HUT Puputan Margarana, Keluarga Pejuang Gelar Tradisi Mamunjung
TABANAN, NusaBali
Ratusan keluarga pejuang se-Bali menggelar tradisi mamunjung di Taman Pujaan Bangsa Margarana, Desa Marga Dauh Puri, Kecamatan Marga, Tabanan, Jumat (20/11).
Tradisi untuk memperingati HUT Puputan Margarana ke-74. Mamunjung, sebuah tradisi di Bali untuk memberikan makan atau minum secara simbolis kepada roh sang meninggal. Makanan atau minuman, bahkan rokok atau tembakau, disertai dupa dan canang/kembang wangi, dipersembahkan di atas pusara. Persembahan disertai ucapan-ucapan membangunkan roh hingga berharap roh tenang di alamnya.
Meskipun di tengah pandemi Covid-19, keluarga pejuang yang datang tidak hanya dari Tabanan, namun juga dari pelbagai kabupaten/kota di Bali. Tradisi Mamunjung digelar juga untuk mendoakan sang pejuang mendapat tempat terbaik. Berbarengan dengan itu, digelar upacara nasional dan upacara pujawali yang dihadiri langsung Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati alias Cok Ace. Upacara pujawali digelar dibawah naungan Desa Adat Kelaci.
Upacara kali ini dilaksanakan berbeda dimana jumlah yang terlibat terbatas berkaitan dengan protocol kesehatan Covid-19. Bahkan tradisi mapeed yang biasanya dilakoni ibu PKK Desa Adat Kelaci, ditiadakan. Termasuk pula pasar malam di areal Taman Pujaan Bangsa Margarana ditiadakan.
Tradisi mamunjung tersebut sudah menjadi pemandangan setiap tahun hingga makam para pahlawan dipadati keluarga pejuang. Keluarga pejuang sudah berdatangan sejak pukul 07.00 Wita. Seperti biasa, sebelum melakukan upacara Mamunjung, makam leluhur mereka dipasangi wastra atau kamen. Lanjut, dipersembahkan upakara berupa Punjung, keluarga yang hadir juga mempersembahkan doa doa. Diakhir prosesi, upakara yang sudah dihaturkan, disantap secara bersama oleh keluarga.
Seperti yang dilaksanakan oleh I Nyoman Juwet. Dia mengaku sudah menjadi agenda tahunan ketika memperingati Puputan Margarana selalu datang ke Tabanan untuk menggelar tradisi Mamunjung untuk pamannya, I Wayan Runik. "Saya kesini bersama dua orang, dan sudah menjadi agenda rutin," katanya.
Menurut Juwet, warga asal Desa Sangeh, Kecamatan Mengwi, Badung ini mengaku Mamunjung untuk mendoakan agar leluhurnya yang telah menjadi Dewa Pitara mendapat tempat terbaik. Selain itu untuk menghormati dan menghargai jasa yang telah diperbuat saat zaman penjajahan. "Paman saya ditembak oleh tentara Belanda di wilayah Sangeh," imbuhnya. *des
Meskipun di tengah pandemi Covid-19, keluarga pejuang yang datang tidak hanya dari Tabanan, namun juga dari pelbagai kabupaten/kota di Bali. Tradisi Mamunjung digelar juga untuk mendoakan sang pejuang mendapat tempat terbaik. Berbarengan dengan itu, digelar upacara nasional dan upacara pujawali yang dihadiri langsung Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati alias Cok Ace. Upacara pujawali digelar dibawah naungan Desa Adat Kelaci.
Upacara kali ini dilaksanakan berbeda dimana jumlah yang terlibat terbatas berkaitan dengan protocol kesehatan Covid-19. Bahkan tradisi mapeed yang biasanya dilakoni ibu PKK Desa Adat Kelaci, ditiadakan. Termasuk pula pasar malam di areal Taman Pujaan Bangsa Margarana ditiadakan.
Tradisi mamunjung tersebut sudah menjadi pemandangan setiap tahun hingga makam para pahlawan dipadati keluarga pejuang. Keluarga pejuang sudah berdatangan sejak pukul 07.00 Wita. Seperti biasa, sebelum melakukan upacara Mamunjung, makam leluhur mereka dipasangi wastra atau kamen. Lanjut, dipersembahkan upakara berupa Punjung, keluarga yang hadir juga mempersembahkan doa doa. Diakhir prosesi, upakara yang sudah dihaturkan, disantap secara bersama oleh keluarga.
Seperti yang dilaksanakan oleh I Nyoman Juwet. Dia mengaku sudah menjadi agenda tahunan ketika memperingati Puputan Margarana selalu datang ke Tabanan untuk menggelar tradisi Mamunjung untuk pamannya, I Wayan Runik. "Saya kesini bersama dua orang, dan sudah menjadi agenda rutin," katanya.
Menurut Juwet, warga asal Desa Sangeh, Kecamatan Mengwi, Badung ini mengaku Mamunjung untuk mendoakan agar leluhurnya yang telah menjadi Dewa Pitara mendapat tempat terbaik. Selain itu untuk menghormati dan menghargai jasa yang telah diperbuat saat zaman penjajahan. "Paman saya ditembak oleh tentara Belanda di wilayah Sangeh," imbuhnya. *des
Komentar