Pekak Lumpuh Divonis Bebas
Didakwa dalam Kasus Pemalsuan Surat Sporadik
Majelis hakim menilai dakwaan JPU bukan sebagai perbuatan pidana. Namun berada dalam bidang hukum perdata.
DENPASAR, NusaBali
Pekak renta dan lumpuh, I Ketut Sarja, 70, yang jadi terdakwa kasus pemalsuan surat sporadik divonis lepas demi hukum oleh majelis hakim PN Denpasar pada Selasa (22/12) sore. Hakim menyatakan jika perbuatan terdakwa bukan merupakan tindak pidana melainkan perbuatan perdata.
‘’Menyatakan terdakwa dakwaan Jaksa Penuntut Umum terbukti, namun perbuatan tersebut bukan perbuatan pidana melainkan perbuatan perdata. Untuk terdakwa dinyatakan lepas demi hukum (onslag van recht vervolging),’’ ujar majelis hakim pimpinan Putu Gede Novyartha.
Dalam pertimbangan hukumnya, majelis hakim menilai dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rindayani bukan sebagai perbuatan pidana. Namun berada dalam bidang hukum perdata. Hal itu, karena disebabkan masih berkaitan dengan sengketa kepemilikan lahan yang harus dibuktikan dalam bidang hukum perdata.
Menyikapi putusan tersebut, terdakwa yang didampingi Penasihat Hukumnya, Komang Sutrisna, menyatakan menerima. Sementara itu, JPU Rindayani menyatakan pikir-pikir. “Kami pikir-pikir,” ujar JPU.
Sebelumnya, terdakwa yang hadir di dalam persidangan di atas kursi roda ini, dituding telah memalsukan surat pernyataan penguasaan fisik bidang tanah (surat sporadik), saat mengajukan permohonan Program Proyek Operasi Nasional Agraria (Prona) atau Pendaftaran Tanah Sistimatis Lengkap (PTSL) pada 2017 silam. Oleh JPU Rindayani terdakwa didakwa dua dakwaan. Dakwaan pertama yaitu Pasal 263 ayat (1) dan dakwaan kedua Pasal 266 ayat (1) KUHP. Dalam tuntutan JPU, terdakwa dinilai melanggar Pasal 263 ayat (1) tentang pemalsuan surat dan dituntut selama satu tahun tiga bulan penjara.
Terdakwa sempat sakit saat awal-awal sidang dan terjatuh saat mulai sidang pertama Maret lalu. Dalam sidang yang cukup panjang dan melelahkan tersebut, akhirnya terdakwa dapat membuktikan tanah yang disertifikatkan adalah tanah warisan keluarganya. Terdakwa Sarja adalah ahli waris satu-satunya.
“Dari saksi-saksi yang dihadirkan di depan persidangan, Saksi Kepala Lingkungan, Kelian Banjar Pagan Kaja dan ahli waris pemilik tanah, membenarkan bahwa tanah tersebut dibeli oleh ayah terdakwa yang bernama I Made Rai,’’ ungkap Komang Sutrisna.
Ditambahkan Sutrisna, saksi dari BPN Denpasar, juga menegaskan bahwa surat sporadik bukan satu-satunya syarat untuk mengajukan program PTSL, namun ada pernyataan waris dan formulir yang lainnya. Sehingga dapat diproses untuk penerbitan sertifikat hak milik. Terlebih lagi, blokir yang diajukan pelapor dicabut dan Sertifikat atas nama terdakwa sudah dinyatakan sah. Keterangan saksi ini, menjadi salah satu pertimbangan hakim yang menguatkan putusan lepas demi hukum tersebut.
‘’Kami bersyukur, segala fakta yang meringankan dan membantah perbuatan pidana yang dituduhkan dapat kami buktikan di depan persidangan. Akhirnya perjuangan kami berakhir terwujud,’’ tandas Komang Sutrisna. *rez
Pekak renta dan lumpuh, I Ketut Sarja, 70, yang jadi terdakwa kasus pemalsuan surat sporadik divonis lepas demi hukum oleh majelis hakim PN Denpasar pada Selasa (22/12) sore. Hakim menyatakan jika perbuatan terdakwa bukan merupakan tindak pidana melainkan perbuatan perdata.
‘’Menyatakan terdakwa dakwaan Jaksa Penuntut Umum terbukti, namun perbuatan tersebut bukan perbuatan pidana melainkan perbuatan perdata. Untuk terdakwa dinyatakan lepas demi hukum (onslag van recht vervolging),’’ ujar majelis hakim pimpinan Putu Gede Novyartha.
Dalam pertimbangan hukumnya, majelis hakim menilai dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rindayani bukan sebagai perbuatan pidana. Namun berada dalam bidang hukum perdata. Hal itu, karena disebabkan masih berkaitan dengan sengketa kepemilikan lahan yang harus dibuktikan dalam bidang hukum perdata.
Menyikapi putusan tersebut, terdakwa yang didampingi Penasihat Hukumnya, Komang Sutrisna, menyatakan menerima. Sementara itu, JPU Rindayani menyatakan pikir-pikir. “Kami pikir-pikir,” ujar JPU.
Sebelumnya, terdakwa yang hadir di dalam persidangan di atas kursi roda ini, dituding telah memalsukan surat pernyataan penguasaan fisik bidang tanah (surat sporadik), saat mengajukan permohonan Program Proyek Operasi Nasional Agraria (Prona) atau Pendaftaran Tanah Sistimatis Lengkap (PTSL) pada 2017 silam. Oleh JPU Rindayani terdakwa didakwa dua dakwaan. Dakwaan pertama yaitu Pasal 263 ayat (1) dan dakwaan kedua Pasal 266 ayat (1) KUHP. Dalam tuntutan JPU, terdakwa dinilai melanggar Pasal 263 ayat (1) tentang pemalsuan surat dan dituntut selama satu tahun tiga bulan penjara.
Terdakwa sempat sakit saat awal-awal sidang dan terjatuh saat mulai sidang pertama Maret lalu. Dalam sidang yang cukup panjang dan melelahkan tersebut, akhirnya terdakwa dapat membuktikan tanah yang disertifikatkan adalah tanah warisan keluarganya. Terdakwa Sarja adalah ahli waris satu-satunya.
“Dari saksi-saksi yang dihadirkan di depan persidangan, Saksi Kepala Lingkungan, Kelian Banjar Pagan Kaja dan ahli waris pemilik tanah, membenarkan bahwa tanah tersebut dibeli oleh ayah terdakwa yang bernama I Made Rai,’’ ungkap Komang Sutrisna.
Ditambahkan Sutrisna, saksi dari BPN Denpasar, juga menegaskan bahwa surat sporadik bukan satu-satunya syarat untuk mengajukan program PTSL, namun ada pernyataan waris dan formulir yang lainnya. Sehingga dapat diproses untuk penerbitan sertifikat hak milik. Terlebih lagi, blokir yang diajukan pelapor dicabut dan Sertifikat atas nama terdakwa sudah dinyatakan sah. Keterangan saksi ini, menjadi salah satu pertimbangan hakim yang menguatkan putusan lepas demi hukum tersebut.
‘’Kami bersyukur, segala fakta yang meringankan dan membantah perbuatan pidana yang dituduhkan dapat kami buktikan di depan persidangan. Akhirnya perjuangan kami berakhir terwujud,’’ tandas Komang Sutrisna. *rez
Komentar