Hendak Urus Izin Legal, Krematorium di Pangkung Tibah Langgar Tata Ruang
TABANAN, NusaBali
Komisi I DPRD Tabanan turun cek lokasi ke Krematorium Santha Graha Tunon Desa Adat Bedha, Desa Pangkuh Tibah, Kecamatan Kediri, Selasa (17/11).
Kunjungan digelar menyusul dari Desa Adat Bedha hendak mengurus izin legal ke Pemkab Tabanan. Namun setelah dibahas dengan pihak terkait, ternyata bangunan krematorium melanggar tata ruang, yakni didirikan di sempadan pantai.
Sidak yang dipimpin Ketua Komisi I DPRD Tabanan I Putu Eka Putra Nurcahyadi dilaksanakan mulai pukul 10.00 Wita. Hadir dalam sidak tersebut, pihak eksekutif mulai dari Dinas Kebudayaan Tabanan, Dinas Perhubungan Tabanan, dan Kabag Hukum Pemkab Tabanan.
Eka Nurcahyadi mengatakan, kunjungan ke lapangan menyusul dari Desa Adat Bedha akan mengurus izin legal ke Pemkab Tabanan. Dimana tunon (kuburan) seluas 30 are yang di atasnya kini berdiri krematorium hendak disertifikasi, apakah nantinya bisa hak guna pakai atau hak milik.
Setelah dibahas dengan sejumlah pihak baik dengan Dinas Kebudayaan, Asisten 1, ternyata bangunan tersebut melanggar sempadan pantai.
“Setelah kami turun ke lapangan memang benar bangunannya di sempadan pantai. Kami bukan melihat dari jarak 100 meter dari pantai, tetapi dilihat dari lisensi peta bangunan tersebut memang lokasi bangunannya di sempadan pantai. Jadi tidak mungkin itu disertifikatkan sebagai syarat untuk mengajukan izin,” tegas Eka Nurcahyadi.
Selaku fungsi pengawasan, Dewan Tabanan diminta untuk membantu mencarikan solusi karena krematorium sudah berdiri dan sudah beroperasi. “Ini masih kita carikan solusi dan dikoordinasikan dengan seluruh pemangku kebijakan,” imbuh Eka Nurcahyadi.
Menurut Eka Nurcahyadi jika dilihat pembangunan krematorium atas dasar kegiatan adat, sesuai dengan Perda Nomor 4 bagian pelemahan yang berbunyi bahwa wilayah desa adat boleh digunakan untuk membuat kegiatan agama, budaya, dan kegiatan ekonomi. Akan tetapi nomenklaturnya tidak ada yang menegaskan bahwa desa adat boleh membangun krematorium.
Di sisi lain, Desa Adat Bedha ini menyiapkan tunon yang mematok harga dan ada transaksi. “Desa adat bisa menyiapkan tunon yang diperuntukkan bagi adatnya sendiri dan krama tamiu tanpa bersifat profit oriented. Nanti investasi mereka yang besar ini kita khawatirkan nanti lemah secara pondasi legalitas,” beber Eka Nurcahyadi.
Untuk itu jika nanti diminta untuk mencarikan solusi oleh pimpinan, masukan dewan nanti, karena Desa Adat Bedha masih memerlukan aset Pemkab Tabanan yang akan dijadikan sarana parkir, untuk lebih amannya harus diambil alih oleh pemda. Jadi konsepnya membuat badan pengelola, Desa Adat Bedha selaku pengelola. “Kalau disetujui solusinya ya itu (diambil alih oleh pemda) jalan tengahnya. Jadi aman di sini, desa adat jalan, pemda dapat retribusi,” sarannya.
Eka Nurcahyadi menambahkan, dasar dibuat krematorium ini karena memanfaatkan lahan yang dulunya digunakan untuk setra tamiu. Seperti jika ada orang hanyut tanpa dikenali, di lokasi krematorium tersebut dikubur.
“Tapi konsepnya ini beda, meskipun disiapkan untuk setra tamiu tetapi ada jual beli paket. Kendati nanti ada rekomendasi bupati, itu akan lemah dijadikan dasar ketika ada yang mempersoalkan. Sebab ada nilai investasi yang besar,” tandas politisi asal Kecamatan Marga ini.
Bendesa Adat Bedha I Nyoman Surata yang hadir dalam acara itu mengaku memang Desa Adat Bedha menginginkan untuk mensertifikatkan lahan setra tersebut, apakah nanti menjadi hak milik atau hak guna pakai.
