Mensos Ditahan KPK
Diduga Korupsi Bansos Paket Sembako Corona Rp 17 Miliar
Tiap paket sembako senilai Rp 300.000, dipunguti fee Rp 10.000 untuk Menteri Sosial Juliari Batubara
JAKARTA, NusaBali
Hanya dalam kurun kurang dari dua pekan terakhir, dua menteri ditahan KPK ka-rena kasus dugaan suap. Setelah Menteri Kelautan dan Perikatan (KKP) Edhy Pra-bowo tersangkut kasus ekspor benur, Minggu (6/12) giliran Menteri Sosial (Men-sos) Juliari Peter Batubara yang ditahan KPK karena dugaan suap Rp 17 miliar terkait pemberian bansos Covid-19.
Mensos Juliari Peter Batubara menyerahkan diri ke KPK, Minggu dinihari kema-rin, setelah ditetapkan sebagai tersangka. Politisi PDIP ini menyerahkan diri bersama satu tersangka lainnya, yakni Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kementerian Sosial, Adi Wahyono. Mensos Juliari Batubara ditahan di Rutan KPK Cabang Pomdam Jaya Guntur, sementara Adi Wahyono ditahan di Rutan KPK Cabang Rutan Polres Jakarta Selatan.
Dalam kasus ini, ada 5 tersangka yang ditetapkan KPK. Tiga (3 orang) di antara-nya sebagai tersangka penerima suap, yakni Juliari Batubara (Mensos), Adi Wah-yono (PPK Kemensos), dan Matheus Joko Santoso (PPK Kemensos). Sedangkan 2 orang lagi sebagai tersangka pemberi suap, yaitu Adian IM (pihak swasta) dan Harry Sidabuke (swasta).
Ketua KPK, Firli Baruli, mengatakan penangkapan Mensos Juliari Batubara bera-wal dari adanya informasi masyarakat, Jumat (4/12), yang menyebut dugaan terjadinya penerimaan sejumlah uang oleh penyelenggara negara yang diberikan oleh AIM (Ardian IM) dan HS (Harry Sidabuke) kepada MJS (Matheus Joko Santoso), AW (Adi Wahyono), dan JPB (Juliari Batubara). Sedangkan khusus untuk Mensos Juliari Batubara, pemberian uangnya melalui orang kepercayaannya.
Penyerahan uang dilakukan Sabtu (5/12) dinihari di salah satu tempat di Jakarta. Uang sebelumnya telah disiapkan AIM dan HS di salah satu apartemen di Jakarta dan Bandung. Uang tersebut disimpan di dalam 7 koper, 3 tas ransel, dan amplop kecil yang jumlahnya sekitar Rp 14,5 miliar.
Tim KPK kemudian langsung mengamankan MJS, SN, dan pihak-pihak lain di beberapa tempat di Jakarta. Selanjutnya, pihak-pihak yang diamankan beserta uang sekitar Rp 14,5 miliar dibawa ke KPK untuk pemeriksaan lebih lanjut. Dari hasil tangkap tangan ini, ditemukan uang dengan pecahan mata uang rupiah dan mata uang asing, masing-masing sejumlah sekitar Rp 11,9 miliar, 171.085 dolar AS (setara Rp 2,42 miliar), plus SGD 23.000 (setara Rp 243 juta).
Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono merupakan PPK Kemensos dalam pro-yek bantuan Covid-19 yang ditunjuk langsung oleh Mensos Juliari Batubara. Ke-mudian, Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono membuat kontrak pekerjaan dengan beberapa supplier sebagai rekanan, di antaranya Ardian IM, Harry Sidabu-ke, dan PT RPI yang diduga milik Joko Santoso sendiri. Penunjukan PT RPI itu diduga diketahui oleh Juliari Batubara dan Adi Wahyono. Kemensos mengadakan paket sembako senilai Rp 5,9 triliun dengan total 272 kontrak yang dilaksanakan dalam 2 periode.
Firli menyebutkan, dalam transaksi haram ini, disepakati fee sebesar Rp 10.000 per paket Bansos sembako Covid-19 dari nilai Rp 300.000 per paket. "Untuk fee tiap paket Bansos disepakati oleh MJS (Matheus Joko Santoso) dan AW (Adi Wahyono) sebesar Rp 10.000 per paket sembako dari nilai Rp 300.000 per paket,” ujar Firli dilansir detikcom konferensi pers di Gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Minggu dinihari.
Menurut Firli, pada pelaksanaan paket bantuan Corona periode pertama, diduga diterima fee sebesar Rp 12 miliar. Mensos Juliari diduga turut menerima uang senilai Rp 8,2 miliar. "Pada pelaksanaan paket Bansos sembako periode pertama diduga diterima fee Rp 12 miliar yang pembagiannya diberikan secara tunai oleh MJS kepada JPB melalui AW dengan nilai sekitar Rp 8,2 miliar," katanya.
