Satu-satunya di Bali, Desa Nyitdah, Tabanan, Raih Penghargaan Nasional sebagai Desa Peduli Pendidikan
TABANAN, NusaBali
Desa Nyitdah, Kecamatan Kediri, Tabanan sebagai desa binaan Kabupaten Tabanan layak berbangga.
Sebab pada Rabu (23/12), Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) bersama Unicef memberikan Desa Nyitdah penghargaan sebagai Desa Peduli Pendidikan.
Dari ribuan desa di Indonesia, hanya 4 desa yang mendapat Penghargaan Peduli Pendidikan, salah satunya adalah Desa Nyitdah. Penghargaan ini didapat berkat Desa Nyitdah selesai melakukan pendataan SIPBM ATS (Sistem Informasi Pembangunan Berbasis Masyarakat Anak Tidak Sekolah) dan APBS (Anak Berisiko Putus Sekolah).
Perbekel Nyitdah I Dewa Putu Alit Arta saat ditemui di kantornya, Selasa (29/12), mengaku tak menyangka akan menerima penghargaan tersebut. Proses mendapatkan penghargaan ini, awalnya Desa Nyitdah menjadi pilot projet SIPBM regular di 2018.
Tugas ini ternyata mampu diselesaikan 100 persen. Padahal untuk mengerjakan SIPBM regular itemnya lebih banyak. “Berawal dari itu, kembali Desa Nyitdah ditunjuk Kemendes ikut program SIPBM ATS dan APBS. Sebenarnya kami ditunjuk bersama Desa Kelating, Kecamatan Kerambitan, namun kami yang mendapat penghargaan,” ujar Dewa Arta.
Setelah ditunjuk kembali, dengan dibantu oleh operator, pendamping desa, dan kelian dinas di Desa Nyitdah, mereka mulai bekerja melakukan pendataan secara bergotong royong.
Proses pendataan SIPBM ATS dan APBS ini berlangsung pada 22–26 Oktober 2020, artinya hanya 5 hari. Selama pendataan ini Desa Nyitdah juga diberikan pelatihan dari Kemendes.
Dari proses itu ternyata Desa Nyitdah mampu menyelesaikan pada 25 Oktober 2020, berarti lebih maju dari jadwal, yakni 26 Oktober 2020. “Ternyata tugas yang diberikan ini ada penghargaan. Sebelumnya tidak pernah tahu, karena apapun yang diperintahkan dari pusat kami ikuti. Sebab menurut kami, itu adalah proses belajar,” kata Dewa Arta.
Dalam pendataan terhadap SIPBM ATS dan APBS, ada 242 kepala keluarga (KK) responden yang didata sesuai dengan hasil Musdes. Jumlah 242 KK ini adalah mereka yang masuk sebagai keluarga penerima manfaat dan terdampak pandemi Covid-19.
Namun apabila ada KK yang belum masuk keluarga penerima manfaat memenuhi program SIPBM ATS dan APBS, bisa dicantumkan ke dalam data responden tersebut. “Syarat yang didata sesuai dengan petunjuk pusat adalah keluarga yang memiliki anak usia 4-18 tahun,” beber Dewa Arta.
Menurutnya hasil pendataan SIPBM ATS dan APBS ini akan ditindaklanjuti dengan penyusunan rencana kegiatan khususnya dalam penanganan ATS dan APBS. Desa Nyitdah berencana membuka ruang belajar di desa khusus bagi anak TK dan SD. “Nanti guru-gurunya akan memanfaatkan relawan yang ada di desa yang sudah mahir dalam kegiatan belajar mengajar,” tegasnya.
