Bekas TPA Pangkungparuk Dijadikan TPST
SINGARAJA, NusaBali
Bekas Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang berlokasi di Desa Pangkungparuk Kecamatan Seririt, Buleleng akan dimanfaatkan kembali menjadi Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST).
Rencana itu menyusul kedatangan Perbekel Desa Pangkungparuk Ketut Sudiarsana didampingi Camat Seririt Nyoman Agus Tri Kartika Yuda dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Putu Ariadi Pribadi, mengajukan permohonan izin ke Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana, Rabu (23/12).
Eks TPA Pangkungparuk setelah ditutup DLH karena belum memenuhi syarat, memang masih digunakan warga sebagai tempat pembuangan sampah. Lahan aset Pemkab Buleleng seluas 38 are itu rencananya hanya akan dipakai 5 are sebagai TPST dilengkapi dengan rumah pilah sampah. Keinginan Pemdes Pangkungparuk, langsung mendapat dukungan penuh dari Bupati Buleleng.
Pemdes Pangkungparuk dengan tim pengelolaan sampahnya akan memanfaatkan lahan eks TPA itu dengan status pinjam pakai. “Saya sangat setuju dan mendukung sekali kalau sudah urusan pengelolaan sampah. Apalagi setiap desa sudah bisa mengelola sampahnya sendiri untuk mengurangi jumlah sampah yang masuk ke TPA Bengkala,” ucap Bupati Agus Suradnyana.
Bupati asal Banyuatis itu pun meminta DLH Buleleng mencarikan skema yang tepat untuk pengelolaan sampah di eks TPA Pangkungparuk. DLH juga diminta menyiapkan alat pembakar sampah incinerator yang ditempatkan di masing-masing kecamatan. Alat pembakar sampah dengan temperatur tinggi menurutnya dapat menjadi solusi untuk mengolah sampah yang tak dapat terurai namun aman untuk lingkungan.
Pengolahan akhir sampah di masing-masing kecamatan itu pun akan berdampak pada pengurangan sampah yang masuk ke TPA Bengkala yang saat ini kondisinya sudah overload.
Sementara itu, Kepala DLH Kabupaten Buleleng Putu Ariadi Pribadi menjelaskan, skema pengolahan sampah di Desa Pangkungparuk masih menggunakan pola penanganan sampah berbasis sumber. Pengolahan sampah oleh Pemdes selanjutnya akan membangun rumah pilah yang dibiayai oleh APBDes 2021 mendatang. “Nanti seperti TPST yang sudah berdiri di sejumlah desa, pengelolaan sampah dilakukan dari pemilahan, pemanfaatan termasuk pembuatan pupuk dari sampah organik,” jelas mantan Camat Gerokgak itu.
Lalu soal permintaan bupati terkait alat incinerator di sembilan kecamatan menurut Kadis Ariadi akan dikaji lebih dulu, terutama soal anggaran yang harus disiapkan. Dia menyebutkan selain harganya yang mahal, biaya operasionalnya juga cukup tinggi.
“Kalau tidak salah 1 mesin harganya bisa mencapai Rp 1,5 miliar belum lagi biaya operasionalnya. Jadi yang saat ini belum memungkinkan untuk pengadaan, sementara kami masih pakai pola penanganan sampah berbasis sumber, dari rumah tangga, TPST sehingga yang masuk ke TPA hanya sampah residu saja,” tutup Kadis Ariadi. *k23
1
Komentar