RSUP Sanglah Hasilkan 1 Ton Limbah Medis Per Hari
DENPASAR, NusaBali
Limbah medis yang dihasilkan dari pelayanan medis di RSUP Sanglah mencapai hampir 1.000 kg atau 1 ton setiap harinya.
Menurut Direktur Umum, Perencanaan, dan Organisasi RSUP Sanglah, dr Ni Luh Dharma Kerti Natih MHSM, meskipun terdapat penurunan kunjungan selama masa pandemi Covid-19, namun jumlah limbah medis yang dihasilkan tetap sama, karena intensitas pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) dan pelayanan lainnya.
Sampah medis cenderung mengandung limbah B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya). Seperti infus dan jarum suntik yang habis pakai, ada juga darah pasien, sisa-sisa obat dan lain-lain. "Limbah medis yang dihasilkan sama. Kalau sebelum Covid-19, karena pelayanan medis dan kunjungan yang meningkat. Sedangkan saat pandemi Covid-19 lebih banyak limbah berupa pemakaian APD dan intensitas pelayanan di ruang isolasi," ujar dr Ni Luh Dharma Kerti Natih, Kamis (19/11).
Dr Dharma Kerti menjelaskan, limbah medis ada tiga, yaitu limbah padat, limbah cair, dan limbah gas. Selama ini, pengolahan limbah medis padat di RSUP Sanglah masih belum bisa dilakukan secara mandiri dan masih kerjasama dengan pihak ketiga di luar Bali. "Limbah medis bisa mencapai 1.000 kg per hari. Khusus yang padat, kami masih bekerjasama dengan pihak ketiga. Pengolahan limbah dilakukan di luar Bali. Biaya pengolahan limbah medis Rp 19 ribu per kg," ungkapnya.
Sedangkan limbah medis cair dikelola dengan sistem IPAL. Limbah cair menjalani sejumlah proses dalam sistem IPAL tersebut. "Jadi (limbah medis cair) tidak langsung dialirkan ke saluran air pada umumnya. Namun dikelola dalam satu sistem bernama IPAL. Air hasil limbah itu diolah melalui proses yang cukup panjang, sehingga air yang keluar benar-benar bersih. Kita ada indikatornya dengan menaruh ikan. Kalau ikannya mati berarti airnya masih berbahaya. Selama ini aman," jelas dr Dharma Kerti.
Sementara limbah medis gas di RSUP Sanglah ditangani dengan melakukan tata kelola udara yang masuk dan keluar di ruang perawatan. Limbah gas selama Covid-19 ini sangat penting untuk dikelola. Karena akan sangat berbahaya jika tidak dikelola dengan baik. "Ruang isolasi dikelola tata masuk dan keluar udaranya. Jika tidak dikelola dengan baik, gas yang dihasilkan selama perawatan Covid-19 di ruang isolasi bisa membahayakan masyarakat di luar ruangan. Ada sistem filterisasi sehingga udara yang keluar dari ruang isolasi aman," imbuhnya.
Dr Dharma Kerti juga menegaskan, masyarakat tidak perlu khawatir dengan radioaktif yang dihasilkan dari pengobatan radioterapi. Pasalnya, RSUP Sanglah telah membuat satu gedung khusus untuk mencegah radioaktif tersebut keluar ruangan. Di sisi lain, radioterapi di RSUP Sanglah saat ini sudah menggunakan bahan-bahan yang tidak sampai menimbulkan limbah. "Saat menggunakan radioterapi, pasti ada radioaktif yang keluar. Namun kita sudah punya ruangan khusus yang dibuat sedemikian rupa untuk mencegah radioaktif keluar dari ruangan itu.
Ini sudah diverifikasi oleh Bapeten," imbuhnya.
