Tolak RUU Mikol, Anggota DPD RI Sarankan Baleg DPR RI Bahas RUU Bali
DENPASAR, NusaBali
Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Larangan Minuman Beralkohol (Mikol), bukan hanya ditolak kalangan DPR RI Dapil Bali.
Kalangan DPD RI Dapil Bali juga menolak RUU Mikol yang dianggam mengancam kelangsungan pariwisata ini. Bagi mereka, lebih baik Badan Legislasi (Baleg) DPR RI membahas RUU Provinsi Bali. Hal ini ditegaskan anggota Komite III DPD RI Dapil Bali (yang membidangi pariwisata, pendidikan, tenaga kerja), AA Gde Gde Agung, Minggu (15/11), terkait bergulirnya wacana RUU Mikol yang diusulkan Fraksi Gerindra DPR RI Fraksi PPP, dan Fraksi PKS DPR RI tersebut. "RUU Mikol ini belum pernah dibahas di DPD RI. Artinya, RUU Mikol ini bukan sebagai usulan DPD RI. Oleh karena itu, RUU Mikol ini tidak mendesak untuk dibahas oleh Baleg DPR RI," ujar Gde Agung.
Menurut Gde Agung, banyak RUU yang lebih prioritas untuk segera dibahas Baleg DPR RI. Misalnya, RUU Provinsi Bali, yang merupakan Revisi UU Nomor 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan Provinsi Bali, NTB, dan NTT. "RUU Provinsi Bali lebih mendesak. Harusnya, ini yang diprioritaskan Baleg DPR RI," tegas Senator yang juga Panglingsir Puri Ageng Mengwi, Desa/Kecamatan Mengwi, Badung ini.
Gde Agung mengatakan, RUU Provinsi Bali sudah jelas direkomendasikan DPD RI sebagai usulan komponen dan Pemprov Bali melalui wakil rakyatnya. "Kajian akademis RUU Provinsi Bali sudah lengkap, ini usulan daerah dan sudah merupakan rekomendasi DPD RI. Ini harus diprioritaskan," terang Gde Agung.
Gde Agung menyebutkan sudah ada beberapa regulasi yang mengatur tentang Mikol. Misalnya, Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2017 hingga Peraturan Menteri Perdagangan (Menperdag) tentang Mikol sebagai Komiditas yang Diperdagangkan. "Mikol itu diatur sebagai komoditas, bukan dilarang. Kalau diawasi, ya memang harus diawasi," tandas mantan Bupati Bandung dua kali periode (2005-2010, 2010-2015) ini.
Intinya, menurut Gde Agung, kalau Mikol sudah diatur dalam regulasi, tidak perlu lagi ada RUU tentang Larangan Mikol. "Jadi, RUU Mikol ini tidak perlu. Itu dari kajian hukum dan peraturan perundang-undangan," papar alumnus Harvard University, Amerika Serikat ini.
Bagaimana dengan kajian secara ekonomi? Menurut Gde Agung, kalau RUU Mikol ini sampai lolos, yang paling pertama terdampak adalah Bali. Pasalnya, Bali sebagai daerah pariwisata yang sangat tergantung dengan komoditas Mikol. Turis asing dan domestik memerlukan Mikol saat berwisata di Bali. Selain itu, komoditas Mikol ini juga banyak diproduksi oleh industri rumah tangga di Bali. "Jadi, Bali paling pertama kena dampak RUU Mikol dan ini tentunya ditolak masyarakat," kata Gde Agung.
Gde Agung pun desak pemerintah pusat dan DPR RI lebih fokus menangani masalah minuman oplosan yang selama ini berbahaya. Disebutkan, minuman keras oplosan lebih berbahaya danseharusnya ditindak tegas serta diberantas penegak hukum. “Jangan membuat RUU Larangan Mikol yang mengancam komoditas, karena menekan masyarakat usaha kecil dan menengah yang mencari penghidupan secara ekonomi," imbuhnya.
Gde Agung pun berjanji akan bersikap kalau pembahasan RUU Mikol ini sampai melibatkan DPD RI. "Kami akan menolak kalau sampai DPD RI dilibatkan dalam pembahasan RUU Mikol ini," tegas tokoh Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Badung ini.
Sebelumnya, kalangan DPR RI Dapil Bali juga tolak RUU Mikol, seperti disampaikan Ketut Kariyasa Adnyana (Fraksi PDIP), AA Bagus Adhi Mahendra Putra alias Gus Adhi (Fraksi Golkar), dan Putu Supadma Rudana (Fraksi Demokrat).
