Bali Terancam Kehilangan Penyangga Seni
Soal Rencana Pendirian SMAN di SMKN 3 Sukawati
SMA membutuhkan ketenangan, sehingga keributan kesenian adalah neraka bagi mereka.
GIANYAR, NusaBali
Seniman yang guru besar ISI Denpasar Prof Dr I Wayan Dibia menyayangkan rencana pembangunan SMA Negeri baru di areal SMKN 3 Sukawati, Desa Batubulan, Kecamatan Sukawati, Gianyar. Rencana itu menunjukkan sebuah kebijakan tanpa didasari pemikiran matang.
Kata dia, SMKN 3 Sukawati adalah eks Konservatori Karawitan Indonesia (Kokar) Dernpasar yang terbukti melahirkan banyak maestro seni di Bali. "Jika sebagai sekolah kesenian SMKN 3 Sukawati tidak berjalan secara maksimal, saya khawatir Bali akan kehilangan salah satu lembaga yang menjadi menyangga utama kehidupan seni budaya Bali," ujarnya, Kamis (10/12).
Guru besar alumnus Kokar 1969 ini khawatir sekolah kesenian kebanggaan masyarakat Bali ini sungguh bernasib malang. "Tempat Kokar di Denpasar sudah diambil lembaga lain (SMKN 5 Denpasar,Red). Kini, ada wacana sebagian areal rumah barunya di Batubulan akan dibangun SMAN," ungkapnya heran.
Prof Dibia semakin terkejut karena mengetahui sekitar September 2020, ada tim dari Provinsi Bali mengukur tempat yang akan dibangun SMA Negeri di SMKN 3 Sukawati itu. Menurutnya, sekolah kesenian membuat keramaian seni, menari, menyanyi, menabuh gamelan, bermain musik, adalah surga bagi siswa. "Di sisi lain, SMA membutuhkan ketenangan, sehingga keributan kesenian adalah neraka bagi mereka," ujar guru besar bidang seni asal Desa Singapadu, Kecamatan Sukawati ini.
Prof Dibia mengaku amat sulit untuk melogikakan dasar pemikiran membangun dua sekolah dengan karakter berbeda di satu areal. Dia memberi solusi,
jika harus menambah kelas SMA, sebaiknya SMA buka kelas sore. Sehingga tidak perlu mengambil ruang-ruang belajar yang sangat dibutuhkan SMKN3. Dia menduga ada strategi halus untuk menghapus sekolah kesenian. Strategi ini aneh karena dilakukan saat Pemprov Bali sedang berupaya keras memajukan kebudayaan Bali untuk menuju Bali Era baru. Dia memastikan pengambilan sebagian areal kampus SMKN3 akan membatasi ruang gerak sekolah seni ini. Privasi SMKN3 akan semakin terbatas. "Kami sangat menyayangkan karena program pembangunan seperti ini akan merugikan kedua belah pihak (SMKN3 dan SMAN,Red)," terangnya.
Papar Prof Dibia, Kokar Bali berdiri tahun 1960, berhasil menyelamatkan berbagai jenis seni pertunjukan klasik tradisional Bali, memelopori berbagai perubahan dalam sistem pendidikan seni di Bali. Selain itu, pelahir sumber daya manusia kesenian Bali di kancah Bali, nasional maupun internasional. Maka seyogyanya sekolah diperlakuan khusus oleh Pemkab Gianyar dan Pemprov Bali
Ditemui terpisah, Kepala SMKN 3 Sukawati I Gusti Ngurah Serama Semadi SSP MSi mengaku tahu ada rencana pembangunan SMAN di areal SMKN3 tersebut. Hanya saja, dia enggan berkomentar. "Kami belum berani komentar terkait hal ini. Silahkan langsung ke Dinas Pendidikan Provinsi Bali," ujarnya singkat.