Selain sampah medis, RSUP Sanglah juga menghasilkan sampah nonton medis berupa plastik, botol minuman, sisa makanan pasien dan pengunjung, serta sampah sejenisnya. Pengelolaan sampah non medis di RSUP Sanglah sudah dikerjasamakan dengan pihak ketiga dan langsung dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
Dikatakan, pemilahan sampah rumah sakit dilakukan dengan cara membedakan kantong plastik pembungkus. Untuk sampah medis, menggunakan kantong plastik kresek berwarna kuning. Sedangkan sampah non medis menggunakan kantong plastik kresek berwarna hitam. Dia pun meminta agar masyarakat atau pengunjung rumah sakit ikut berpartisipasi dengan membuang sampah di tempat yang benar. "Jangan sampai keliru membuang sampah medis di kresek yang hitam, begitu pula sebaliknya," tandas dr Dharma Kerti. *ind
Sampah medis cenderung mengandung limbah B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya). Seperti infus dan jarum suntik yang habis pakai, ada juga darah pasien, sisa-sisa obat dan lain-lain. "Limbah medis yang dihasilkan sama. Kalau sebelum Covid-19, karena pelayanan medis dan kunjungan yang meningkat. Sedangkan saat pandemi Covid-19 lebih banyak limbah berupa pemakaian APD dan intensitas pelayanan di ruang isolasi," ujar dr Ni Luh Dharma Kerti Natih, Kamis (19/11).
Dr Dharma Kerti menjelaskan, limbah medis ada tiga, yaitu limbah padat, limbah cair, dan limbah gas. Selama ini, pengolahan limbah medis padat di RSUP Sanglah masih belum bisa dilakukan secara mandiri dan masih kerjasama dengan pihak ketiga di luar Bali. "Limbah medis bisa mencapai 1.000 kg per hari. Khusus yang padat, kami masih bekerjasama dengan pihak ketiga. Pengolahan limbah dilakukan di luar Bali. Biaya pengolahan limbah medis Rp 19 ribu per kg," ungkapnya.
Sedangkan limbah medis cair dikelola dengan sistem IPAL. Limbah cair menjalani sejumlah proses dalam sistem IPAL tersebut. "Jadi (limbah medis cair) tidak langsung dialirkan ke saluran air pada umumnya. Namun dikelola dalam satu sistem bernama IPAL. Air hasil limbah itu diolah melalui proses yang cukup panjang, sehingga air yang keluar benar-benar bersih. Kita ada indikatornya dengan menaruh ikan. Kalau ikannya mati berarti airnya masih berbahaya. Selama ini aman," jelas dr Dharma Kerti.
Sementara limbah medis gas di RSUP Sanglah ditangani dengan melakukan tata kelola udara yang masuk dan keluar di ruang perawatan. Limbah gas selama Covid-19 ini sangat penting untuk dikelola. Karena akan sangat berbahaya jika tidak dikelola dengan baik. "Ruang isolasi dikelola tata masuk dan keluar udaranya. Jika tidak dikelola dengan baik, gas yang dihasilkan selama perawatan Covid-19 di ruang isolasi bisa membahayakan masyarakat di luar ruangan. Ada sistem filterisasi sehingga udara yang keluar dari ruang isolasi aman," imbuhnya.
Dr Dharma Kerti juga menegaskan, masyarakat tidak perlu khawatir dengan radioaktif yang dihasilkan dari pengobatan radioterapi. Pasalnya, RSUP Sanglah telah membuat satu gedung khusus untuk mencegah radioaktif tersebut keluar ruangan. Di sisi lain, radioterapi di RSUP Sanglah saat ini sudah menggunakan bahan-bahan yang tidak sampai menimbulkan limbah. "Saat menggunakan radioterapi, pasti ada radioaktif yang keluar. Namun kita sudah punya ruangan khusus yang dibuat sedemikian rupa untuk mencegah radioaktif keluar dari ruangan itu.
Ini sudah diverifikasi oleh Bapeten," imbuhnya.
Selain sampah medis, RSUP Sanglah juga menghasilkan sampah nonton medis berupa plastik, botol minuman, sisa makanan pasien dan pengunjung, serta sampah sejenisnya. Pengelolaan sampah non medis di RSUP Sanglah sudah dikerjasamakan dengan pihak ketiga dan langsung dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
Dikatakan, pemilahan sampah rumah sakit dilakukan dengan cara membedakan kantong plastik pembungkus. Untuk sampah medis, menggunakan kantong plastik kresek berwarna kuning. Sedangkan sampah non medis menggunakan kantong plastik kresek berwarna hitam. Dia pun meminta agar masyarakat atau pengunjung rumah sakit ikut berpartisipasi dengan membuang sampah di tempat yang benar. "Jangan sampai keliru membuang sampah medis di kresek yang hitam, begitu pula sebaliknya," tandas dr Dharma Kerti. *ind
1
Komentar