Bokor Kau-kau Jajaki Pasar Online
Namun, tetap saja penjualan tidak terlalu signifikan. Paling laku satu sampai dua Bokor dalam sehari.
SEMARAPURA, NusaBali
Pandemi Covid-19 berdampak signifikan terhadap sektor Usaha Kecil Mikro Menengah (UMKM). Khususnya, para perajin makin kesulitan memasarkan produknya. Seperti dialami Ni Wayan Mariani, seorang perajin Bokor berbahan kau-kau (batok kelapa) di Banjar Kawan, Desa Sulang, Kecamatan Dawan, Klungkung.
Dia mengakui, sangat kesulitan memasarkan Bokor karena pandemi ini. "Sejak pandemi Covid-19, orderan Bokor juga sepi," ujar Mariani, saat ditemui di rumahnya, Kamis (12/11). Mariani ditemui NusaBali, tampak lihai merangkai satu persatu kepingan kau-kau menjadi Bokor. Selain Bokor, dia juga membuat Dulang. Kata dia, bahan baku berupa batok kelapa yang siap dirakit itu didapatkan dari pemasok dari Desa Kusamba, Kecamatan Dawan, Klungkung.
Produk Bokor berbagai ukuran terpajang di teras rumah Ni Wayan Mariani. Dengan teliti dia menghitung Bokor berbahan batok kelapa yang baru rampung dikerjakan. "Sudah tiga tahun, kerajinan ini menjadi penopang perekonomian keluarga kami," kata Mariani.
Meskipun sepi order di masa pandemi, Mariani bertahan membuat kerajinan tersebut. Namun, agar bisa tetap bertahan Mariani harus berjuang untuk memasarkan produknya lewat online di media sosial (medsos). "Namun, tetap saja penjualan tidak terlalu signifikan. Paling laku satu sampai dua Bokor dalam sehari," katanya.
Selama ini, ibu dari dua anak ini memasarkan produknya ke sejumlah pasar di Klungkung. Bahkan, sebelum pandemi Covid-19 dalam sebulan Mariani mampu memasarkan 50 buah produk, baik Bokor dan dulang. "Sekarang paling banyak bisa menjual 10 Bokor dalam sebulan," katanya.
Mariani menjelaskan, harga per buah Bokor kecil Rp 20.000 dan besar Rp 40.000. "Saat ada orderan dalam sehari, saya bisa mengerjakan tiga buah Bokor kecil, dan 2 buah Bokor besar," ujarnya. Karena penjualan menurun, Mariani mengurangi produksi kerajinannya. Dia menyelingi dengan membuat dan menjual canang ceper. Kreativitasnya ini menjadikan Mariani mampu membantu penghasilan keluarga dan mengurangi beban suaminya, Wayan Kariasa sebagai buruh bangunan. "Saya tetap bersyukur, karena usaha saya masih menghasilkan rezeki saat masa pandemi ini," katanya. *wan
Pandemi Covid-19 berdampak signifikan terhadap sektor Usaha Kecil Mikro Menengah (UMKM). Khususnya, para perajin makin kesulitan memasarkan produknya. Seperti dialami Ni Wayan Mariani, seorang perajin Bokor berbahan kau-kau (batok kelapa) di Banjar Kawan, Desa Sulang, Kecamatan Dawan, Klungkung.
Dia mengakui, sangat kesulitan memasarkan Bokor karena pandemi ini. "Sejak pandemi Covid-19, orderan Bokor juga sepi," ujar Mariani, saat ditemui di rumahnya, Kamis (12/11). Mariani ditemui NusaBali, tampak lihai merangkai satu persatu kepingan kau-kau menjadi Bokor. Selain Bokor, dia juga membuat Dulang. Kata dia, bahan baku berupa batok kelapa yang siap dirakit itu didapatkan dari pemasok dari Desa Kusamba, Kecamatan Dawan, Klungkung.
Produk Bokor berbagai ukuran terpajang di teras rumah Ni Wayan Mariani. Dengan teliti dia menghitung Bokor berbahan batok kelapa yang baru rampung dikerjakan. "Sudah tiga tahun, kerajinan ini menjadi penopang perekonomian keluarga kami," kata Mariani.
Meskipun sepi order di masa pandemi, Mariani bertahan membuat kerajinan tersebut. Namun, agar bisa tetap bertahan Mariani harus berjuang untuk memasarkan produknya lewat online di media sosial (medsos). "Namun, tetap saja penjualan tidak terlalu signifikan. Paling laku satu sampai dua Bokor dalam sehari," katanya.
Selama ini, ibu dari dua anak ini memasarkan produknya ke sejumlah pasar di Klungkung. Bahkan, sebelum pandemi Covid-19 dalam sebulan Mariani mampu memasarkan 50 buah produk, baik Bokor dan dulang. "Sekarang paling banyak bisa menjual 10 Bokor dalam sebulan," katanya.
Mariani menjelaskan, harga per buah Bokor kecil Rp 20.000 dan besar Rp 40.000. "Saat ada orderan dalam sehari, saya bisa mengerjakan tiga buah Bokor kecil, dan 2 buah Bokor besar," ujarnya. Karena penjualan menurun, Mariani mengurangi produksi kerajinannya. Dia menyelingi dengan membuat dan menjual canang ceper. Kreativitasnya ini menjadikan Mariani mampu membantu penghasilan keluarga dan mengurangi beban suaminya, Wayan Kariasa sebagai buruh bangunan. "Saya tetap bersyukur, karena usaha saya masih menghasilkan rezeki saat masa pandemi ini," katanya. *wan
Komentar