Sedangkan pada pelaksanaan paket Bansos periode kedua, diduga sudah terkumpul uang dari Oktober sampai Desember 2020 sekitar Rp 8,8 miliar yang dikelola oleh Eko dan Shelvy, selaku orang kepercayaan Mensos Juliari Batubara. Uang Rp 8,8 miliar itu diduga akan dipakai untuk keperluan Mensos Juliari Batubara. KPK menyebut total uang suap yang diterima Mensos Juliari Batubara mencapai Rp 17 miliar.
Ini ironis, mengingat Mensos Juliari Batubara sebelumnya cukup vokal berbicara tentang antikorupsi. Setahun lalu, tepatnya 9 Desember 2019, Juliari pernah mem-berikan pandangan terkait pemberantasan korupsi di Indonesia dalam momen Hari Antikorupsi Sedunia. Juliari menyebut korupsi bakal tetap ada, jika mental tetap bobrok.
"Saya kira pemberantasan korupsi itu harus dimulai dari mental. Jadi, mau sebagus apa sistem, seketat apa sistem, kalau mentalnya udah bobrok ya tetep aja korup, ya," kata Juliari kala itu. Juliari menyebut korupsi juga bisa terjadi akibat keserakahan. Orang-orang yang tak pernah merasa cukup akan terdorong untuk melakukan perbuatan tercela itu.
"Karena, ya itu tadi. Itu kan menurut saya antara lain karena sifat keserakahan. Jadi, orang yang tidak merasa selalu cukup gitu loh, masih merasa kekurangan. Punya mobil 2, pengin 3. Punya mobil 3 pengin 4. Punya rumah 1 pengin 2, punya rumah 2 pengin.... Ya ini kalau mentalnya seperti itu, ya mau kapan, dibikin sistem seketat apa, yang akan ada korupsi terus. Jadi, mulainya dari mental," sebut Juliari.
Mensos Juliari batubara merupakan menteri kedua yang ditahan KPK dalam kurun kurang dari dua pekan terakhir. Sebelumnya, Menteri KKP Edhy Prabowo juga ditangkap KPK ketika politisi Gerindra tersebut baru pulang dari Amerika Serikat, 25 November 2020 dinihari. Edhy Prabowo diduga korupsi kasus ekspor benih lobster (benur).
Sementara itu, Presiden Jokowi geram dengan penangkapan Mensos Juliari Batu-bara. Jokowi menegaskan tidak akan melindungi siapa pun yang terlibat tindak pidana korupsi. "Saya tidak akan melindungi yang terlibat korupsi," ujar Jokowi di Istana Bogor, Jawa Barat, Minggu kemarin.
Jokowi percaya KPK bekerja profesional. "Kita semuanya percaya KPK bekerja secara transparan, secara terbuka, bekerja secara baik, profesional. Pemerintah akan terus konsisten mendukung upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi," tandas Jokowi, yang kemarin langsung menunjuk Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy untuk menjalankan tugas Juliari Batubara sebagai Mensos.
Jokowi kembali memperingatkan para menteri dan pejabat negara untuk berhati-hati dalam mengelola anggaran, terutama anggaran terkait Bansos penanganan Covid-19. "Berulangkali saya mengingatkan ke semua pejabat negara, baik itu menteri, gubernur, bupati, maupun walikota untuk hati-hati dalam menggunakan uang dari APBD Kabupaten/Kota, APBD Provinsi, dan APBN," sesal Jokowi.
Jokowi mengatakan, anggaran yang dikelola merupakan uang rakyat. Selain itu, Bansos adalah hal yang sangat dibutuhkan rakyat. "Itu uang rakyat, apalagi ini terkait dengan bantuan sosial dalam rangka penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional. Bansos itu sangat dibutuhkan oleh rakyat," katanya.
Di sisi lain, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mendorong KPK terap-kan pasal ancaman pidana mati untuk Mensos Juliari Batubara dalam kasus dugaan suap Bansos Corona. Pasalnya, MAKI melihat perbuatan Mensos dan 4 tersangka lainnya layak dituntut hukuman mati. "Layak dituntut hukuman pidana mati karena diduga korupsi pada saat bencana, harus dikonstruksikan Pasal 2 dan 3, karena penyalahgunaan wewenang juga," kata Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, Minggu kemarin.
Boyamin mengatakan, kasus ini bukan hanya terkait penyuapan, tapi ada juga indikasi penyalahgunaan wewenang. Hal itu terlihat dari fee yang disepakati sebesar Rp 10.000 per paket sembako dari nilai Rp 300.000 per paket. "Jadi, ini bukan semata-mata suap tapi penyalahgunaan wewenang. Buktinya itu kerugiannya negara bukan suapnya di angka Rp 10.000 dari di Rp 300.000, tapi kan semestinya negara cukup membayar Rp 290.000, bukan bayar Rp 300.000. Ini kan ada pemahalan harga," katanya.
Sebaliknya, Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan pihaknya akan berpedoman pada Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. "Kita paham di dalam penentuan UU 31 Tahun 1999 yaitu pasal 2 tentang penindakan, bahwa ‘barang siapa yang telah melakukan perbuatan dengan sengaja memperkaya diri atau orang lain dengan melawan hukum, sehingga mengakibatkan kerugian negara," kata Firli. *
1
Komentar