Kaki Kita Juara Lomba Film Dokumenter Singaraja
SINGARAJA, NusaBali
Film dokumenter berjudul Kaki Kita karya Sutradara Ketut Pasek Kusuma Jaya berhasil meraih skor tertinggi dan ditetapkan sebagai The Best Film dalam Singaraja Documentary Film Competition (SDFC) 2020.
Penganugerahan film terbaik dilakukan pada Selasa (8/12) malam di Puri Seni Sasana Budaya. Film berdurasi 14 menit 19 detik ini dinyatakan sebagai film terbaik dari 10 filmmaker Buleleng yang mendaftarkan karyanya.
Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Buleleng menggandeng Komunitas Mahima untuk pertama kalinya menyelenggarakan lomba film dokumenter. Kompetisi itu dimaksudkan memberikan kesempatan kepada pemuda di Buleleng yang senang membuat film untuk mengekspresikan seni yang ditekuni melalui karya. “Seluruh proses lomba film ini sudah dilakukan sejak sebulan sebelumnya,” kata Kepala Disdikpora Buleleng, Made Astika.
Sebanyak 10 film maker yang mengirimkan karyanya diseleksi dan diciutkan menjadi lima besar nomine film terbaik. Setelah dinilai dewan juri ditetapkan Kaki Kita sebagai The Best Film SDFC 2020. “Melalui lomba film ini kami ingin mewadahi potensi pemuda di Buleleng untuk mengekspresikan diri mengeksplore hal-hal yang ada di sekitarnya. Selain itu film yang mereka hasilnya harapan kami bisa digunakan sebagai parenting di dunia pendidikan untuk menyulut api semangat mereka dari pesan yang disampaikan,” ungkap Astika.
Dia pun mengapresiasi karya yang sudah masuk, meski baru pertama kali jumlah peserta dan kualitas film cukup diperhitungkan. Disdikpora Buleleng pun berharap tahun depan lomba film dokumenter dapat berkelanjutan dilaksanakan.
Tim juri yang terdiri dari sastrawan I Made Adnyana, pendiri rumah film Sang Karsa Putu Kusuma Wijaya dan Dwitra J Ariana selaku Ketua Asosiasi Dokumentaris Nusantara (AND) Korda Bali menyebut dari film karya pemuda Buleleng yang ikut serta menunjukkan potensi filmmaker Buleleng cukup hebat. Walaupun Singaraja saat ini dikenal dengan kota yang kecil dan sepi dibandingkan Bali Selatan, namun ada sejumlah karya hebat yang masuk. Bahkan menurut Putu Kusuma Wijaya yang saat ini sedang menggarap film layar lebar Layonsari Jayaprana ada perdebatan ketiga dewan juri dalam menentukan pemenang.
Di sisi lain juri dari Made Adnyana yang juga pengamat film memberikan saran kepada filmmaker yang sudah bergabung untuk memperpanjang dan memperdalam riset sebelum memproduksi film dokumenter. Menurutnya untuk menghasilkan film dokumenter yang baik tidak bisa dibuat dengan waktu yang seketika. Pasalnya ada sejumlah film yang subjeknya sudah bagus dan kuat namun disetting sedemikian rupa sehingga tidak menjadi dirinya sendiri. “Ada kekeliruan dalam pembuatan film yang diperlihatkan yang bagus-bagus saja. Ada juga subjek yang bagus tetapi tidak ditonjolkan. Sehingga perlu riset dulu untuk mengetahui apa keunggulan subjek yang akan diangkat,” jelasnya.
Sementara itu Sutradara Ketut Pasek Kusuma Jaya mengatakan melalui filmnya yang berjudul Kaki Kita ingin mengangkat aksi sosial yang dilakukan pemuda Buleleng untuk membantu masyarakat yang kurang mampu. Khususnya masyarakat yang mengalami luka akibat diabetes. Subjek film yang mengangkat sosok Adit dan Beny, dua sahabat yang berkomitmen mendirikan Yayasan Kaki Kita Singaraja (YKKS) membantu perawatan luka diabetes tanpa tarif.
Selain itu mereka juga menggalang dana untuk membantu kaki palsu penderita diabetes yang mengharuskan korban menjalani amputasi. “Saya mengangkat film ini melihat yayasan ini pure bergerak di bidang sosial, harapannya dengan film saya ini banyak yang tergerak hatinya membantu sesama,” kata pria yang beralamat di Lingkungan Bantang Banua, Kelurahan/Kecamatan Sukasada Buleleng. *k23
1
Komentar