“Status tanah untuk dijadikan bangunan krematorium ini harus ada kejelasan, supaya bisa mengurus izin legal. Oleh karena itu kami berencana untuk mensertifikatkan lahan seluas 30 are termasuk rencana meminjam lahan pemkab untuk dijadikan areal parkir,” kata Surata. *des
Sidak yang dipimpin Ketua Komisi I DPRD Tabanan I Putu Eka Putra Nurcahyadi dilaksanakan mulai pukul 10.00 Wita. Hadir dalam sidak tersebut, pihak eksekutif mulai dari Dinas Kebudayaan Tabanan, Dinas Perhubungan Tabanan, dan Kabag Hukum Pemkab Tabanan.
Eka Nurcahyadi mengatakan, kunjungan ke lapangan menyusul dari Desa Adat Bedha akan mengurus izin legal ke Pemkab Tabanan. Dimana tunon (kuburan) seluas 30 are yang di atasnya kini berdiri krematorium hendak disertifikasi, apakah nantinya bisa hak guna pakai atau hak milik.
Setelah dibahas dengan sejumlah pihak baik dengan Dinas Kebudayaan, Asisten 1, ternyata bangunan tersebut melanggar sempadan pantai.
“Setelah kami turun ke lapangan memang benar bangunannya di sempadan pantai. Kami bukan melihat dari jarak 100 meter dari pantai, tetapi dilihat dari lisensi peta bangunan tersebut memang lokasi bangunannya di sempadan pantai. Jadi tidak mungkin itu disertifikatkan sebagai syarat untuk mengajukan izin,” tegas Eka Nurcahyadi.
Selaku fungsi pengawasan, Dewan Tabanan diminta untuk membantu mencarikan solusi karena krematorium sudah berdiri dan sudah beroperasi. “Ini masih kita carikan solusi dan dikoordinasikan dengan seluruh pemangku kebijakan,” imbuh Eka Nurcahyadi.
Menurut Eka Nurcahyadi jika dilihat pembangunan krematorium atas dasar kegiatan adat, sesuai dengan Perda Nomor 4 bagian pelemahan yang berbunyi bahwa wilayah desa adat boleh digunakan untuk membuat kegiatan agama, budaya, dan kegiatan ekonomi. Akan tetapi nomenklaturnya tidak ada yang menegaskan bahwa desa adat boleh membangun krematorium.
Di sisi lain, Desa Adat Bedha ini menyiapkan tunon yang mematok harga dan ada transaksi. “Desa adat bisa menyiapkan tunon yang diperuntukkan bagi adatnya sendiri dan krama tamiu tanpa bersifat profit oriented. Nanti investasi mereka yang besar ini kita khawatirkan nanti lemah secara pondasi legalitas,” beber Eka Nurcahyadi.
Untuk itu jika nanti diminta untuk mencarikan solusi oleh pimpinan, masukan dewan nanti, karena Desa Adat Bedha masih memerlukan aset Pemkab Tabanan yang akan dijadikan sarana parkir, untuk lebih amannya harus diambil alih oleh pemda. Jadi konsepnya membuat badan pengelola, Desa Adat Bedha selaku pengelola. “Kalau disetujui solusinya ya itu (diambil alih oleh pemda) jalan tengahnya. Jadi aman di sini, desa adat jalan, pemda dapat retribusi,” sarannya.
Eka Nurcahyadi menambahkan, dasar dibuat krematorium ini karena memanfaatkan lahan yang dulunya digunakan untuk setra tamiu. Seperti jika ada orang hanyut tanpa dikenali, di lokasi krematorium tersebut dikubur.
“Tapi konsepnya ini beda, meskipun disiapkan untuk setra tamiu tetapi ada jual beli paket. Kendati nanti ada rekomendasi bupati, itu akan lemah dijadikan dasar ketika ada yang mempersoalkan. Sebab ada nilai investasi yang besar,” tandas politisi asal Kecamatan Marga ini.
Bendesa Adat Bedha I Nyoman Surata yang hadir dalam acara itu mengaku memang Desa Adat Bedha menginginkan untuk mensertifikatkan lahan setra tersebut, apakah nanti menjadi hak milik atau hak guna pakai.
“Status tanah untuk dijadikan bangunan krematorium ini harus ada kejelasan, supaya bisa mengurus izin legal. Oleh karena itu kami berencana untuk mensertifikatkan lahan seluas 30 are termasuk rencana meminjam lahan pemkab untuk dijadikan areal parkir,” kata Surata. *des
1
Komentar