Sedangkan Gubernur Bali, Wayan Koster, menyebutkan RUU Mikol yang akan mengancam minuman tradisional seperti Arak Bali dan brem ini ‘tidak akan jadi’. Menurut Koster, walaupun RUU Mikol kini sudah bergulir di DPR RI, namun tidak serta merta akan mulus. Karena masih akan melalui proses panjang. "Masih lama itu, saya yakin nggak akan jadi RUU Mikol itu," tegas Koster yang sempat tida perioda menjadi anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PDIP Dapil Bali dalam keterangan persnya di Denpasar, Sabtu (14/11). *nat
Menurut Gde Agung, banyak RUU yang lebih prioritas untuk segera dibahas Baleg DPR RI. Misalnya, RUU Provinsi Bali, yang merupakan Revisi UU Nomor 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan Provinsi Bali, NTB, dan NTT. "RUU Provinsi Bali lebih mendesak. Harusnya, ini yang diprioritaskan Baleg DPR RI," tegas Senator yang juga Panglingsir Puri Ageng Mengwi, Desa/Kecamatan Mengwi, Badung ini.
Gde Agung mengatakan, RUU Provinsi Bali sudah jelas direkomendasikan DPD RI sebagai usulan komponen dan Pemprov Bali melalui wakil rakyatnya. "Kajian akademis RUU Provinsi Bali sudah lengkap, ini usulan daerah dan sudah merupakan rekomendasi DPD RI. Ini harus diprioritaskan," terang Gde Agung.
Gde Agung menyebutkan sudah ada beberapa regulasi yang mengatur tentang Mikol. Misalnya, Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2017 hingga Peraturan Menteri Perdagangan (Menperdag) tentang Mikol sebagai Komiditas yang Diperdagangkan. "Mikol itu diatur sebagai komoditas, bukan dilarang. Kalau diawasi, ya memang harus diawasi," tandas mantan Bupati Bandung dua kali periode (2005-2010, 2010-2015) ini.
Intinya, menurut Gde Agung, kalau Mikol sudah diatur dalam regulasi, tidak perlu lagi ada RUU tentang Larangan Mikol. "Jadi, RUU Mikol ini tidak perlu. Itu dari kajian hukum dan peraturan perundang-undangan," papar alumnus Harvard University, Amerika Serikat ini.
Bagaimana dengan kajian secara ekonomi? Menurut Gde Agung, kalau RUU Mikol ini sampai lolos, yang paling pertama terdampak adalah Bali. Pasalnya, Bali sebagai daerah pariwisata yang sangat tergantung dengan komoditas Mikol. Turis asing dan domestik memerlukan Mikol saat berwisata di Bali. Selain itu, komoditas Mikol ini juga banyak diproduksi oleh industri rumah tangga di Bali. "Jadi, Bali paling pertama kena dampak RUU Mikol dan ini tentunya ditolak masyarakat," kata Gde Agung.
Gde Agung pun desak pemerintah pusat dan DPR RI lebih fokus menangani masalah minuman oplosan yang selama ini berbahaya. Disebutkan, minuman keras oplosan lebih berbahaya danseharusnya ditindak tegas serta diberantas penegak hukum. “Jangan membuat RUU Larangan Mikol yang mengancam komoditas, karena menekan masyarakat usaha kecil dan menengah yang mencari penghidupan secara ekonomi," imbuhnya.
Gde Agung pun berjanji akan bersikap kalau pembahasan RUU Mikol ini sampai melibatkan DPD RI. "Kami akan menolak kalau sampai DPD RI dilibatkan dalam pembahasan RUU Mikol ini," tegas tokoh Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Badung ini.
Sebelumnya, kalangan DPR RI Dapil Bali juga tolak RUU Mikol, seperti disampaikan Ketut Kariyasa Adnyana (Fraksi PDIP), AA Bagus Adhi Mahendra Putra alias Gus Adhi (Fraksi Golkar), dan Putu Supadma Rudana (Fraksi Demokrat).
Sedangkan Gubernur Bali, Wayan Koster, menyebutkan RUU Mikol yang akan mengancam minuman tradisional seperti Arak Bali dan brem ini ‘tidak akan jadi’. Menurut Koster, walaupun RUU Mikol kini sudah bergulir di DPR RI, namun tidak serta merta akan mulus. Karena masih akan melalui proses panjang. "Masih lama itu, saya yakin nggak akan jadi RUU Mikol itu," tegas Koster yang sempat tida perioda menjadi anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PDIP Dapil Bali dalam keterangan persnya di Denpasar, Sabtu (14/11). *nat
1
Komentar