Sebagaimana diketahui, wacana pendirian SMAN di areal SMKN3 Sukawati tersebut menyusul usulan penambahan satu lagi SMAN di Kecamatan Sukawati. Saat musim PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) tahun 2002, Bupati Gianyar I Made ‘Agus’ Mahayastra mengaku mengkomunikasikan usulan tersebut kepada Gubernur Bali. *nvi
Kata dia, SMKN 3 Sukawati adalah eks Konservatori Karawitan Indonesia (Kokar) Dernpasar yang terbukti melahirkan banyak maestro seni di Bali. "Jika sebagai sekolah kesenian SMKN 3 Sukawati tidak berjalan secara maksimal, saya khawatir Bali akan kehilangan salah satu lembaga yang menjadi menyangga utama kehidupan seni budaya Bali," ujarnya, Kamis (10/12).
Guru besar alumnus Kokar 1969 ini khawatir sekolah kesenian kebanggaan masyarakat Bali ini sungguh bernasib malang. "Tempat Kokar di Denpasar sudah diambil lembaga lain (SMKN 5 Denpasar,Red). Kini, ada wacana sebagian areal rumah barunya di Batubulan akan dibangun SMAN," ungkapnya heran.
Prof Dibia semakin terkejut karena mengetahui sekitar September 2020, ada tim dari Provinsi Bali mengukur tempat yang akan dibangun SMA Negeri di SMKN 3 Sukawati itu. Menurutnya, sekolah kesenian membuat keramaian seni, menari, menyanyi, menabuh gamelan, bermain musik, adalah surga bagi siswa. "Di sisi lain, SMA membutuhkan ketenangan, sehingga keributan kesenian adalah neraka bagi mereka," ujar guru besar bidang seni asal Desa Singapadu, Kecamatan Sukawati ini.
Prof Dibia mengaku amat sulit untuk melogikakan dasar pemikiran membangun dua sekolah dengan karakter berbeda di satu areal. Dia memberi solusi,
jika harus menambah kelas SMA, sebaiknya SMA buka kelas sore. Sehingga tidak perlu mengambil ruang-ruang belajar yang sangat dibutuhkan SMKN3. Dia menduga ada strategi halus untuk menghapus sekolah kesenian. Strategi ini aneh karena dilakukan saat Pemprov Bali sedang berupaya keras memajukan kebudayaan Bali untuk menuju Bali Era baru. Dia memastikan pengambilan sebagian areal kampus SMKN3 akan membatasi ruang gerak sekolah seni ini. Privasi SMKN3 akan semakin terbatas. "Kami sangat menyayangkan karena program pembangunan seperti ini akan merugikan kedua belah pihak (SMKN3 dan SMAN,Red)," terangnya.
Papar Prof Dibia, Kokar Bali berdiri tahun 1960, berhasil menyelamatkan berbagai jenis seni pertunjukan klasik tradisional Bali, memelopori berbagai perubahan dalam sistem pendidikan seni di Bali. Selain itu, pelahir sumber daya manusia kesenian Bali di kancah Bali, nasional maupun internasional. Maka seyogyanya sekolah diperlakuan khusus oleh Pemkab Gianyar dan Pemprov Bali
Ditemui terpisah, Kepala SMKN 3 Sukawati I Gusti Ngurah Serama Semadi SSP MSi mengaku tahu ada rencana pembangunan SMAN di areal SMKN3 tersebut. Hanya saja, dia enggan berkomentar. "Kami belum berani komentar terkait hal ini. Silahkan langsung ke Dinas Pendidikan Provinsi Bali," ujarnya singkat.
Sebagaimana diketahui, wacana pendirian SMAN di areal SMKN3 Sukawati tersebut menyusul usulan penambahan satu lagi SMAN di Kecamatan Sukawati. Saat musim PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) tahun 2002, Bupati Gianyar I Made ‘Agus’ Mahayastra mengaku mengkomunikasikan usulan tersebut kepada Gubernur Bali. *nvi
1
Komentar