Padi Diserang Tikus, Subak Bengkel Lepasliarkan Tyto Alba
TABANAN, NusaBali
Subak Bengkel, Desa Bengkel, Kecamatan Kediri, Tabanan mulai lepasliarkan burung hantu (Tyto Alba).
Konsep tersebut diterapkan karena serangan hama tikus di 300 hektare persawahan Subak Bengkel cukup ganas, meskipun sebelumnya sudah dilakukan sejumlah langkah penanggulangan.
Tyto Alba yang sudah dilepasliarkan sebanyak 4 ekor dengan jumlah 22 rumah burung hantu (rubuha) atau sarang yang sudah dibuat oleh krama subak. Bahkan, ke depan Subak Bengkel berencana melakukan konservasi Tyto Alba.
Perbekel Bengkel I Nyoman Wahya Biantara mengatakan konsep membasmi tikus secara alami lewat burung Tyto Alba dilakukan sejak Agustus 2020. Saat itu 3 ekor Tyto Alba diambil dari kelompok konservasi Tyto Alba di Banjar Pagi, Desa Senganan, Kecamatan Penebel, lalu dikarantina di rubuha yang sudah dibuat.
“Jadi kami sarankan anggota subak untuk menggunakan Tyto Alba sebagai antisipasi pembasmi tikus jangka panjang,” ujarnya, Minggu (29/11).
Kemudian, kata Wahya Biantara, setelah 3 ekor Tyto Alba ini dikarantina, mereka dilepasliarkan. Selama dikarantina, Tyto Alba tersebut dilatih untuk memakan tikus agar nanti ketika lepas bisa memangsa sendiri. “Total sekarang sudah ada 4 ekor Tyto Alba yang sudah kami lepasliarkan di Subak Bengkel,” imbuhnya.
Untuk proses pengawasan terhadap 4 ekor Tyto Alba tersebut dilakukan oleh krama subak sendiri. Bahkan telah disiapkan 22 rubuha yang siap digunakan untuk karantina Tyto Alba. Pembuatan rubuha dibantu oleh pemerintah dan ada pula yang dibuat oleh krama subak.
Menurut Wahya Biantara selama sekitar 2 bulan melepasliarkan Tyto Alba, dirasa lebih efektif membasmi hama tikus dibanding langkah pembasmian seperti menggunakan racun tikus dan gerdal (gerakan pengendalian) dengan mencari sumber tikus lalu dimusnahkan secara manual.
“Ini merupakan program jangka panjang. Hasil dari melepasliarkan Tyto Alba sebagai pembasmi tikus sangat efektif, namun tidak bisa dilihat dalam waktu singkat,” tegas Wahya Biantara.
Oleh karena itu rencana ke depan, Subak Bengkel akan mengarah ke konservasi Tyto Alba. Namun ini masih wacana karena perlu banyak pertimbangan yang harus disiapkan dalam melakukan konservasi, mulai dari tempat, dan yang paling penting petugas yang bertugas untuk mengurus konservasi tersebut.
“Respons petani sekarang dengan adanya Tyto Alba ini sangat bagus, terutama petani yang sudah berumur. Karena mereka tahu kalau Tyto Alba ini adalah duwe di Pura Puseh Bedha, namun baru tahu kalau itu adalah pemangsa tikus,” tegas Wahya Biantara.
Besar harapan krama Subak Bengkel, Tyto Alba yang sudah dilepasliarkan mereka bisa bersarang sendiri di rubuha yang telah disiapkan. *des
Tyto Alba yang sudah dilepasliarkan sebanyak 4 ekor dengan jumlah 22 rumah burung hantu (rubuha) atau sarang yang sudah dibuat oleh krama subak. Bahkan, ke depan Subak Bengkel berencana melakukan konservasi Tyto Alba.
Perbekel Bengkel I Nyoman Wahya Biantara mengatakan konsep membasmi tikus secara alami lewat burung Tyto Alba dilakukan sejak Agustus 2020. Saat itu 3 ekor Tyto Alba diambil dari kelompok konservasi Tyto Alba di Banjar Pagi, Desa Senganan, Kecamatan Penebel, lalu dikarantina di rubuha yang sudah dibuat.
“Jadi kami sarankan anggota subak untuk menggunakan Tyto Alba sebagai antisipasi pembasmi tikus jangka panjang,” ujarnya, Minggu (29/11).
Kemudian, kata Wahya Biantara, setelah 3 ekor Tyto Alba ini dikarantina, mereka dilepasliarkan. Selama dikarantina, Tyto Alba tersebut dilatih untuk memakan tikus agar nanti ketika lepas bisa memangsa sendiri. “Total sekarang sudah ada 4 ekor Tyto Alba yang sudah kami lepasliarkan di Subak Bengkel,” imbuhnya.
Untuk proses pengawasan terhadap 4 ekor Tyto Alba tersebut dilakukan oleh krama subak sendiri. Bahkan telah disiapkan 22 rubuha yang siap digunakan untuk karantina Tyto Alba. Pembuatan rubuha dibantu oleh pemerintah dan ada pula yang dibuat oleh krama subak.
Menurut Wahya Biantara selama sekitar 2 bulan melepasliarkan Tyto Alba, dirasa lebih efektif membasmi hama tikus dibanding langkah pembasmian seperti menggunakan racun tikus dan gerdal (gerakan pengendalian) dengan mencari sumber tikus lalu dimusnahkan secara manual.
“Ini merupakan program jangka panjang. Hasil dari melepasliarkan Tyto Alba sebagai pembasmi tikus sangat efektif, namun tidak bisa dilihat dalam waktu singkat,” tegas Wahya Biantara.
Oleh karena itu rencana ke depan, Subak Bengkel akan mengarah ke konservasi Tyto Alba. Namun ini masih wacana karena perlu banyak pertimbangan yang harus disiapkan dalam melakukan konservasi, mulai dari tempat, dan yang paling penting petugas yang bertugas untuk mengurus konservasi tersebut.
“Respons petani sekarang dengan adanya Tyto Alba ini sangat bagus, terutama petani yang sudah berumur. Karena mereka tahu kalau Tyto Alba ini adalah duwe di Pura Puseh Bedha, namun baru tahu kalau itu adalah pemangsa tikus,” tegas Wahya Biantara.
Besar harapan krama Subak Bengkel, Tyto Alba yang sudah dilepasliarkan mereka bisa bersarang sendiri di rubuha yang telah disiapkan. *des
Komentar