Harus Ada Sanksi Adat dan Pidana Untuk Berangus Joged Jaruh
Dinas Kebudayaan Tabanan akui sulit tertibkan Joged Jaruh, karena tidak adanya aturan dan sanksi yang kuat
DENPASAR, NusaBali
Jurus efektif untuk memberangus pementasan Joged Jaruh (Joged Bumbung yang gerakannya porno aksi) adalah dengan sanksi adat, selain juga sanksi pidana. Tanpa ketegasan sanksi, praktek Joged Jaruh sulit mengontrolnya.
Hal ini, antara lain, disampaikan anggota Komisi IV DPRD Bali (membidangi masalah kebudayaan), Tjokorda Raka Kerthyasa alias Cok Ibah, saat dikonfirmasi NusaBali di Denpasar, Rabu (2/11). Cok Ibah menyebutkan, Joged Jaruh merebak bisa jadi karena ada permintaan. Makanya, harus ada ketegasan untuk stop order Joged Jaruh itu.
"Harus ada ketegasan dari bendesa pakraman sebagai saringan terbawah, kalau ada pertunjukan Joged yang tidak sesuai etika moralitas. Sanksi adat bisa dijatuhkan," ujar politisi Golkar asal Puri Agung Ubud, Gianyar ini.
Menurut Cok Ibah, seni adalah persembahan, sehingga harus ada dasar-dasar moral. Lagipula, Joged sudah masuk daftar di UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia Tak Benda. Tidak ada istilah terlambat untuk menjernihkan kembali Joged sebagai kesenian yang sakral dan unik. "Caranya, harus ada saringan semua pihak, sehingga Joged yang dipertunjukkan adalah Joged berkualitas dengan pakem-pakem,” jelas politisi yang juga Bendesa Pakraman Ubud, Kecamatan Ubud, Gianyar ini.
Sedangkan pemilik Sanggar Seni Yayasan Yasa Putra Sedana, Gianyar, Dewa Ngakan Rai Budiasa, menyebutkan sebelum Joged Bumbung diajukan ke UNESCO sebagai Warisan Budana Dunia Tak Bend, sudah banyak terjadi praktek Joged Jaruh. Jadi, kata Rai Budiasa, terlambat kalau mencak-mencak sekarang.
“Seharusnya, saat Joged Bumbung diajukan ke UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia, kurator seni menelisik lebih dalam tentang Joged Bumbung. Banyak kok seni pertunjukan yang tidak porno lebih layak masuk Warisan Budaya Dunia Tak Benda, seperti Calonarang," papar Rai Budiasa secara terpisah, Rabu kemarin.
Meski demikian, Rai Budiasa meminta ada penindakan secara hukum bagi yang mem-pertunjukkan Joged Jaruh. Alasannya, porno aksi bisa dikategorikan perbuatan pidana, karena mempertontonkan pornografi. "Harus ada shock therapy. Kenakan sekaligus sanksi adat dan sanksi pidana (hukum positif). Bayangkan, yang menonton Joged Jaruh sekarang banyak anak-anak,” ujar Rai Budiasa.
“Kementerian yang membidangi teknologi dan informasi juga harus memblok tayangan Joged Porno di internet. Sebab, itu bahaya bagi anak-anak kita," tegas politisi Golkar yang mantan Koordinator Artis Ibukota 1989-1994 ini.
Berdasarkan data dari Dinas Kebudayaan Provinsi Bali tahun 2015, di seluruh Bali terdapat 195 sekaa Joged Bumbung. Terbanyak berada di Kabupaten Tabanan yakni mencakai 52 sekaa Joged Bumbung, disusul di Jembrana (41 sekaa), Buleleng (28 sekaa), Badung (18 sekaa), Bangli (17 sekaa), Gianyar (15 sekaa), Karangasem (13 sekaa), Klungkung (7 sekaa), dan Kota Denpasar (4 sekaa).
