Wakil Rakyat Bali 'Tolak' RUU Mikol
Karena Potensial Mematikan UMKM dan Pariwisata Bali
RUU Mikol tidak urgen dibahas, Kariyasa Adnyana pun siap koordinasi dengan anggota Fraksi PDIP di Baleg DPR RI, jangan sampai ini masuk skala prioritas
DENPASAR, NusaBali
Wakil rakyat Bali di Senayan teriak dan ‘tolak’ Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Larangan Minuman Beralkohol (Mikol), yang tengah bergulir di DPR RI. Masaalahnya, RUU Mikol yang memuat sanksi pidana ini mengancam industri rumahan dan UMKM yang menjadi tulang punggung krama Bali. RUU Mikol ini juga praktis akan mematikan pariwisata di Bali.
RUU Mikol mengancam orang yang memproduksi, memasukkan, menyimpan, mengedarkan atau mengkonsumsi minuman beralkohol, dengan hukuman pidana penjara. Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dari Fraksi PDIP Dapil Bali, I Ketut Kariyasa Adnyana, mengatakan sebuah RUU bisa diusulkan oleh masyarakat, pemerintah daerah, pemerintah pusat, atau fraksi-fraksi DPR RI. Khusus untuk RUU Mikol ini, Fraksi PDIP DPR RI tidak ikut sebagai pengusul.
"Ada beberapa fraksi yang mengusulkan RUU Mikol itu. Kami Fraksi PDIP DPR RI tidak sebagai pengusul," ujar Kariyasa Adanyana saat dikonfirmasi NusaBali dari Denpasar, Jumat (13/11) pagi.
Sebenarnya, menurut Kariyasa, RUU Mikol sudah beberapa kali ditolak masyarakat di daerah. Karena itu, RUU Mikol beberapa mental, karena menuai pro dan kontra. "Sekarang malah diusulkan lagi RUU Mikol ini. Kami akan kawal supaya jangan sampai mematikan Bali. Sebab, di Bali industri Mikol itu untuk kepentingan pariwisata dan kegiatan adat yang sudah lama berlangsung,” tegas Kariyasa.
“Jadi, kalau RUU Mikol ini sampai lolos, pariwisata Bali terancam, karena wisatawan tidak akan bisa lagi menikmati Mikol di Bali. Sebab, ada sanksi pidananya. Industri rumahan seperti produksi arak Bali dan brem juga bakal mati," lanjut politisi PDIP asal Desa/Kecamatan Busungbiu, Buleleng ini.
Kariyasa sendiri berkoordinasi dengan anggota Fraksi PDIP di Baleg DPR RI. Mereka akan mengawal jangan sampai RUU Mikol ini menjadi skala prioritas, karena memang tidak urgen untuk dibahas. "RUU Mikol ini bisa menimbulkan kegaduhan baru. Sebab, bukan hanya di Bali saja industri Mikol itu. Di beberapa daerah di Indonesia juga ada UMKM yang bergerak dalam industri rumahan memproduksi Mikol. Ini bisa jadi pro dan kontra," tandas mantan Ketua Komisi IV DPRD Bali ini.
Menurut Kariyasa, di Bali saat ini juga ada Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan/atau Destilasi Khas Bali, yang intinya mengatur Mikol khas Bali. Kariyasa mengingatkan jangan sampai ada tumpang tindih regulasi dan peraturan di sini. Yang rugi nanti masyarakat.
Kariyasa menyebutkan minuman Arak Bali sudah menjadi tradisi di Pulau Dewata, ketika arak diperlukan untuk kegiatan upacara adat dan keagamaan, dengan konsep Tri Hita Karana. Selama ini, kegiatan pariwisata di Bali juga tidak bisa dilepaskan dari Mikol, yang mana diatur konsumsinya pada tempat tertentu.
“Kalau industri Mikol ini mati. rakyat jadi korban, pemerintah juga rugi, karena pariwisata kena imbasnya," papar Kariyasa, yang kini duduk di Komisi IX DPR RI dari Fraksi PDIP Dapil Bali.
