintu ekspor daging ayam bagi negara itu.
Negosiasi dilakukan usai Indonesia mengalami kekalahan menghadapi gugatan Brasil di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Kekalahan berarti Indonesia harus membuka pintu ekspor daging ayam bagi Brasil.
"Yang bisa kami sampaikan, kami masih konsultasi dengan Brasil, memasuki tahap compliance report (pelaporan kepatuhan), Brasil melihat Indonesia belum comply untuk 1-2 isu," ujar Dirjen Perundingan Perdagangan Internasional Kemendag Iman Pambagyo dalam diskusi New Normal dalam Perdagangan Internasional, seperti dilansir cnnindonesia.com, Jumat (6/11).
Namun, ia tidak menjelaskan aturan yang dinilai Brasil masih dilanggar oleh Indonesia tersebut. Berbalik dengan pendapat Brasil, ia menegaskan Indonesia sudah patuh pada aturan tersebut dan sesuai dengan ketentuan dari WTO.
"Cuma, untuk membuktikannya harus masuk ke compliance report dan ini harus disepakati dulu parameternya untuk melihat compliance tadi," jelasnya.
Terlepas dari negosiasi itu, ia menilai pengusaha di Indonesia harus meningkatkan daya saing produk daging ayam dalam negeri. Dengan demikian, konsumen tidak tergiur dengan daging ayam Brasil sehingga Indonesia tidak 'dibanjiri' daging ayam impor.
"Kalau suplai itu ada di Indonesia dengan harga yang memadai, time delivery (waktu antar) yang baik, kualitas yang baik, saya merasa tidak perlu khawatir, jadi ini adalah mengenai meningkatkan daya saing kita, supaya kita bisa bersaing di pasar," imbuhnya.
Sekadar mengingatkan, Indonesia sempat kalah dari gugatan Brasil yang didaftarkan ke WTO pada 2014 lalu. Di dalam gugatan itu, Brasil mengeluhkan penerapan aturan tak tertulis oleh Indonesia yang dianggap menghambat ekspor ayam Brasil ke RI sejak 2009 silam.
Tiga tahun berikutnya, Indonesia diputuskan bersalah karena tidak mematuhi empat ketentuan WTO. Pertama, yakni daftar impor Indonesia disebut tidak sesuai dengan Artikel XI dan XX GATT 1994.
Kedua, persyaratan penggunaan produk impor tidak konsisten dengan Artikel XI dan Artikel XX. Ketiga, prosedur perizinan impor, utamanya dalam hal pembatasan periode jendela permohonan dan persyaratan pencantuman tetap data jenis, jumlah produk, dan pelabuhan masuk, serta asal negara tidak konsisten dengan Artikel X dan XX.
Keempat, penundaan proses persetujuan sertifikat kesehatan veteriner melanggar Article 8 dan Annex C (1) (a) SPS agreement.
Sebagai konsekuensi, Indonesia harus mengubah ketentuan impornya. Pemerintah pun mengakomodasi dengan mengubah dua aturan, yakni Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 65 Tahun 2018 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Hewan dan produk Hewan serta Peraturan Menteri Pertanian Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pemasukan Karkas, Daging, Jeroan, dan Olahannya ke Dalam Wilayah NKRI.
Namun, Brasil tetap tidak puas dengan perlakuan Indonesia. Pada Juni lalu, Brasil mengatakan Indonesia masih menghalang-halangi ekspor ayamnya ke Indonesia dengan menunda sertifikasi kebersihan dan produk halal. *
"Yang bisa kami sampaikan, kami masih konsultasi dengan Brasil, memasuki tahap compliance report (pelaporan kepatuhan), Brasil melihat Indonesia belum comply untuk 1-2 isu," ujar Dirjen Perundingan Perdagangan Internasional Kemendag Iman Pambagyo dalam diskusi New Normal dalam Perdagangan Internasional, seperti dilansir cnnindonesia.com, Jumat (6/11).
Namun, ia tidak menjelaskan aturan yang dinilai Brasil masih dilanggar oleh Indonesia tersebut. Berbalik dengan pendapat Brasil, ia menegaskan Indonesia sudah patuh pada aturan tersebut dan sesuai dengan ketentuan dari WTO.
"Cuma, untuk membuktikannya harus masuk ke compliance report dan ini harus disepakati dulu parameternya untuk melihat compliance tadi," jelasnya.
Terlepas dari negosiasi itu, ia menilai pengusaha di Indonesia harus meningkatkan daya saing produk daging ayam dalam negeri. Dengan demikian, konsumen tidak tergiur dengan daging ayam Brasil sehingga Indonesia tidak 'dibanjiri' daging ayam impor.
"Kalau suplai itu ada di Indonesia dengan harga yang memadai, time delivery (waktu antar) yang baik, kualitas yang baik, saya merasa tidak perlu khawatir, jadi ini adalah mengenai meningkatkan daya saing kita, supaya kita bisa bersaing di pasar," imbuhnya.
Sekadar mengingatkan, Indonesia sempat kalah dari gugatan Brasil yang didaftarkan ke WTO pada 2014 lalu. Di dalam gugatan itu, Brasil mengeluhkan penerapan aturan tak tertulis oleh Indonesia yang dianggap menghambat ekspor ayam Brasil ke RI sejak 2009 silam.
Tiga tahun berikutnya, Indonesia diputuskan bersalah karena tidak mematuhi empat ketentuan WTO. Pertama, yakni daftar impor Indonesia disebut tidak sesuai dengan Artikel XI dan XX GATT 1994.
Kedua, persyaratan penggunaan produk impor tidak konsisten dengan Artikel XI dan Artikel XX. Ketiga, prosedur perizinan impor, utamanya dalam hal pembatasan periode jendela permohonan dan persyaratan pencantuman tetap data jenis, jumlah produk, dan pelabuhan masuk, serta asal negara tidak konsisten dengan Artikel X dan XX.
Keempat, penundaan proses persetujuan sertifikat kesehatan veteriner melanggar Article 8 dan Annex C (1) (a) SPS agreement.
Sebagai konsekuensi, Indonesia harus mengubah ketentuan impornya. Pemerintah pun mengakomodasi dengan mengubah dua aturan, yakni Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 65 Tahun 2018 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Hewan dan produk Hewan serta Peraturan Menteri Pertanian Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pemasukan Karkas, Daging, Jeroan, dan Olahannya ke Dalam Wilayah NKRI.
Namun, Brasil tetap tidak puas dengan perlakuan Indonesia. Pada Juni lalu, Brasil mengatakan Indonesia masih menghalang-halangi ekspor ayamnya ke Indonesia dengan menunda sertifikasi kebersihan dan produk halal. *
Komentar