Sementara itu, Kabid Kesenian dan Perfilman Dinas Kebudayaan-Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Tabanan, I Wayan Muder, menyatakan pihaknya kesulitan lakukan pembinaan dan penertiban terhadap praktek Joged Jaruh. Masalahnya, tidak ada aturan yang kuat dan sanksi untuk melarang pementasan Joged Jaruh.
Wayan Muder mengatakan, pembinaan yang dilakulan terhjadap puluhan sekaa Joged Bumbung di Tabanan sebetulnya sudah berjalan. Namun, pembinaan kurang optimal jika tanpa diimbangi dengan aturan dan sanksi yang jelas. "Pembinaan yang kita lakukan kurang optimal dan tidak dihiraukan. Di dsepan kita bilang ya, tapi ketika pentas, Joged Jaruh lagi yang dipentaskan," ujar Wayan Muder kepada NusaBali di Tabanan, Rabu (2/11).
Sebagai bentuk pembinaan selama periode 2010-2012, kata Muder, pihaknya sampai mengadakan pentas Joged massal dengan kriteria sesuai dengan pakem-pakem Joged Bumbung. Bahkan, pentas Joged massal itu mendapatkan penghargaan Muri dari sisi jumlah penari Joged Bumbung yang mencapai ribuan orang.
Menurut Muder, pihaknya juga sempat mendatangkan tim dari provinsi dan kepolisian ikut turun ke masing-masing sekaa Joged Bumbung di desa-desa buat melakukan pembinaam. Namun, kata dia, pembinaan jadi mubazir, karena tidak diimbangi aturan dan sanksi tegas.
Muder memandang perlu masing-masing desa pakraman membuat pararem berisi sanksi tegas terhadap pementasan Joged Jaruh ini. “Bentuk sanksi bisa beragam. Misalnya, upah dari hasil menari Joged Jaruh diambil sebagai uang kas desa. Sedangkan pementasan Joged harus dengan surat izin keramaian dari Babimkamtibmas atau Babinsa,” kata Muder. "Nah ketika penyakit yakni uangnya kita ambil, otomatis tidak ada yang mementaskan Joged Jaruh. Siapa yang mau pentas tidak dapat uang?" imbuhnya. nat,cr61
Jurus efektif untuk memberangus pementasan Joged Jaruh (Joged Bumbung yang gerakannya porno aksi) adalah dengan sanksi adat, selain juga sanksi pidana. Tanpa ketegasan sanksi, praktek Joged Jaruh sulit mengontrolnya.
Hal ini, antara lain, disampaikan anggota Komisi IV DPRD Bali (membidangi masalah kebudayaan), Tjokorda Raka Kerthyasa alias Cok Ibah, saat dikonfirmasi NusaBali di Denpasar, Rabu (2/11). Cok Ibah menyebutkan, Joged Jaruh merebak bisa jadi karena ada permintaan. Makanya, harus ada ketegasan untuk stop order Joged Jaruh itu.
"Harus ada ketegasan dari bendesa pakraman sebagai saringan terbawah, kalau ada pertunjukan Joged yang tidak sesuai etika moralitas. Sanksi adat bisa dijatuhkan," ujar politisi Golkar asal Puri Agung Ubud, Gianyar ini.
Menurut Cok Ibah, seni adalah persembahan, sehingga harus ada dasar-dasar moral. Lagipula, Joged sudah masuk daftar di UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia Tak Benda. Tidak ada istilah terlambat untuk menjernihkan kembali Joged sebagai kesenian yang sakral dan unik. "Caranya, harus ada saringan semua pihak, sehingga Joged yang dipertunjukkan adalah Joged berkualitas dengan pakem-pakem,” jelas politisi yang juga Bendesa Pakraman Ubud, Kecamatan Ubud, Gianyar ini.
Sedangkan pemilik Sanggar Seni Yayasan Yasa Putra Sedana, Gianyar, Dewa Ngakan Rai Budiasa, menyebutkan sebelum Joged Bumbung diajukan ke UNESCO sebagai Warisan Budana Dunia Tak Bend, sudah banyak terjadi praktek Joged Jaruh. Jadi, kata Rai Budiasa, terlambat kalau mencak-mencak sekarang.