Sementara itu, anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi Golkar Dapil Bali, AA Bagus Adhi Mahendra Putra alias Gus Adhi, mengingatkan RUU Minol tidak boleh mengesampingkan kearifan lokal tiap daerah. Apalagi, Bali merupakan daerah pariwisata yang tidak sedikit wisatawannya mengkonsumsi alkohol. Belum lagi, kegiatan adat di Bali salah satu sarananya adalah arak dan brem.
"Yang terpenting itu adalah bagaimana UU lahir dan bisa diberlakukan secara merata, tanpa merugikan potensi-potensi kearifan lokal itu sendiri," ujar Gus Adhi secara terpisah, Jumat kemarin.
Menurut Gus Adhi, dirinya secara pribadi menolak RUU Mikol tersebut. Jangan sampai lahir Undang-undang yang tidak berpihak kepada kesejahteraan rakyat. RUU Mikol ini jelas akan berdampak kepada pariwisata dan pajak.
“Kalau di Bali kita bicara Mikol adalah satu kebutuhan pariwisata. Yang kedua, itu (indukstri Mikol) bisa menggerakkan ekonomi kerakyatan. Jadi, untuk membuat arak saja, ada beberapa rangkaian yang dilakukan masyarakat, mulai dari memanjat kelapa dan sebagainya (untuk bikin tuak sebagai bahan baku arak, Red). Ekonomi kerakyatannya hidup di situ. Jadi, janganlah membuat undang-undang yang akan merugikan kehidupan masyarakat," katanya.
Politisi Golkar asal Kelurahan Kerobokan, Kecamatan Kuta Utara, Badung ini pun bertekad untuk melobi Baleg DPR RI, agar mempertimbangkan kearifan lokal dan kebutuhan masyarakat seutuhnya terkait dengan RUU Mikol ini. "Saya akan melobi Baleg DPR RI, supaya mengkaji kebutuhan masyarakat seutuhnya. Janganlah melahirkan Undang-undang yang akan menjadi suatu masalah bagi rakyat. Bangsa sudah berat begini, kalau lahir lagi UU Mikol, akan menimbulkan gejolak baru di masyarakat," tegas putra dari mantan anggtota Fraksi Golkkar DPR RI Dapil Bali 2009-2014, I Gusti Ketut Adhiputra (almarhum) ini. *nat
Wakil rakyat Bali di Senayan teriak dan ‘tolak’ Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Larangan Minuman Beralkohol (Mikol), yang tengah bergulir di DPR RI. Masaalahnya, RUU Mikol yang memuat sanksi pidana ini mengancam industri rumahan dan UMKM yang menjadi tulang punggung krama Bali. RUU Mikol ini juga praktis akan mematikan pariwisata di Bali.
RUU Mikol mengancam orang yang memproduksi, memasukkan, menyimpan, mengedarkan atau mengkonsumsi minuman beralkohol, dengan hukuman pidana penjara. Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dari Fraksi PDIP Dapil Bali, I Ketut Kariyasa Adnyana, mengatakan sebuah RUU bisa diusulkan oleh masyarakat, pemerintah daerah, pemerintah pusat, atau fraksi-fraksi DPR RI. Khusus untuk RUU Mikol ini, Fraksi PDIP DPR RI tidak ikut sebagai pengusul.
"Ada beberapa fraksi yang mengusulkan RUU Mikol itu. Kami Fraksi PDIP DPR RI tidak sebagai pengusul," ujar Kariyasa Adanyana saat dikonfirmasi NusaBali dari Denpasar, Jumat (13/11) pagi.
Sebenarnya, menurut Kariyasa, RUU Mikol sudah beberapa kali ditolak masyarakat di daerah. Karena itu, RUU Mikol beberapa mental, karena menuai pro dan kontra. "Sekarang malah diusulkan lagi RUU Mikol ini. Kami akan kawal supaya jangan sampai mematikan Bali. Sebab, di Bali industri Mikol itu untuk kepentingan pariwisata dan kegiatan adat yang sudah lama berlangsung,” tegas Kariyasa.
