Nyaris Punah, Kunyit Bonbiu Kembali Dibudidayakan
GIANYAR, NusaBali
Banjar Bonbiu, Desa Saba, Kecamatan Blahbatuh, Gianyar, era tahun 1980an, sempat eksis sebagai tempat pembudidayaan Kunyit.
Kunyit Bonbiu diminati karena memiliki warna yang benar-benar kuning dan berkhasiat untuk dijadikan jamu maupun basa gede (racikan bumbu) dengan rasa dinilai berbeda. Namun saat ini kunyit ciri khas desa tersebut nyaris punah, sehingga generasi banjar ini berencana mulai membudidayakan Kunyit kembali.
Perbekel Desa Saba, Ketut Redhana, Kamis (19/11), mengatakan, di areal persawahan warga pada tahun 1980an sebagian besar menanam kunyit. Hanya saja setelah tahun 90-an banyak yang tidak lagi menanam kunyit di areal sawah maupun di halaman rumah. Kunyit ini pun punah. “Kunyit Bonbiu, orang-orang biasanya bilang, warna kuningnya luar biasa dan aromanya juga. Biasanya itu dibuat loloh kunyit (jamu) dan basa basa (racikan bumbu). Waktu itu tahun 1980 sampai 1990 masih ada, setelah tahun itu sudah mulai punah. Karena kebanyakan beralih menanam tanaman lain,” jelasnya.
Bedanya dengan kunyit di daerah lain, mulai dari aroma, warna, dan khasiatnya. Hal itu diperkirakan karena pengaruh dari tanah dan hawa di Desa Saba. Sebab tekstur tanah yang ada di desa setempat sangat memengaruhi tumbuhnya kunyit sehingga sempat dikenal sebagai kunyit Bonbiu. “Sempat kunyitnya itu dulu dibawa dan ditanam pada daerah lain. Tapi warna dan aromanya sangat berbeda jauh. Pengaruh dari tanah dan hawanya ini,” sambung pensiunan pegawai Dinas Pertanian tersebut.
Dalam kesempatan itu, Redhana juga mengungkapkan desa saat ini berencana membangkitkan dan membudidaya kembali kunyit tersebut. Hanya saja saat ini pihaknya masih mencari bibit kunyit yang masih ada ditanam oleh warga setempat. “Kami berencana akan membangkitkan kembali kunyit ini sebagai ikon,” tandasnya.
Disebutkan, ketika ditemukannya bibit kunyit tersebut, pihaknya pun akan meminta agar adanya penelitian ketika ada mahasiswa melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di desa setempat. Khususnya mahasisw jurusan Pertanian, untuk mengetahui penyebab kunyit Bonbiu tersebut berbeda dengan kunyit yang ada di desa lain. “Nanti kami akan lakukan penelitian juga, apa penyebab berbedanya kunyit tersebut,” imbuh Redhana. *nvi
Perbekel Desa Saba, Ketut Redhana, Kamis (19/11), mengatakan, di areal persawahan warga pada tahun 1980an sebagian besar menanam kunyit. Hanya saja setelah tahun 90-an banyak yang tidak lagi menanam kunyit di areal sawah maupun di halaman rumah. Kunyit ini pun punah. “Kunyit Bonbiu, orang-orang biasanya bilang, warna kuningnya luar biasa dan aromanya juga. Biasanya itu dibuat loloh kunyit (jamu) dan basa basa (racikan bumbu). Waktu itu tahun 1980 sampai 1990 masih ada, setelah tahun itu sudah mulai punah. Karena kebanyakan beralih menanam tanaman lain,” jelasnya.
Bedanya dengan kunyit di daerah lain, mulai dari aroma, warna, dan khasiatnya. Hal itu diperkirakan karena pengaruh dari tanah dan hawa di Desa Saba. Sebab tekstur tanah yang ada di desa setempat sangat memengaruhi tumbuhnya kunyit sehingga sempat dikenal sebagai kunyit Bonbiu. “Sempat kunyitnya itu dulu dibawa dan ditanam pada daerah lain. Tapi warna dan aromanya sangat berbeda jauh. Pengaruh dari tanah dan hawanya ini,” sambung pensiunan pegawai Dinas Pertanian tersebut.
Dalam kesempatan itu, Redhana juga mengungkapkan desa saat ini berencana membangkitkan dan membudidaya kembali kunyit tersebut. Hanya saja saat ini pihaknya masih mencari bibit kunyit yang masih ada ditanam oleh warga setempat. “Kami berencana akan membangkitkan kembali kunyit ini sebagai ikon,” tandasnya.
Disebutkan, ketika ditemukannya bibit kunyit tersebut, pihaknya pun akan meminta agar adanya penelitian ketika ada mahasiswa melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di desa setempat. Khususnya mahasisw jurusan Pertanian, untuk mengetahui penyebab kunyit Bonbiu tersebut berbeda dengan kunyit yang ada di desa lain. “Nanti kami akan lakukan penelitian juga, apa penyebab berbedanya kunyit tersebut,” imbuh Redhana. *nvi
Komentar