“Seharusnya, saat Joged Bumbung diajukan ke UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia, kurator seni menelisik lebih dalam tentang Joged Bumbung. Banyak kok seni pertunjukan yang tidak porno lebih layak masuk Warisan Budaya Dunia Tak Benda, seperti Calonarang," papar Rai Budiasa secara terpisah, Rabu kemarin.
Meski demikian, Rai Budiasa meminta ada penindakan secara hukum bagi yang mem-pertunjukkan Joged Jaruh. Alasannya, porno aksi bisa dikategorikan perbuatan pidana, karena mempertontonkan pornografi. "Harus ada shock therapy. Kenakan sekaligus sanksi adat dan sanksi pidana (hukum positif). Bayangkan, yang menonton Joged Jaruh sekarang banyak anak-anak,” ujar Rai Budiasa.
“Kementerian yang membidangi teknologi dan informasi juga harus memblok tayangan Joged Porno di internet. Sebab, itu bahaya bagi anak-anak kita," tegas politisi Golkar yang mantan Koordinator Artis Ibukota 1989-1994 ini.
Berdasarkan data dari Dinas Kebudayaan Provinsi Bali tahun 2015, di seluruh Bali terdapat 195 sekaa Joged Bumbung. Terbanyak berada di Kabupaten Tabanan yakni mencakai 52 sekaa Joged Bumbung, disusul di Jembrana (41 sekaa), Buleleng (28 sekaa), Badung (18 sekaa), Bangli (17 sekaa), Gianyar (15 sekaa), Karangasem (13 sekaa), Klungkung (7 sekaa), dan Kota Denpasar (4 sekaa).
Sementara itu, Kabid Kesenian dan Perfilman Dinas Kebudayaan-Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Tabanan, I Wayan Muder, menyatakan pihaknya kesulitan lakukan pembinaan dan penertiban terhadap praktek Joged Jaruh. Masalahnya, tidak ada aturan yang kuat dan sanksi untuk melarang pementasan Joged Jaruh.
Wayan Muder mengatakan, pembinaan yang dilakulan terhjadap puluhan sekaa Joged Bumbung di Tabanan sebetulnya sudah berjalan. Namun, pembinaan kurang optimal jika tanpa diimbangi dengan aturan dan sanksi yang jelas. "Pembinaan yang kita lakukan kurang optimal dan tidak dihiraukan. Di dsepan kita bilang ya, tapi ketika pentas, Joged Jaruh lagi yang dipentaskan," ujar Wayan Muder kepada NusaBali di Tabanan, Rabu (2/11).
Sebagai bentuk pembinaan selama periode 2010-2012, kata Muder, pihaknya sampai mengadakan pentas Joged massal dengan kriteria sesuai dengan pakem-pakem Joged Bumbung. Bahkan, pentas Joged massal itu mendapatkan penghargaan Muri dari sisi jumlah penari Joged Bumbung yang mencapai ribuan orang.
Menurut Muder, pihaknya juga sempat mendatangkan tim dari provinsi dan kepolisian ikut turun ke masing-masing sekaa Joged Bumbung di desa-desa buat melakukan pembinaam. Namun, kata dia, pembinaan jadi mubazir, karena tidak diimbangi aturan dan sanksi tegas.
Muder memandang perlu masing-masing desa pakraman membuat pararem berisi sanksi tegas terhadap pementasan Joged Jaruh ini. “Bentuk sanksi bisa beragam. Misalnya, upah dari hasil menari Joged Jaruh diambil sebagai uang kas desa. Sedangkan pementasan Joged harus dengan surat izin keramaian dari Babimkamtibmas atau Babinsa,” kata Muder. "Nah ketika penyakit yakni uangnya kita ambil, otomatis tidak ada yang mementaskan Joged Jaruh. Siapa yang mau pentas tidak dapat uang?" imbuhnya. nat,cr61
1
Komentar