“Jadi, kalau RUU Mikol ini sampai lolos, pariwisata Bali terancam, karena wisatawan tidak akan bisa lagi menikmati Mikol di Bali. Sebab, ada sanksi pidananya. Industri rumahan seperti produksi arak Bali dan brem juga bakal mati," lanjut politisi PDIP asal Desa/Kecamatan Busungbiu, Buleleng ini.
Kariyasa sendiri berkoordinasi dengan anggota Fraksi PDIP di Baleg DPR RI. Mereka akan mengawal jangan sampai RUU Mikol ini menjadi skala prioritas, karena memang tidak urgen untuk dibahas. "RUU Mikol ini bisa menimbulkan kegaduhan baru. Sebab, bukan hanya di Bali saja industri Mikol itu. Di beberapa daerah di Indonesia juga ada UMKM yang bergerak dalam industri rumahan memproduksi Mikol. Ini bisa jadi pro dan kontra," tandas mantan Ketua Komisi IV DPRD Bali ini.
Menurut Kariyasa, di Bali saat ini juga ada Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan/atau Destilasi Khas Bali, yang intinya mengatur Mikol khas Bali. Kariyasa mengingatkan jangan sampai ada tumpang tindih regulasi dan peraturan di sini. Yang rugi nanti masyarakat.
Kariyasa menyebutkan minuman Arak Bali sudah menjadi tradisi di Pulau Dewata, ketika arak diperlukan untuk kegiatan upacara adat dan keagamaan, dengan konsep Tri Hita Karana. Selama ini, kegiatan pariwisata di Bali juga tidak bisa dilepaskan dari Mikol, yang mana diatur konsumsinya pada tempat tertentu.
“Kalau industri Mikol ini mati. rakyat jadi korban, pemerintah juga rugi, karena pariwisata kena imbasnya," papar Kariyasa, yang kini duduk di Komisi IX DPR RI dari Fraksi PDIP Dapil Bali.
Sementara itu, anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi Golkar Dapil Bali, AA Bagus Adhi Mahendra Putra alias Gus Adhi, mengingatkan RUU Minol tidak boleh mengesampingkan kearifan lokal tiap daerah. Apalagi, Bali merupakan daerah pariwisata yang tidak sedikit wisatawannya mengkonsumsi alkohol. Belum lagi, kegiatan adat di Bali salah satu sarananya adalah arak dan brem.
"Yang terpenting itu adalah bagaimana UU lahir dan bisa diberlakukan secara merata, tanpa merugikan potensi-potensi kearifan lokal itu sendiri," ujar Gus Adhi secara terpisah, Jumat kemarin.
Menurut Gus Adhi, dirinya secara pribadi menolak RUU Mikol tersebut. Jangan sampai lahir Undang-undang yang tidak berpihak kepada kesejahteraan rakyat. RUU Mikol ini jelas akan berdampak kepada pariwisata dan pajak.
“Kalau di Bali kita bicara Mikol adalah satu kebutuhan pariwisata. Yang kedua, itu (indukstri Mikol) bisa menggerakkan ekonomi kerakyatan. Jadi, untuk membuat arak saja, ada beberapa rangkaian yang dilakukan masyarakat, mulai dari memanjat kelapa dan sebagainya (untuk bikin tuak sebagai bahan baku arak, Red). Ekonomi kerakyatannya hidup di situ. Jadi, janganlah membuat undang-undang yang akan merugikan kehidupan masyarakat," katanya.
Politisi Golkar asal Kelurahan Kerobokan, Kecamatan Kuta Utara, Badung ini pun bertekad untuk melobi Baleg DPR RI, agar mempertimbangkan kearifan lokal dan kebutuhan masyarakat seutuhnya terkait dengan RUU Mikol ini. "Saya akan melobi Baleg DPR RI, supaya mengkaji kebutuhan masyarakat seutuhnya. Janganlah melahirkan Undang-undang yang akan menjadi suatu masalah bagi rakyat. Bangsa sudah berat begini, kalau lahir lagi UU Mikol, akan menimbulkan gejolak baru di masyarakat," tegas putra dari mantan anggtota Fraksi Golkkar DPR RI Dapil Bali 2009-2014, I Gusti Ketut Adhiputra (almarhum) ini. *nat
Komentar