Rencana lainnya yang akan dibuat adalah memberikan program pelatihan kelompok terhadap ibu dari anak-anak yang rentan mengalami putus sekolah. Mereka akan diberikan pelatihan untuk membuat anyaman dari bambu. “Kalau sebelumnya kami sudah rutin berikan penghargaan kepada anak didik yang berprestasi ketika kenaikan kelas. Namun sekarang karena pandemic, program dilakukan dengan pembatasan protokol kesehatan pencegahan Covid-19,” tandas Dewa Arta. *des
Dari ribuan desa di Indonesia, hanya 4 desa yang mendapat Penghargaan Peduli Pendidikan, salah satunya adalah Desa Nyitdah. Penghargaan ini didapat berkat Desa Nyitdah selesai melakukan pendataan SIPBM ATS (Sistem Informasi Pembangunan Berbasis Masyarakat Anak Tidak Sekolah) dan APBS (Anak Berisiko Putus Sekolah).
Perbekel Nyitdah I Dewa Putu Alit Arta saat ditemui di kantornya, Selasa (29/12), mengaku tak menyangka akan menerima penghargaan tersebut. Proses mendapatkan penghargaan ini, awalnya Desa Nyitdah menjadi pilot projet SIPBM regular di 2018.
Tugas ini ternyata mampu diselesaikan 100 persen. Padahal untuk mengerjakan SIPBM regular itemnya lebih banyak. “Berawal dari itu, kembali Desa Nyitdah ditunjuk Kemendes ikut program SIPBM ATS dan APBS. Sebenarnya kami ditunjuk bersama Desa Kelating, Kecamatan Kerambitan, namun kami yang mendapat penghargaan,” ujar Dewa Arta.
Setelah ditunjuk kembali, dengan dibantu oleh operator, pendamping desa, dan kelian dinas di Desa Nyitdah, mereka mulai bekerja melakukan pendataan secara bergotong royong.
Proses pendataan SIPBM ATS dan APBS ini berlangsung pada 22–26 Oktober 2020, artinya hanya 5 hari. Selama pendataan ini Desa Nyitdah juga diberikan pelatihan dari Kemendes.
Dari proses itu ternyata Desa Nyitdah mampu menyelesaikan pada 25 Oktober 2020, berarti lebih maju dari jadwal, yakni 26 Oktober 2020. “Ternyata tugas yang diberikan ini ada penghargaan. Sebelumnya tidak pernah tahu, karena apapun yang diperintahkan dari pusat kami ikuti. Sebab menurut kami, itu adalah proses belajar,” kata Dewa Arta.
Dalam pendataan terhadap SIPBM ATS dan APBS, ada 242 kepala keluarga (KK) responden yang didata sesuai dengan hasil Musdes. Jumlah 242 KK ini adalah mereka yang masuk sebagai keluarga penerima manfaat dan terdampak pandemi Covid-19.
Namun apabila ada KK yang belum masuk keluarga penerima manfaat memenuhi program SIPBM ATS dan APBS, bisa dicantumkan ke dalam data responden tersebut. “Syarat yang didata sesuai dengan petunjuk pusat adalah keluarga yang memiliki anak usia 4-18 tahun,” beber Dewa Arta.
Menurutnya hasil pendataan SIPBM ATS dan APBS ini akan ditindaklanjuti dengan penyusunan rencana kegiatan khususnya dalam penanganan ATS dan APBS. Desa Nyitdah berencana membuka ruang belajar di desa khusus bagi anak TK dan SD. “Nanti guru-gurunya akan memanfaatkan relawan yang ada di desa yang sudah mahir dalam kegiatan belajar mengajar,” tegasnya.
Rencana lainnya yang akan dibuat adalah memberikan program pelatihan kelompok terhadap ibu dari anak-anak yang rentan mengalami putus sekolah. Mereka akan diberikan pelatihan untuk membuat anyaman dari bambu. “Kalau sebelumnya kami sudah rutin berikan penghargaan kepada anak didik yang berprestasi ketika kenaikan kelas. Namun sekarang karena pandemic, program dilakukan dengan pembatasan protokol kesehatan pencegahan Covid-19,” tandas Dewa Arta. *des
1
Komentar