20 % Wisatawan Pindah Tujuan Wisata
Ke Bali Harus Tes PCR
JAKARTA, NusaBali
Selain tren pembatalan perjalanan wisata, sekitar 20 persen wisatawan memilih mengalihkan tujuan wisata dari Bali setelah ada kewajiban tes PCR. Mereka memilih ke daerah lain seperti Lombok, Manado, Yogyakarta atau Belitung.
Hal itu disampaikan Sekjen Asosiasi Travel Agent Indonesia (Astindo), Pauline Suharno. Pauline menyebutkan selain refund, ada juga sekitar 20 persen wisatawan yang mengalihkan daerah tujuan wisata di tengah penerapan aturan wajib PCR dari dan menuju Bali di masa liburan akhir tahun, dimana hal ini dilakukan terkait biaya dan pertimbangan lainnya.
"Sekitar 20 persen (pelanggan) mengalihkan ke destinasi di luar Bali. Daripada gue ke bali, gue pindah lah ke Lombok, Yogya, atau Manado, Belitung," ujarnya seperti dikutip dari CNBC Indonesia.
Bali menurutnya selama ini sudah menjadi magnet wisata buat traveler, 70 persen pelanggannya memilih untuk wisata ke Bali.
"Banyak pelanggan kita maunya itu ya Bali. Terlebih lagi Bali udah banyak sertifikasi Clean, Health, Safety dan Environment (CHSE) dari Kemenparekraf. Jadi orang lebih pede pergi ke Bali, karena pelaku usahanya lebih mudah diatur dan tersertifikasi," ujarnya.
Namun karena adanya kewajiban tes PCR kalau mau naik pesawat ke Bali, mau tak mau mereka memilih tempat wisata lain.
"Memang dengan PCR ke Bali ini ada nggak cuma refund tapi re-route, jadi mereka oh saya nggak mau PCR, mungkin satu karena biaya, dan anak-anak, anak usia 12 ke bawah nggak usah PCR lagi, tadinya mereka khawatir dengan peraturan jadi memilih reroute," ujarnya.
Keputusan mengalihkan destinasi itu bukan tanpa risiko, karena tiket pesawat dan hotel kalau ingin refund agak susah dan ada biayanya.
"Tiket pesawat kalau reroute dari Bali masih bisa kalau refund nggak bisa, memang ada costnya harus dibayar untuk reroute, sementara untuk refund hotel nggak bisa cancel, jadi refundnya berupa voucher, jadi pilihannya mau refund atau reroute," ujarnya.
Sementara itu, Badan Pariwisata Dunia PBB (UNWTO) memperkirakan tahun ini jumlah kunjungan turis internasional di seluruh dunia sepanjang 10 bulan pertama ini mengalami penurunan sekitar 72 persen.
Dalam kasus ini, pariwisata global akan kembali ke level 30 tahun yang lalu, dengan jumlah kedatangan turis berkurang sekitar 1 miliar orang, itu berarti penerimaan pariwisata internasional hilang USD 1,1 triliun.
Penurunan besar-besaran pariwisata akibat pandemi virus Corona ini dapat mengakibatkan kerugian ekonomi terhadap PDB dunia sebesar USD 2 triliun (Rp 28 triliun).
Kawasan Asia dan Pasifik merupakan wilayah yang terkena dampak pandemi paling parah dan wilayah dengan tingkat pembatasan perjalanan tertinggi hingga saat ini. Kawasan Asia Pasifik mengalami penurunan kedatangan 82% pada 10 bulan pertama tahun 2020. *
"Sekitar 20 persen (pelanggan) mengalihkan ke destinasi di luar Bali. Daripada gue ke bali, gue pindah lah ke Lombok, Yogya, atau Manado, Belitung," ujarnya seperti dikutip dari CNBC Indonesia.
Bali menurutnya selama ini sudah menjadi magnet wisata buat traveler, 70 persen pelanggannya memilih untuk wisata ke Bali.
"Banyak pelanggan kita maunya itu ya Bali. Terlebih lagi Bali udah banyak sertifikasi Clean, Health, Safety dan Environment (CHSE) dari Kemenparekraf. Jadi orang lebih pede pergi ke Bali, karena pelaku usahanya lebih mudah diatur dan tersertifikasi," ujarnya.
Namun karena adanya kewajiban tes PCR kalau mau naik pesawat ke Bali, mau tak mau mereka memilih tempat wisata lain.
"Memang dengan PCR ke Bali ini ada nggak cuma refund tapi re-route, jadi mereka oh saya nggak mau PCR, mungkin satu karena biaya, dan anak-anak, anak usia 12 ke bawah nggak usah PCR lagi, tadinya mereka khawatir dengan peraturan jadi memilih reroute," ujarnya.
Keputusan mengalihkan destinasi itu bukan tanpa risiko, karena tiket pesawat dan hotel kalau ingin refund agak susah dan ada biayanya.
"Tiket pesawat kalau reroute dari Bali masih bisa kalau refund nggak bisa, memang ada costnya harus dibayar untuk reroute, sementara untuk refund hotel nggak bisa cancel, jadi refundnya berupa voucher, jadi pilihannya mau refund atau reroute," ujarnya.
Sementara itu, Badan Pariwisata Dunia PBB (UNWTO) memperkirakan tahun ini jumlah kunjungan turis internasional di seluruh dunia sepanjang 10 bulan pertama ini mengalami penurunan sekitar 72 persen.
Dalam kasus ini, pariwisata global akan kembali ke level 30 tahun yang lalu, dengan jumlah kedatangan turis berkurang sekitar 1 miliar orang, itu berarti penerimaan pariwisata internasional hilang USD 1,1 triliun.
Penurunan besar-besaran pariwisata akibat pandemi virus Corona ini dapat mengakibatkan kerugian ekonomi terhadap PDB dunia sebesar USD 2 triliun (Rp 28 triliun).
Kawasan Asia dan Pasifik merupakan wilayah yang terkena dampak pandemi paling parah dan wilayah dengan tingkat pembatasan perjalanan tertinggi hingga saat ini. Kawasan Asia Pasifik mengalami penurunan kedatangan 82% pada 10 bulan pertama tahun 2020. *
1
Komentar